Mohon tunggu...
iphu siwanitacihuiiy
iphu siwanitacihuiiy Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

masih kuliah . masih labil . masih selalu mengandalkan keberuntungan . yap this is the real me . hidup tanpa jam tangan,dompet,hp berasa berat sebelah .

Selanjutnya

Tutup

Puisi

20 Hari Bersama Fandi

4 Februari 2010   12:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:05 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Panas terik matahari ini seperti membakar seluruh mahasiswa di salah satu fakultas ternama ini . Terlihat dari kejauhan pula tampak segelintir cewek-cewek yang sedang mengipas-ngipas bak penjual sate J tak sedikit pun yang memilih mengademkan diri dalam mobil . Tapi bukan Fandi namanya kalau tidak berorasi tiap siang menjelang anak sore masuk . Ya, Fandi Ablitar, mahasiswa fakultas sastra yang saat ini sedang dikejar deadline mewakili suara teman-temannya demi penurunan sang pemimpin .

Sepertinya orang-orang tidak memperdulikan orasinya, tim hore dibelakangpun juga sudah tidak semangat lagi,hanya Fandi yang mampu berbicara. Dengan scraf sebagai pengikat kepala,microfon,Fandi berbicara .

“oleh karena itu kita…..” plak bruakkk… microfon Fandi jatuh,bunyinya sangat nyaring sampai seluruh mata kampus tertuju padanya .

“hei !! kalau mau orasi bukan kayak gini caranya !!” sembari memungutmicrofonnya,suara gadis itu begitu nyaring di atas kepalanya .

“ada yang salah?”

“Lo punya hak?”

“jangan mentang-mentang klo berpengaruh disini”

“lo ga punya andil untuk ini, anak-anak butuh ketegasan” bertubi-tubu Fandi melontarkan kalimat ke gadis itu .

“kalau bertindak sebaiknya kamu berfikir dulu,ini yang namanya mahasiswa?” katanya sembari beranjak pergi .

Fandi diam, entah dia berfikir atau ingin melawan dia tetap merapikan peralatan orasinya lalu beranjak menuju ruangan senat sembari teriakan huuu terdengar jelas ditelinganya .Fandi sepertinya berfikir keras,kenapa gadis itu tiba-tiba menegurnya padahal dia sudah bertahun-tahun menjadi orator demo dikampus.

Mila, fakultas seni rupa yang merupakan anak semata wayang dari bapak pemimpin di fakultas Fandi, pantas saja dia sewot,pikirnya.

Dua hari Fandi berfikir keras dan akhirnya mendatangi gadis itu. Sebelum Fandi berbicara,Mila mendahuluinya sepertinya dia sudah tau maksut kedatagan Fandi.

---------------

to be continue

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun