Pepatah mengatakan "Bunga bisa mekar di mana saja, bahkan di tanah yang tandus"? Ungkapan ini sering kita dengar sebagai penguat semangat, sebuah keyakinan bahwa harapan selalu ada, bahkan dalam kondisi yang paling sulit sekalipun. Namun, benarkah sebuah bunga dapat mekar dengan sempurna di atas tanah yang tercemar racun?
Analogi bunga yang mekar di tanah tandus sering kita gunakan untuk menggambarkan ketahanan manusia dalam menghadapi kesulitan hidup. Kita diajak untuk tetap optimis dan percaya bahwa kebahagiaan dapat tumbuh di tengah penderitaan. Namun, analogi ini perlu kita telaah lebih mendalam.
Manusia memang memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan yang berubah-ubah seiring berjalannya waktu. Kemampuan ini memungkinkan kita untuk bertahan hidup dan berkembang dalam berbagai lingkungan yang berbeda. Tetapi tidak semua lingkungan itu sehat. Faktanya, banyak manusia hidup dalam lingkungan yang toxic dan tidak mendukung kesehatan fisik dan mental mereka. Kata toxic sudah menjadi hal yang umum jika berbicara di topik hubungan baik itu hubungan dengan teman, pasangan, orang tua bahkan pendidikan sekalipun. Kata toxic bisa berarti "racun" dalam hubungan yang bisa diartikan segala sesuatu yang menahan seseorang untuk hidup berbahagia.
Seperti contoh persahabatan toxic itu berarti pertemanan yang membuat kita tidak bahagia atau bahkan terluka fisik maupun batin. Sebagaimana disebutkan oleh Lahad dan Hoof (2022) yakni persahabatan toxic adalah pertemanan yang mengancam kebahagiaan seseorang. Seorang teman yang toxic, akan membuat kita merasa buruk, dan membawa aura negatif kepada lingkaran persahabatan yang mereka punya.
Stres, kecemasan, dan depresi adalah beberapa dampak yang dapat menghambat pertumbuhan pribadi kita. Dampak tersebut sering kita alami jika berada di lingkungan yang penuh dengan konflik, persaingan yang tidak sehat, atau hubungan interpersonal yang toxic.
Lalu, bagaimana kita dapat "mekar" di tengah lingkungan yang penuh racun?
- Mengakui bahwa kita berada dalam lingkungan yang tidak sehat. Perhatikan tanda-tanda fisik dan emosi yang muncul sebagai akibat dari lingkungan tersebut.
- Batasi interaksi dengan orang-orang yang toxic atau tinggalkan lingkungan yang tidak sehat.
- Berbagi perasaan dan pikiran dengan orang yang kita percayai dapat sangat membantu. Seperti sahabat, teman, keluarga, atau terapis.
- Luangkan waktu buat melakukan hal-hal yang kita sukai, seperti membaca, berolahraga, atau jalan-jalan di alam.
- Cobalah untuk melihat situasi dari sudut pandang yang berbeda. Terkadang, mengubah cara kita berpikir dapat membantu kita mengatasi masalah.
Analogi bunga yang mekar di tanah tandus memang indah, namun kita perlu memahami bahwa setiap makhluk hidup memiliki batas kemampuannya. Manusia juga demikian. Kita perlu menciptakan lingkungan yang sehat dan mendukung agar kita dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Dengan kesadaran dan upaya yang tepat, kita dapat "mekar" bahkan di tengah lingkungan yang penuh tantangan. Ingat, kita berhak untuk bahagia dan hidup dengan tenang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H