Mohon tunggu...
Priyono Budisuroso
Priyono Budisuroso Mohon Tunggu... Dokter - Dokter SpA di Purwokerto

Pangkat dan Golongan sebagai PNS sudah "mentok" IV E, tidak ada Pangkat dan Golongan yang lebih tinggi lagi, kalo di Ketentaraan berarti " Jendral" ya., Tidak cari musuh dan tidak ingin dimusuhi " Ngluruk tanpa bala, menang tanpa ngasorake"

Selanjutnya

Tutup

Politik

Prabowo dalang kerusuhan Mei 1998?

18 Mei 2014   06:55 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:24 10167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Prabowo  adalah mantan Pangkostrad pada jaman Orde Baru, figur” bekas militer”, setidaknya diharapkan bila nantinya memimpin negeri ini akan tegas dan jujur, dengan platform Ekonomi Kerakyatan yang diusung Partai Gerindra, banyak mencuri simpati. Sayangnya tokoh ini masih menyisakan masalah HAM masa lalu saat terjadi kerusuhan Mei 1998 dan penculikan Aktivis saat masa Orba, walaupun sampai sekarang belum bisa dibuktikan. Kalau kita berpikir secara jernih persoalan masa lalu, apabila toh Prabowo dianggap sebagai dalang kerusuhan Mei dan Penculikan, predikat “dalang” menurut saya sangat berlebihan, karena melihat struktur Komando pada Militer, belum memungkinkan Prabowo sebagai ” dalang” , karena saat itu jabatannya adalah Pangkostrad, masih ada struktur komando diatasnya.Kalaupun rumor tentang kerusuhan dan penculikan tadi benar dilakukan oleh Prabowo, peran sertanya sebatas sebagai ” pelaksana perintah” dan bukan “dalang”. Patut disimak pernyataan bijak Pius Lustrilanang, bekas aktivis yang diculik saat itu : ” kalau saya berada pada posisi  dia ( maksudnya Prabowo), saya akan melakukan hal yang sama”

Apakah Prabowo adalah dalang kerusuhan Mei 1998, mari kita simak bersama.

Berikut ini saya kopas dari berbagai sumber  wawancara dengan Prabowo, terkait kerusuhan Mei 1998, yang apabila anda ingin mengetahui lebih detail, dapat menelusuri referensi pada artikel ini.

Dari siaran berita di radio, Letjen TNI (Purn.) Prabowo Subianto mendengar berita rekomendasi Dewan Kehormatan Perwira (DKP) bentukan Mabes ABRI. Ia diberhentikan dari karier militernya. Hari itu, Selasa, 25 Agustus 1998. “Saya tidak kaget,” kata Prabowo. Sebelum DKP mulai bekerja, mantan pangkostrad ini sudah tahu hasilnya. Ia harus menepi

Prabowo pasrah. “Ini risiko jabatan sebagai komandan,” katanya. Penangkapan aktivis terjadi kala ia masih menjabat Danjen Kopassus. Dalam pemeriksaan terbukti, Tim Mawar yang beranggotakan 11 prajurit Kopassus pimpinan Sersan Mayor Bambang Kristiono mengaku “mengamankan” sembilan aktivis itu, untuk melempangkan jalan bagi SU MPR 1998. Yang dia sesalkan, keputusan DKP justru tak pernah diterimanya langsung

Soal surat Muladi kepada Komnas HAM. Anda sebenarnya diberhentikan karena kasus penculikan atau kerusuhan 13-14 Mei 1998?
Itulah yang saya bingung. Saya diperiksa oleh DKP beberapa kali. Mungkin tiga atau empat kali. Dan semua pertanyaan saya jawab. DKP itu kan khusus menyelidiki soal penculikan sembilan aktivis. Saya pribadi tidak suka menggunakan istilah penculikan karena itu kan kesalahan teknis di lapangan. Niat sebenarnya adalah mengamankan aktivis radikal agar tidak mengganggu rencana pelaksanaan SU MPR 1998. Bahwa kemudian anak buah saya menyekap lebih lama sehingga dikatakan menculik, itu saya anggap kesalahan teknis. Tanggung jawabnya saya ambil alih.

Di DKP apakah ditanyai soal pemberi perintah penculikan?
Tentu. Tapi perintah menculik tidak ada. Yang ada operasi intelijen untuk mengamankan aktivis radikal itu. Sebab saat itu kan sudah terjadi ancaman peledakan bom di mana-mana. Dalam DKP saya kemukakan bahwa perintah pengamanan itu tidak rahasia. Mereka, para jenderal yang memeriksa saya pun tahu. Itu dari atasan dan sejumlah instansi, termasuk Kodam dilibatkan.

Apakah nama 14 aktivis yang sampai kini belum ketahuan rimbanya ada di situ?
Saya lupa. Mungkin tidak. Itu daftar kan kalau saya tidak salah didapat dari rumah susun Tanah Tinggi. Jadi macam-macam nama orang ada di situ. Akan halnya enam aktivis, Andi Arief dkk., itu ada dalam daftar pencarian orang (DPO), yang diberikan polisi. Yang tiga, Pius Lustrilanang, Desmond J. Mahesa, dan Haryanto Taslam, itu kecelakaan. Saya tak pernah perintahkan untuk menangkap mereka. Semua mencari mereka yang ada dalam DPO itu. Kita dapat brifing terus dari Mabes ABRI. Kita selalu ditanyai. Sudah dapat belum Andi Arief. Tiap hari ditanya. Sudah dapat belum si ini… begitu. Kejar-kejaran semua. Itu pun, maaf ya, meski saya tanggung jawab, saya tanya anak-anak. Eh, kalian saya perintahkan nggak? BKO sampai nyebrang ke Lampung segala. Mereka ini namanya mau mencari prestasi. Tapi saya puji waktu mereka dapat. Mereka kan membantu polisi yang terus mencari-cari anak-anak itu. Soalnya Andi Arief kan dikejar-kejar.

Selain Anda, siapa lagi yang menerima daftar itu dari Pak Harto? Apakah betul Kasad Jenderal Wiranto dan pangab saat itu, Jenderal Feisal Tanjung menerima daftar serupa?
Yang bisa saya pastikan, saya bukan satu-satunya panglima yang menerima daftar itu. Pimpinan ABRI lainnya juga menerima. Dan daftar itu memang sifatnya untuk diselidiki. Perintahnya begitu. Seingat saya, Pak Harto sendiri sudah mengakui kepada sejumlah menteri bahwa itu adalah operasi intelijen. Di kalangan ABRI, sudah jadi pengetahuan umum. Tapi, sudahlah, kalau bicara Pak Harto saya sulit. Apalagi saya tak mau memecah-belah lembaga yang saya cintai, yakni ABRI, khususnya TNI.

Kok Anda dulu tidak segera membantah kalau memang merasa tidak bersalah?
Hashim memang menyuruh saya. Kamu harus jawab dong. Saya malas juga. Saya kan tidak berbuat. Saya percaya kebenaran akan muncul. Hashim bilang, “Tidak bisa dong kalau kamu diam berarti kamu mengakui itu benar.” Memang ada teori itu. Teori pengulangan kebohongan. Kalau diulang-ulang terus, orang jadi percaya. Itu teori yang digunakan Hitler kepada rakyat Jerman.

Dalam pemeriksaan di TGPF, mantan Ka BIA (Kepala Badan Intelijen ABRI—Red.) Zacky Makarim, konon mengatakan bahwa sebulan sebelum peristiwa Trisakti, ada perkiraan situasi intelijen versi Anda, yang mengatakan, eskalasi meningkat dan dikhawatirkan akan ada martir di kalangan mahasiswa. Bagaimana Anda sampai pada kesimpulan itu?
Situasinya memang demikian. Aksi mahasiswa kan bukan cuma di Jakarta, melainkan meluas ke daerah. Di Yogyakarta, aksi mahasiswa malah sempat bentrok. Berdasarkan analisis situasi, saya mengingatkan kemungkinan adanya eskalasi yang memanas dan kalau aksi mahasiswa meluas, bukan tidak mungkin jatuh korban atau ada pihak-pihak yang ingin ada korban di pihak mahasiswa. Itu saya ingatkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun