Mohon tunggu...
Iwan Permadi
Iwan Permadi Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja kreatif televisi dan Guru Bahasa Inggris

a freelance tv creative

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Apa itu Revolusi Industri 4.0?

31 Desember 2017   14:06 Diperbarui: 31 Desember 2017   14:19 38189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari-hari terakhir ini kita dihebohkan dengan berita kesiapan dan kesigapan pemerintah menghadapi Revolusi Industri 4.0 yang sebenarnya sudah masuk dan kita praktekkan dengan maraknya ekspansi dunia digital dan internet ke kehidupan masyarakat , terutama dalam lima tahun terakhir. Pertanyaannya apakah "kesadaran" pemerintah terhadap Revolusi Industri ke 4 ini memang benar-benar dalam posisi stand by atau baru persiapan? 

Hal ini patut digarisbawahi karena produk revolusi industri 4.0 banyak yang menekankan kepada kemampuan Artificial Inteligence(Kecerdasan Buatan) yang mampu menggerakkan robot-robot yang "lebih pintar" dan "tidak pernah mengeluh" sehingga banyak pekerjaan yang dikerjakan tenaga manusia digantikan dengan yang  lebih murah, efisien dan berkualitas lebih tinggi.  Lantas apakah Revolusi Industri 4.0 akan membuat pengangguran makin masif?

Kita sudah mafhum revolusi industri bagian pertama dimulai pada abad 17-19 dimana banyak terjadi penemuan-penemuan teknologi yang menggantikan fungsi manusia seperti yang dilakukan penemuan mesin uap (James Watt),lokomotif  (Richard Trevethiek), kereta api penumpang (George Stepenson), kapal perang dengan mesin uap (Robert Fulton),telpon ( Alexander Graham Bell)  dll. Lalu dilanjutkan oleh revolusi industri tahap kedua dan tahap ketiga dengan ditemukannya listrik,mobil pesawat terbang, komputerdan sebagainya.

Dari Revolusi Industri 1 hingga 3 sepertinya refleksinya dengan peran bangsa ini adalah sebagian besar negeri ini hanya mampu memproduksi barang setengah jadi menjadi jadi dan lucunya ada komoditas produknya dari luar sehingga kita tergantung produk luar dalam memproduksinya. Belum lagi hingga hari ini ekonomi negeri ini masih juga tergantung dengan ekspor komoditas asli tanpa diolah dulu, seperti jaman Penjajahan Belanda, dan lebih lucu lagi ada produk asli di Indonesia diekspor ke negeri lain, lalu diimpor ke negeri ini dengan nilai jual berkali lipat  sehingga devisa kita bukannya berambah malah defisit.

Menghadapi Revolusi Industri 4.0 saya yakin pemerintah dan rakyat Indonesia tahu apakah layak kita bersaing dengan bangsa lain yang  lebih dulu berinvestasi dalam sumber daya manusia yang lebih banyak menggunakan kreativitas otak dalam membuat dan merancang aplikasi internet dan digital?  Mengaca pada hasil riset Bank Dunia (World Bank) baru-baru ini menyatakan bahwa Indonesia perlu 45 tahun (hampir setengah abad) mengejar ketertinggalan dalam bidang  pendidikan dan perlu 75 tahun untuk mengejar ketertinggalan dalam bidang ilmu pengetahuan. Sementara daya saing Indonesia tahun 2017 masih ada diurutan 36 dari 137 negara. Artinya masih banyak pekerjaan rumah yang harus dikejar bila Indonesia mau eksis di Revolusi Industri tahap 4 ini.

Adanya pertemuan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dengan para stake holdernya seperti praktisi, dosen, guru, universitas dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) akhir tahun ini adalah langkah baik untuk mengurangi gap antara dunia industri dan pendidikan.  Link dan Match itu seharusnya bukan lagi jadi word of mouth, atau kata kunci yang hanya manis diucapkan tapi kurang darah saat diaplikasikan, namun harus jadi keharusan dan kewajiban pemerintah dan stake holdernya, agar angkatan muda yang bertambah banyak populasinya dalam beberapa tahun mendatang tahu apa yang menjadi tanggung jawabnya bukan hanya kepada keluarga saja tapi juga kepada negeri ini agar bangsa ini  tidak hanya jadi "pasar" melulu tapi penghasil produk berkualitas tidak hanya di dalam tapi juga luar negeri.

Langkah pemerintah juga seharusnya lebih cerdas dengan melindungi industri lokal dan berkembang dan memberikan kesempatan banyak tenaga kerja muda untuk magang dan berkarya dan ini seharusnya tercermin dengan cetak biru industri Indonesia yang harus dipenuhi dan ditenggat waktunya (deadline)  dan tidak perlu meniru langkah departemen lain seperti Kemendikbud (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) yang setiap ganti pemerintahan dan menteri berganti kurikulum.

Revolusi Industri 4.0 berciri kreativitas, leadership (kepemimpinan) dan entrepreneurship (kewirausahaan) yang mendobrak "mindset" cara bekerja revolusi industri sebelumnya.  Dengan berciri efisiensi dalam komunikasi dan transportasi serta mengarahkan masyarakat untuk memecahkan masalah dengan sistem "one stop shopping"atau "one stop solution" diperlukan atmosfir dunia usaha yang lepas dari lilitan dan hambatan birokrasi  dan itu tidak hanya soal cara bekerja tapi juga mentalitas pegawai dan tenaga kerjanya. Dan pada gilirannya output revolusi ini banyak mendatangkan keuntungan dan kesejahteraan seperti harga barang murah serta kesehatan terjamin bukan malah menambah beban ekonomi masyarakat dan memperbanyak pengangguran.

Ya semoga Pemerintah sudah lebih sigap untuk menghadapi revolusi industri gress ini yang dampaknya sangat masif dan "berbahaya" karena dengan jumlah populasi Indonesia yang tidak lama mengarah ke 300 juta orang , perlu kecerdasan dan ketulusan parpol siapapun yang memegang pemerintahan dan pemangku kepentingan untuk mengarahkan secara visioner mau dibawa kemana Indonesia ini terutama daya tahan dan masa depan ekonominya yang selama ini masih mengandalkan komoditas asli negeri ini  yang makin lama makin berkurang jumlahnya dan nilai ekonominya.

"Imagine a robot capable of treating Ebola patients or cleaning up nuclear waste."(Bayangkan kalau robot sanggup menangani pasien Ebola dan sampah Nuklir) --Dileep George, AI and Neoroscience Researcher

Dari sejumlah sumber.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun