Bisa dikategorikan sebagai peristiwa bersejarah dalam kehidupan. Ini yang dirasakan oleh Ahmad beberapa waktu lalu.
Pemerintah desa BT mengundangnya hadir dalam musyawarah penentuan calon penerima manfaat Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa.
Ahmad hadir sebagai perwakilan masyarakat yang memberikan data peserta Program Jaminan Sosial masyarakat lainnya. Data Ahmad menjadi pertimbangan agar tidak terjadi pendobelan keluarga penerima manfaat BLT Dana Desa, dengan penerima manfaat program jaminan sosial lainnya.
Pada hari yang diundang, Ahmad datang mengenakan baju kemeja dan celana tisu terbaiknya. Pakaian kebesaran, yang sebelumnya hanya digunakan setiap perayaan besar keagamaan. Semua demi hadir dimusyawarah desa.
Pagi sekali Ahmad sudah bergerak menuju Kantor Desa BT. Karena jarak rumahnya dan kantor desa BT agak jauh, ia baru tiba persis di waktu mulainya kegiatan.
Alangkah kagetnya Ahmad ketika tiba di kantor desa, mendapati belum seorangpun yang datang. Ia menjadi orang pertama. Lebih cepat dari mereka yang mengeluarkan undangan kegiatan.
Walau agak lama menunggu, Ahmad tidak mempersoalkan keterlambatan peserta musyawarah itu; baik orang yang mengeluarkan undangan maupun para undangan lainnya. Itu karena Ahmad merasa menjadi orang  penting yang diundang oleh desa.
Setelah hampir undur dua jam, akhirnya kegiatan musyawarah dimulai. Kegiatan tersebut dibuka oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
Selanjutnya mereka melakukan verifikasi dan validasi calon peserta penerima BLT DD. Saat itu forum mulai panas. Ada sekelompok orang yang mengaku sebagai anggota BPD, sangat ngotot memaksakan forum mengakomodir keluarganya menjadi calon penerima manfaat BLT DD.
Untuk memperkuat argumentasinya, ia selalu menggunakan pembenaran, dengan statusnya sebagai perwakilan dari masyarakat desa.
Padahal, arah argumentasi dan data nama yang diperjuangkan; sebenarnya ia lebih banyak bertindak bukan sebagai wakil dari masyarakat desanya, melainkan sebagai Badan Perwakilan Diri (BPD) dan keluarga-keluarganya.