Mungkin baru pertama kali klub serie A yang tahun kompetisi lalu jadi runner up, AS Roma ke Indonesia namun klub-klub Serie A lainnya sudah pernah kemari antara lain AC Milan, Inter Milan dan Juventus. Sedang klub liga Inggris yang kemari apalagi kalau bukan Liverpool , Chelsea dan Arsenal, sedang Manchester United kayaknya belum pernah.
Klub Liga Belanda, Jerman,Spanyol, dan AS juga pernah kemari tak tak seheboh klub-klub dari Serie A dan Liga Inggris. Pada tahun 70-80an pernah klub Santos dengan Pele, sementara klub Cosmos, New York saat itu juga hadir dengan Johan Cruyff. terakhir LA Galaxy dengan David Beckam pun pernah unjuk kebolehan disini.
Dilihat dari skor yang terjadi adalah sudah pasti tim nasional/klub lokal banyak yang kalah dan satu-satunya klub yang mampu mempencudangi klub asing, ya cuma Niac Mitra yang mampu menaklukkan Arsenal Inggris pada tahun 80an.
Tapi apakah kehadiran klub-klub terkenal ini ada pengaruhnya buat akselerasi perkembangan tim dalam negeri, saya pikir tidaklah. Sukses itu harus lewat kompetisi yang teratur dan profesional dengan menjunjung tinggi sportivitas dan kejujuran, tanpa itu yang muncul hanya kejutan-kejutan kecil bukan sebuah gerakan pembinaan menyeluruh dan prestasi yang terukur.
Ketua PSSI dari era sepakbola modern 70an hingga saat ini pastilah sudah mempunyai target apa saja yang dicapai dalam kepengurusannya, namun yang terjadi dengan raihan prestasi “Cuma” semifinalis Asian Games 1988, 2x juara Sea Games, “hampir lolos” Olympiade 1978, perempat finalis grup Asia Piala Dunia 1986, dan Juara U19 AFF 2013, saya pikir itu tidaklah monumental buat negara sebesar Indonesia dengan dana pembinaan sepakbola yang tak terbatas.
Era PSSI 2000an ditandai dengan prestasi beberapa kali masuk ke final AFF dan semuanya gagal, bahkan pada semifinal tahun ini sudah terhenti, menggambarkan efek pembinaan tidak terasa. Totti, De Rossi, Nainggolan dilihat dari usia pastilah juga sama dengan pemain nasional yang dulu pasti pernah sejaman dengan tim muda PSSI yang berlatih di Brasil (Binatama), Primavera (Italia) dan di Uruguay. Namun mengapa bakat-bakat muda kita tidak bersinar ketika harus bersaing dengan tim minimal Asia/Asean?
Sebagai penggemar sepak bola dan penonton setia liga sepakbola Eropa, kami juga stakeholder persepakbolaan nasional menginginkan dalam waktu cepat pemain Indonesia ada yang bermain di liga-liga terkenal di Eropa dan banyak pemainnya menjadi ujung tombak tim nasional. Kita juga ingin sepak bola menjadi jalan keluar masalah ekonomi negeri ini paling tidak mereka mendapatkan penghargaan dari keterampilannya bermain sepak bola yang usia emasnya sangat pendek (10-15 tahun).
Sudah seharusnya Kemenpora dan PSSI mencari cara yang cantik dan beradab memperbaiki persepakbolaan nasional dan dengan semangat "reformasi berkelanjutan" PSSI mau membuka diri agar mengikuti aturan pemerintah dengan tidak berlindung dalam pasal statuta FIFA yang ternyata terbukti korup. Selamat bekerja Menpora dan PSSI.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H