Pernyataan diatas bukanlah pernyataan lebay tapi kenyataan yang ada dari Konperensi Asia Afrika (KAA)  60 tahuh yang lalu. Legacy Bung Karno hingga kini masih terasa "Kebesarannya" melewati era orde baru yang menggantikan orde lama yang dipimpinnya dari 1945 hingga 1966. Namun KAA bukanlah masalah event besarnya yang terjadi ditengah perang dingin AS-Uni Soviet (Rusia) juga masalah RRC (Republik Rakyat China) dan Taiwan, yang menjadi faktor utama tapi idenya menyatukan "kebersamaan" sesama negeri tertindas oleh kolonialisme Barat saat itu (hingga kini). Kemampuan Soekarno sebagai salah satu pemimpin menonjol bangsa Asia yang mampu mengundang banyak negara yang saat itu banyak belum merdeka untuk hadir di Bandung, takkan  dilupakan oleh sejarah. Indonesia saat itu baru 10 tahun merasakan kemerdekaan, walaupun tidak murni 10 tahun sebenarnya, kalau diingat "invasi Sekutu ke Surabaya, November 1945 dan agresi Belanda 2x yang tak menerima Indonesia Merdeka hingga harus ditutup dengan Konperensi Meja Bundar (KMB). Artinya menegakkan dan mempertahankan kemerdekaan itu seperti menegakkan benang basah..dan itulah yang membuat banyak pemimpin dunia dan calon pemimpin dunia selanjutnya melihat Bung Karno sebagai role model paling aktual bagaimana Indonesia memimpin menjadi negara merdeka setelah dijajah Belanda dan Jepang.
Coba lihat isi pidato Bung Karno "I say to you, colonialism is not yet dead. How can we say it is dead, so long as vast areas of Asia and Africa are unfree." "And I beg of you, do not think of colonialism only in the classic form which we of Indonesia, and our brothers in different parts of Asia and Africa, know. Colonialism has also its modern dress, in the form of economic control, intellectual control, actual physical control by a small but alien community within a nation." (terjemahan bebasnya : Saya ingatkan pada anda, kolonialisme itu belum mati. Bagaimana bisa dikatakan mati, kalau daerah yang luas di Asia dan Afrika tidak merdeka. Dan saya mohon (anda mengerti) kolonialisme tidak hanya dalam bentuknya klasik yang anda lihat di Indonesia dan saudara-saudara kita di bagian-bagian lain di Asia dan Afrika. Kolonialisme mempunyai bentuk/pakaian baru dalam bentuk kontrol ekonomi, kontrol intelektual, dam kontrol fisik pada (kekayaan alam) oleh komunitas kecil tapi orang asing dalam suatu negara).
Apa yang terjadi pada pertambangan tembaga oleh Freeport, Â perkebunan kelapa sawit yang menghancurkan hutan, serta minyak yang dikuasai oleh para investor asing membuktikan kekhawatiran Bung Karno saat itu dan akhirnya penerusnya yang terbukti merusaknya dengan memberikan ijin dan mendapat suap atas nama rakyat.
Lewat isi pidatonya dalam Bahasa Inggris sungguh visi Bung Karno melewati jamannya dan itu dibuktikan keberpihakan Indonesia saat itu untuk membela negara-negara yang terjajah dan bukan hanya yang sifatnya kasat mata namun arahnya ke masa depan. Orang sekarang mengenal intellectual property, perlindungan kekayaan alam, dan kontrol ekonomi oleh kelompok kecil, pemikiran-pemikiran besar  yang mengubah persepsi Indonesia di dunia internasional  dari bangsa terbelakang menuju bangsa maju. Peran orang-orang pintar  dibawah Soekarno merupakan legacy yang terus dikenang oleh bangsa ini saja tapi oleh bangsa lain yang juga menghormati pahlawannya.Saat itu dari 40-50 negara Afrika, baru sekitar 5 negara yang sudah Merdeka. Dan saat ini  dari sekitar 119 negara yang diundang, hampir 100 akan hadir, dan lebih dari 30 negara akan mengirimkan pemimpin utamanya, sungguh membanggakan karya para bapak dan guru bangsa kita pada saat itu sehingga bangsa asing masih menghargainya.
Makanya sungguh aneh bila pemikiran pemimpin bangsa ini saat ini yang visinya masih "petugas partai" bukan "pelayan bangsa/negara". Â Saya yakin Bung Karno dan para pemimpin lainnya pada awal kemerdekaan RI tidak akan rela dan ridho mewariskan negeri ini bagi pemimpin-pemimpin dengan wawasan sempit dan menjadi bahan tertawaan rakyat negeri lain karena terlihat tidak mandiri.
Berkaca pada konflik saat ini yang sedang marak yaitu Laut China Selatan, ISIS, Yaman, Bako Haram, dan konflik Israel-Palestina, KAA haruslah menjadi lokomotif positif untuk ikut menanggulanginya. Tanpa pemimpin yang disegani dan kondisi ekonomi yang memadai sukar bagi Indonesia untuk ikut serta dalam memecahkan permasalahan internasional ini. Dan itu akan dibuktikan setelah konperensi ini berlangsung...apakah cuma jadi ajang selebrasi /kangen-kangenan atau malah jadi tempat untuk mencari jalan keluar. Time will tell... Happy Anniversary 60th Asia Africa Conference!
https://www.youtube.com/watch?v=BnwtohKTSOM
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H