Mohon tunggu...
Iwan Permadi
Iwan Permadi Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja kreatif televisi dan Guru Bahasa Inggris

a freelance tv creative

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Antagonisnya Figur Amien Rais dalam Program Metro TV Realitas

15 Juni 2017   08:23 Diperbarui: 16 Juni 2017   11:41 7289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Screen capture dari http://video.metrotvnews.com/metro-realitas/0kpJ5dEN-dendam-kesumat-1

Tayangan program Realitas Metro TV, Rabu, 14 Juni 2017, yang ditayangkan pukul 22:30-23:00 kemarin, menarik untuk disimak. Bukan hanya soal kemasannya yang memang apik dan layak ditayangkan tapi yang terpenting apa pesan utama baik yang tersirat dan tersurat sebagai pembelajaran literasi media. Program tiga segmen yang dibawakan Zackia Arfan mengangkat tema yang sedang sensitif saat ini menyangkut dugaan "keterlibatan" tokoh reformasi Amien Rais dalam proyek korupsi alat kesehatan yang dituduhkan kepada eks Menteri Kesehatan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono(SBY), Siti Fadilah Supari.

Program yang sarat dengan informasi dan gambar tokoh sentral eks Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), dengan judul Dendam Kesumat dengan grafis yang berkarakter menggambarkan betapa "sakit hatinya" Pak Amien atas tuduhan menerima uang hasil yang diduga hasil korupsi yang dituduhkan Jaksa KPK di pengadilan Tipikor beberapa waktu yang lalu. Video Pak Amien yang terus berulang saat konperensi pers (konpers) dan saat beliau datang ke gedung MPR/DPR untuk mendukung Rapat Pansus Angket KPK terasa menjadi "makanan empuk" media sebagai bahan cerita yang "layak tayang" dan "sensasional". 

Ditambah dengan keterangan tambahan dari nara sumber ahli Indria Samego, pengamat politik dan Mahfud MD, eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), bahwa penyebutan nama itu bukanlah hal yang besar karena itu bukanlah tuduhan, sebagaimana Mahfud MD juga pernah dituduh menyimpan uang di bekas rumahnya oleh Ketua MK yang terlibat korupsi, Akil Mochtar. Tetapi ternyata yang memasukkan uang itu terbukti dilakukan oleh sopir Akil yang disuruh majikannya itu, sehingga Mahfud MD santai saja saat namanya sempat terseret dalam kasus Akil.

Dari kacamata saya semua orang memang harus sama di depan hukum, tapi apakah Amien Rais bisa dibandingkan dengan Mahfud MD, yang maaf, walaupun sama-sama tokoh muslim kesohor namun yang pertama sudah punya tinta emas sebagai salah satu tokoh yang menjungkalkan pemerintah Orde Baru (Presiden Soeharto) pada tahun 1998? Saya masih ingat betapa berkuasanya Presiden kedua ini sehingga hanya sedikit tokoh yang mampu jadi tokoh penggerak rakyat dan mahasiswa untuk melawannya dan salah satunya adalah eks Ketua Umum Muhammadiyah ini.

Sebagai sebuah tayangan televisi, wajar stasiun milik taipan Surya Paloh mengedepankan opininya menyangkut masalah ini karena setiap media punya visi dan misi dalam program tayangannya baik sebagai tayangan independen atau pendukung parpol tertentu, katakan Nasional Demokrat (Nasdem) yang dipimpin oleh pemilik Metro TV ini.

Mirip dengan tayangan Indonesia Lawyer Club (ILC) pada malam sebelumnya di TV One yang memberikan hak bicara, hak menyatakan pendapat dan hak membela tanpa debat kusir tentang masalah Pansus Hak Angket ini, namun tayangan panjang ILC lebih memberikan kesan netral karena hampir semua pemangku kepentingan mendapatkan hak yang sama untuk menguraikan pendapatnya baik yang layak dan tabu dibicarakan, sedangkan pada Realitas pembelaan mengapa kasus Century, Sumber Waras, dan Reklamasi tidak disentuh KPK kurang banyak frekuensinya, dan ada kesan itu bukan hal yang penting.

Saya mencatat ada tiga bias yang terjadi pada program setengah jam ini. Pertama Bias of Placement: mengapa sosok Pak Amien Rais, salah satu tokoh reformasi 1998 tidak digambarkan sisi positifnya, namun lebih menempatkan ke sisi notorius penggagal rencana Megawati menjadi Presiden ke 4 dengan mengegolkan Gus Dur? Yang kemudian dihubungkan dengan restu Pak Amien, KPK bisa saja dibubarkan. Hal kedua Bias of Omission adalah penghilangan sisi kesalehan dari Pak Amien sebagai ulama namun lebih ke sisi "dendam kesumat". Apakah ini menjadi sarana penggiringan pembunuhan karakter Pak Amien secara khusus dan ulama secara umum? Terakhir adalah Bias Of Spin dan terlihat dari pemilihan judul "Dendam Kesumat" yang seolah menyiratkan betapa "parahnya" Pak Amien begitu disenggol langsung bacok (bahasa pasarannya), lewat tayangan ini.

Bagi saya yang sedang belajar literasi media, apa yang dilakukan oleh Metro TV memang pilihannya dan bagi penonton juga boleh setuju atau tidak karena dengan banjirnya informasi saat ini pilihan ada pada remote televisi pemirsa televisi. Dengan faktanya makin berkurangnya penonton televisi saat ini, tayangan sensasional seperti ini terasa biasa saja diproduksi, karena rating harus terus dicari karena hanya iklan saja yang bikin stasiun televisi hidup. Dan di abad 21 ini saatnya penonton lebih dewasa melihat tayangan beragam dan kritis, bukankah kita harus makin jeli memilih program karena kita anggota Komunitas Pemirsa TV Cerdas (Smart TV Community)?

"If television's a babysitter, the Internet is a drunk librarian who won't shut up." 
(Dorothy Gambrell, Cat and Girl Volume I)

kompasiana-realitas-dendam-kesumat-metro-tv-5941e105ff44bc77b978f0b2.jpg
kompasiana-realitas-dendam-kesumat-metro-tv-5941e105ff44bc77b978f0b2.jpg

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun