Mohon tunggu...
Ipet Fitri
Ipet Fitri Mohon Tunggu... lainnya -

- Pensiunan BUMN - S1 - Berkeluarga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Main Cantik Ala Jokowi

29 Oktober 2014   04:16 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:21 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Banyak bahan tentang Jokowi yang menarik untuk ditulis, pengunduran acarapengumumuman mentri yang berkali-kali pun melahirkan banyak tulisan, tetapi semua berita miring tentang pengunduran itu bisa dilewati dengan cantik yang berpuncak pada pengumuman mentri yang disebut lebih cepat delapan hari dari empat belas hari jangka waktu yang ditetapkan oleh undang-undang, dan bila ditelisik jauh sebelumnya, ada beberapa permainan cantik yang melambungkan tinggi nama Jokowi keseantero angkasa Indonesia sehingga mengantarkanya mencapai RI 1.

Bermula dari mobil rakitan anak SMK yang dinamai oleh Jokowi dengan “ Kiat Esemka “, mobil yang belum bersertifikat laik disebut mobil dari instansi yang berwenang, telah dipinang oleh Jokowi kala itu untuk menjadi mobil dinas walikota Solo, dengan mobil itu nama Jokowi menerobos sampai media ibukota, apalagi setelah Bibit Waluyo sang gubernur Jateng tidak mendukung keputusan Jokowi menggunakan mobil itu sebagai mobil dinasnya, sejumlah berita kontroversi itu telah membuat publik penasaran dengan Jokowi serta mobil kiat esemka itu, dan berbagai berita keberpihakan pun mendorong, mengantarkan Jokowi ke Jakarta untuk ikut bertarung menjadi DKI 1, Jokowi pun memenangkan pertarungan itu menjadi DKI 1untuk masa lima tahun kedepannya, dan setelah resmi menjadi DKI 1, permainan cantikpun dilanjutkan lagi, Jokowi membidik kemacetan didepan blok G pasar tanah abang sebagai ajang petaruhan yang bernilai.

Kemacetan didepan blog G pasar tanah abang itu tidak pernah berhasil diurai oleh para pejabat gubernur sebelumnya, kemacetan yang telah berlangsung tahunan itu pun berubah menjadi proyek menguntungkan berbagai pihak. Bermodal pengalaman menata kota Solo serta peristiwa kegagalan penggusuran diberbagai kota, Jokowi mempunyai cara jitu untuk mengurai kemacetan itu. Penggusuran bukanlah pilihan, karena tidak manusiawi dan dimana-mana cara ini banyak gagalnya, bersih dan lancar hanya sejenak setelah itu kembali macet seperti semula, lalu dengan cara legal sejumlah uang digelontorkan dari kocek pemerintah DKI untuk menata pasar blog G agar tampak seksi dan enak dipandang, para pedagang kaki lima penyebab kemacetan itu pun diuwongke, Jokowi mengajak para pedagang duduk bareng, berdikusi dengan tema menaikan drajat para pedagang itu, lalu dengan godaan beberapa pekan keramaian dengan penggelaran musik dangdut dipasar blok G, para pedagang kaki lima pun tergoda dan mengantri medaftarkan diri untuk bisa berdagang dipasar blok G itu, setelah semua kios terhuni dan para pedagang itu tertampung, jalanan sepi yang telah ditinggalkan para pedagang kaki lima dikuasai oleh satpol PP, para pedagangpun tidak lagi bisa kembali kejalan, jalan pun menjadi lancar, dan berikut segala keluhan para pedagang tentang sepinya pengunjung dan pembeli di blok G, ditanggapi Jokowi “ Pedagang itu harus kreatif “. Sekarang Block G kembali sepi dari pengunjung, namun jalan didepannya tetap lancar dan tidak ada penampakan bakal dikuasai lagi oleh para pedagang kaki lima. Jokowi menang, target membebaskan jalan dari kemacetan tercapai. lalu mendapat dorongan dari berbagai pihak untuk maju bertarung berebut menjadi RI 1.

Sekarang Jokowi telah resmi menjabat presiden untuk lima tahun kedepan, Jokowi memulai lagi permainan cantiknya dengan menempatkan Susi Pudjiastuti sipemegang ijazah SMP sebagai mentri untuk menjadi pion pendobrak pakem yang telah berjalan selama ini, Susi diuwongke, disetarakan dengan para profesor pemimpin perguruan tinggi dan jendral TNI, kesetaraan itu akan mendorong Susi tergila menggapai prestasi, bilamana itu berhasil, maka kedepannya ada kemungkinan tamatan SD pun bisa menjadi mentri. Pertimbangannya bukan lagi deretan gelar akademis dan pangkat jendral yang disandang, tetapi kemampuan kerja..., kerja.... dan.... kerja....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun