Mohon tunggu...
Jalukany1
Jalukany1 Mohon Tunggu... Nelayan - Ahli dalam mendogeng

Ada di nikmati, nggk ada ya cari sampai ada

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Melihat Empat Sisi

16 Mei 2024   06:00 Diperbarui: 16 Mei 2024   06:42 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Apakah kalian pernah berfikir tentang kacamata orang lain dalam memandang dunia ini? Apakah cara mereka dalam memandang dunia ini sama dengan cara kita memandang dunia? Tentu saya berbeda, ada lebih dari 8 miliyar orang di muka bumi ini, dan menurut opini saya ke 8 miliyar orang memiliki pemahaman ini dunia ini berbeda-beda.

Seperti contoh ada satu buah peristiwa dan di dalam peristiwa itu ada dua orang saksi mata, dari kedua saksi mata itu mereka memberikan statment yang berbeda contohnya.

Seperti halnya ketika kita saat berselancar di sosial media, kita pasti di suguhi video-video dan berita terkini dimana kita tidak bisa untuk memfilter isi dari berita tersebut. Lalu ada satu fenomena dimana ada satu video di sosial media yang menimbulkan pro dan kontra. Seperti contoh video seorang Guru yang menjewer telinga muridnya, kalau kita melihat ada seorang guru yang tak sengaja menjewer telinga muridnya, dimana hal ini terjadi karena sang murid melakukan sesuatu pelanggaran dan itu sudah menjadi hal yang wajar pada zaman dulu. Tetapi tidak pada zaman sekarang, pada kasus ini terdapat pro dan kontra di kolom komentar. Ada yang membenarkan sang guru agar murid nya tidak melakukan kesalahan lagi, tetapi ada juga yang menyalahkan sang guru tersebut karena guru sepatutnya memberikan hukuman yang manusiawi bukan main fisik. Nah itulah contoh kecil dalam sebuah fenomena yang terjadi di kehidupan sehari-hari dimana terdapat berbagai macam sudut pandang dari berbagai macam manusia di muka bumi ini.

Pandangan kita adalah apa yang kita pikirkan dengan latar belakang yang kita miliki. Pandangan orang lain demikian pula, berdasarkan latar belakang mereka. Lantas, jika kita saling ngotot dengan pemikiran kita, sementara latar belakang kita masing-masing cenderung berbeda, bagaimana menyikapinya?

Kita bisa melihat latar belakang seseorang dari berbagai sisi. Seperti dia dari keluarga mana, dia berasal dari mana, sekolahnya dimana, perjalanan hidupnya kemana saja dan masih banyak lagi. Tentu semua itu menjadi data yang bisa saja tidak sesederhana menyebutkannya. Hal ini dikarenakan tidak semua orang berjalan dalam jalur yang pada umumnya. Banyak juga perbedaan dalam pengalaman antara saya, anda dan kita semua. 

Dari sana pulalah awalnya terjadi perbedaan pandangan dan pemikiran itu. Seorang yang kehidupannya masuk dalam katagori orang berada sekalipun, tidak selalu dapat menjalani hidup sebagaimana orang pada umumnya. Demikian pula tentunya orang yang kehidupannya di bawah garis kemiskinan. Perbedaan latar belakang ini memberi cela antara pandangan seseorang dengan pandangan seseorang lainnya.

Dari situ, rasanya aku ingin menyampaikan kutipan dari buku Syahid Muhammad yang mengatakan "Kalau suatu hari ada seseorang yang merasa tak berguna, kamu bisa ingatkan apa saja yang sudah ia lakukan pada sekitarnya. Sebesar apa ia dalam hidup mu. Maka itu yang akan ia katakan pada dirinya, dan lahirlah keberanian melakukan hal-hal lain dalam hidup. Hal-hal untuk dirinya sendiri hingga untuk banyak orang."

Karena kadang, hal-hal berguna biasanya tidak terlihat megah, tapi bisa membuatnya tenangkan gundah. Sekecil apapun itu, sesederhana mendengar yang mungkin tidak punya nilai yang terlihat, tapi kadang dapat hidupkan banyak jiwa, temani banyak raga, buat seseorang merasa layak, hingga menghindarkannya dari keputusan-keputusan untuk menyerah.

Pandangan kita adalah apa yang kita pikirkan dengan latar belakang yang kita miliki. Pandangan orang lain demikian pula, berdasarkan latar belakang mereka. Lantas, jika kita saling ngotot dengan pemikiran kita, sementara latar belakang kita masing-masing cenderung berbeda, bagaimana menyikapinya?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun