Mohon tunggu...
Priyono Budisuroso
Priyono Budisuroso Mohon Tunggu... Dokter - Dokter SpA di Purwokerto

Pangkat dan Golongan sebagai PNS sudah "mentok" IV E, tidak ada Pangkat dan Golongan yang lebih tinggi lagi, kalo di Ketentaraan berarti " Jendral" ya., Tidak cari musuh dan tidak ingin dimusuhi " Ngluruk tanpa bala, menang tanpa ngasorake"

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

SBY dan Prabowo dalam Posisi "Galau"

9 Mei 2014   05:48 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:42 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tahukah anda, sebenarnya SBY tidak seperti dianalisa pengamat bàhwa punya kartu truf dalam peta perpolitikan menjelang Pilpres, tapi justru baru kebingungan.

Sudah menayangkan Konvensi Partai Demokrat (PD), yang sampai sekarang belum juga selesai, ternyata perolehan pada Pemilu Legislatif, tidak sesuai dengan yang diharapkàn, menukik tajam dari pemilu legislatif 2009, walaupun keadaan ini sudah diprediksi pengamat akibat pentolan partainya terlibat kasus korupsi. Dengan perolehan yang sangat jauh dari Presidential Treshold, konsekuensinya kalau mau bikin poros tersendiri, mau tidak mau, suka tidak suka, akan mempunyai image negatif, karena akan bisa menggagalkan pencapresan Prabowo, karena minimal bisa  diprediksi menggaet PAN dan partai papan tengah perolehan Pemilu Legislatif lainnya, dengan asumsi PDI-P sudah menggaet Nasdem dan PKB dan Gerindra baru mendapat teman koalisi dgn PKS. Padahal, perhitungan diatas kertas, siapapun pemenang Konvensi PD, yang rencananya dijadikan capres usungan PD, elektabilitasnya sangat jauh ketinggalan dibanding Jokowi dan Prabowo, sehingga siapapun yang diusung PD sebagai poros  tandingan kumpulan koalisi dgn PD tersebut, hanya suatu " keajaiban" untuk bisa mengalahkan  Jokowi, usungan PDI-D dan mitranya Nasdem, yang jelas  ber efek sangat besar terhadap bisa tidaknya Prabowo maju pilpres.

Dilain pihak, kegamangan SBY juga terhadap besannya Hatta Rajasa, ketua PAN, disatu pihak konvensi PD, siapapun pemenangnya, yang diharapkan adalah sebagai capres yg diusung, bila proses koalisi yg nantinya betul terwujud oleh  SBY , perlu diingat  adanya paket hemat, yaitu bila  ada PAN, pasti ada PD, kebingungan SBY bertambah, mengusung pemenang konvensi PD sebagai capres dan memposisikan Hatta Rajasa sebagai cawapres jelas melukai hati sang besan, tetapi bila dibalik capresnya Hatta Rajasa dan cawapresnya pemenang konvensiPD, akan melukai hati pemenang konvensi PD dan menurunkan kredibilitas SBY karena bisa dianggap menghianati konvensi yang digagas partainya sendiri.

Apabila membahas " jiwa korsa" dan hakekat petuah Jawa, " mikul duwur lan mendem jero",  tentunya, SBY akan lebih aman dan nyamàn merapat ke Gerindra dan melupakan bidikan pembentukan poros baru untuk bisa mencapreskan pemenang hasil konvensi PD, yang saya yakin, dengan lobi dan ketokohannya sebenarnya sangat besar kemungkinan untuk bisa terlaksana. Satu saja yang perlu diingat, siapapun yang nantinya diusung, hanya suatu" keajaiban" yang bisa menghantarkan calon tersebut untuk menang.

Berita terakhir, PAN berencana berkoalisi dengan Gerindra, dengan Hatta Rajasa sebagai cawapresnya sebagai harga mati, padahal sebagaimana pertemuan ARB dengan Prabowo di Hambalang, mengindikasikan ARB mau" turun derajat" menjadi cawapresnya Prabowo, walaupun kemungkinan internal partai Golkar sendiri secara umum belum tentu menyetujui, seperti saat dukungan SDA terhadap Prabowo yang akhirnya menimbulkan konflik internal di PPP sehingga rencana koalisi PPP dan Gerindra buyar.

Satu satunya capres yang bisa menandingi kemonceran Jokowi yang diusung PDI-P dan Nasdem serta kemungkinan PKB turut bergabung dengan siapa pun  cawapresnya ( kata pecinta Jokowi sih, dipasangkan dengan sandal jepitpun, Jokowi menang) adalah Prabowo dari Gerindra. Yang jadi masalah, Prabowo pun sedang gamang  menggaet mitra koalisi , selain PKS yang kemungkinan besar ikut, lainnya  masih di awang- awang, baik Golkar maupun PAN sehubungan kemungkinan harga mati untuk cawapresnya dari mading- masing partai dan belum adanya kesepakatan internal partai mereka..

Kalau tidak ada Prabowo, rasanya pemilu kali ini tidak seru dan tidak mendebarkan, karena bisa diprediksi oleh anak kecilpun bahwa Jokowi  dengan koalisi kerempengnya  yang menjadi RI1. Kalau saya jadi Prabowo, ambil kesempatàn yang diatas kertas lebih memberikan peluang mengejar RI1, yaitu PAN dengan Hatta Rajasa sebagai cawapresnya serta PKS  dengan "syarat dan ketentuan berlaku", lupakan yang lain karena mereka termasuk SBY dengan PD nya secara tersirat akan merelakan besannya Hatta Rajasa untuk dipersunting sebagai cawapres, karena bisa membebaskan SBY dari galaunya. Kalau Gerindra, PAN dan PKS berkoalisi, saya yakin akhirnya SBY dan Partai Demokratnya " terpaksa" ikut merapat dan melupakan hasil  dari Konvensinya, mau bilang bagaimana lagi, namanya juga terpaksa...hehe.

Selamat malam dan MERDEKA.

Daftar bacaan:

Kompas, 8 Mei 2014

Suara Merdeka, 8 Mei 2014

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun