Mohon tunggu...
Iwan Permadi
Iwan Permadi Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja kreatif televisi dan Guru Bahasa Inggris

a freelance tv creative

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Nilai-nilai dari AS yang Mulai Punah

24 Desember 2017   14:06 Diperbarui: 24 Desember 2017   18:57 1765
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kemenangan telak atas penolakan Jerusalem yang diklaim Amerika Serikat (AS) secara sepihak sebagai Ibu Kota Israel dalam voting resolusi dalam Sidang Majelis Umum PBB pada Kamis, 21 Desember 2017, seakan menandakan AS ada di jalan yang salah dan bertentangan dengan mayoritas negara di dunia yang menginginkan kebenaran akan adanya fakta sejarah bahwa Israel sebagai penjajah negeri Palestina itu benar adanya dan itu tidak bisa dipungkiri menyakitkan negeri-negeri yang selama ini menganggap AS sebagai pejuang demokrasi dan hak asasi manusia.

Ibarat pertandingan tinju kemenangan TKO negeri pencinta kemerdekaan (128 negara) melawan AS , 35 negara abstain dan 9 negara penolaknya menggambarkan peta politik saat ini yang berbeda dengan saat AS, Inggris, Perancis dan Uni Soviet (Rusia) sebagai pemenang perang dunia ke dua mendirikan PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) sebagai sarana untuk merekrut banyak negara terjajah untuk mendirikan negerinya yang berdaulat.  Cita-cita luhur yang penuh puja puji kepada keempat negara tersebut , terutama AS yang mengklaim sebagai pemimpin negeri Sekutu yang mengalahkan Nazi Jerman  dan Jepang, duo penjajah utama saat Perang Dunia kedua.

Pidato "kegusaran" AS lewat dubesnya di PBB, Nikki Haley, mengisyaratkan bahwa AS tidak akan mau keputusannya tentang Jerusalem dianulir (dan ini tabu) bagi mereka setabu mengakui kekalahannya dalam konflik perang Korea (1950) dan perang Vietnam (1975).  Pidato ancaman yang akan memotong bantuan kepada negara-negara penyokong resolusi tersebut  menjadi penanda kalau bantuan yang seakan tulus tersebut malah jadi alat politik.

Haley juga menganggap keputusan resolusi PBB (yang sangat memalukan AS tersebut) dengan tambahan kata sebagai sebuah hinaan (insult) dari PBB kepada negaranya yang banyak menyumbang (penyumbang donasi dana terbanyak PBB). Hal lain yang diucapkan Nikki adalah Negeri adidaya macam AS tidak perlu didikte dan diajarkan bagaimana membuat keputusan.    

Setelah itu AS memveto resolusi yang mengecam pengakuan AS soal Jerusalem sebagai ibukota Israel dalam Sidang Dewan Keamanan (DK) PBB dengan 14 negara mendukung sementara AS saja yang menolak. Bahkan sekutu dekat AS seperti Inggris dan Perancis sebagai dua anggota tetap DK PBB ikut mendukung resolusi tersebut. Resolusi Majelis Umum PBB memang tidak mengikat sebagaimana hasil DK PBB.

Mengapa AS dibawah Donald Trump begitu berubah? Tidak hanya soal klaim Jerusalem, tapi juga penolakan "bertanggung-jawab" efek dari Pemanasan Global (Climate Change) serta menarik kesepakatan kerjasama perdagangan yang telah ditanda-tangani dengan banyak negara dengan alasan AS banyak dirugikan.

Kekuatan baru ekonomi dunia seperti China, Rusia, India dan lainnya rupanya membuat AS merasa sudah berbuat "baik"  dan "dermawan" dengan membiarkan pasar besar ekonominya dipenuhi barang-barang murah dari ketiga negara tersebut serta banyak negara berkembang lainnya, sehingga membuat ekonomi negeri Paman Sam ini defisit luar biasa besar dan saatnya kartu proteksi dan populisme dimainkan, padahal kemajuan dunia saat ini tidak bisa ditahan sebagaimana yang dikatakan oleh Alvin Toffler, the futurists (Pemikir Masa Depan) "Knowledge is the most democratic source of power" (Pengetahuan adalah Sumber Kekuatan paling Demokratis).

Presiden AS ke 17, Andrew Johnson pernah mengatakan "If you always support the correct principles then you will never get the wrong results!" (Seandainya anda selalu mendukung prinsip-prinsip yang benar , anda lantas tidak akan pernah mendapatkan hasil yang salah). Kemudian Presiden AS ke 28, Woodrow Wilson mengatakan "The object of love is to serve, not to win." (Objek dari cinta adalah melayani bukan untuk memenanginya). Terakhir Presiden AS ke 43, George W. Bush mengatakan  "A leadership is someone who brings people together." (Kepemimpinan adalah seseorang yang mampu membawa banyak orang untuk (bergerak) bersama.  Dari ketiga pernyataan (quote) tiga mantan presiden AS tersebut tidak tercermin dari keputusan PresidenDonald Trump yang double standard, diatas jalan berpikir yang salah dan jauh dari visi kepemimpinan global.

Namun bagaimanapun kita tidak perlu putus asa dan putus harapan mengenai jalan damai di masa depan antara Palestina dan Israel  bila kedua negeri ini memang ingin berdamai dan  mediatornya adil dan akhirnya mungkin pertumpahan darah di sana tidak perlu terjadi. Masalahnya adalah bila juru adilnya sudah tidak dipercaya dan berat sebelah artinya sudah saatnya AS menarik diri  walaupun ini tidak akan mungkin dilakukan oleh AS karena ada faktor Israel disana.

"Men are not prisoners of fate, but only prisoners of their own minds." (Manusia itu bukanlah tahanan dari nasibnya tapi hanya tahanan dari pemikirannya sendiri) kata Presiden AS ke 32, Franklin D. Roosevelt. Jadi Presiden Donald Trump bila terus mengembangkan jalan pemikirannya yang salah akan menjadi narapidana pemikirannya sendiri yang akan membuat "blunder" (Kesalahan fatal) dalam keputusannya kelak. 

"If the freedom of speech is taken away then dumb and silent we may be led, like sheep to the slaughter."(Seandainya kebebasan/kemerdekaan berbicara diberangus, kemudian (akan terjadi) kedunguan dan kesunyian melanda, seperti kambing menunggu untuk disembelih-tanpa memprotes) kata Presiden AS ke 2, George Washington. Kesimpulannya apakah AS ingin negeri-negeri lain seperti kambing dan hak untuk menyatakan pendapatnya diberangus  lalu kepentingannya sekaligus hak untuk menyatakan pendapat yang berbeda dengan AS termasuk  suatu penghinaan kepada AS? Jadi di dunia ini hanya AS saja yang merasa benar? Excuse me! I think you are wrong definitely!

Dari sejumlah sumber.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun