Mohon tunggu...
Iwan Permadi
Iwan Permadi Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja kreatif televisi dan Guru Bahasa Inggris

a freelance tv creative

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Rokok Sahabat Televisi?

17 Oktober 2017   15:31 Diperbarui: 17 Oktober 2017   20:39 758
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Begitulah yang saya bisa simpulkan betapa iklan rokok masih berpeluang untuk ditampilkan di televisi seperti yang ada dalam Rancangan Undang Undang (RUU) Penyiaran yang sekarang sedang digodok di DPR. Artinya walapun rokok sudah dinyatakan sebagai bahan/zat berbahaya (UU Perlindungan Konsumen No.8/1999) tetapi karena ada "kepentingan" komersial disana, mau tidak mau, iklan rokok belum bisa dihapuskan sama-sekali di televisi saat ini.

Produk rokok memang dilematis karena masih banyak acara televisi yang ditayangkan antara pukul 21:30 keatas disponsori atau mendapatkan iklan pendukung dari produk ini. Tanpa iklan rokok akan berat bagi pemodal televisi untuk bisa melanjutkan bisnis televisinya karena selain padat modal juga return of investment (ROI) nya akan makin lama kembali. Iklan adalah darah atau urat nadi televisi yang sangat vital bagi produk tayangan televisi yang dihasilkan dan tanpa adanya kehadiran iklan terutama dari produk rokok, bisa dibayangkan stasiun televisi akan berdarah-darah mencari dana untuk keberlangsungan program-programnya.

Disadari bahwa di era digital yang serba instan ini, teknologi video sudah bukan satu-satunya milik televisi, karena lewat media sosial, banyak produk video yang dihasilkan lebih menarik, lebih lengkap tanpa terganggu iklan, bisa direkam dan ditonton sesuai keinginan penonton (VOD-Video on demand) dan juga lebih "berani" (sedikit sensor)-Praktis penonton televisi dilihat dari trendnya makin berkurang kuantitas dan kualitasnya, dan disinilah masuknya iklan rokok kembali untuk ditayangkan dari semula ingin dihapuskan (Pasal 144 Ayat 2 Huruf I)

Namun perjuangan untuk menempatkan iklan rokok tetap ada ada di televisi akan menjadikan pertelevisian Indonesia menjadi satu-satunya negara di lingkungan ASEANyang terdiri dari 10 negara yang masih memperkenankan iklan rokok ditayangkan. Yang artinya siapapun pendukung RUU ini pasti sudah secara sadar "membunuh" rakyatnya terutama generasi muda yang semakin muda saja usianya yang menikmati rokok dan juga semakin banyak. Data Kementerian Kesehatan menyebutkan perokok usia 16-19 tahun tahun 1995 masih dibawah 10 persen (7,1) pada tahun 2014 sudah diatas 20 persen (20.5). Dan yang mengejutkan perokok muda(10-14 tahun) pada tahun 1995 masih 8.5 persen dan pada tahun 2013 naik lebih dari 100 persen yaitu 18 persen.

Para pemangku kepentingan rupanya mempunyai standar ganda dalam membuat keputusan ini karena di satu sisi bersyukur dengan bonus populasi yang banyak dihuni generasi muda , tapi di lain sisi meracuninya dengan produk yang sudah dianggap sebagai tak baik bagi kesehatan (UU Perlindungan Anak No.35/2014). 

Artinya boleh dibilang laju perusahaan rokok di Indonesia didukung oleh jumlah produk rokok yang semakin banyak dihisap oleh kalangan muda dan pada gilirannya negeri ini juga banyak kehilangan devisa karena ongkos pengobatan sakit akibat rokok akan lebih besar daripada menghindarkan mereka berurusan dengan rokok. Pemerintah dan masyarakat Indonesia, setiap tahun rata-rata harus mengeluarkan biaya hampir 190 trilyun rupiah untuk mengobati dan menangani penyakit akibat rokok padahal cukai yang didapatkan hanya sepertiga kurang lebih 60 trilyun rupiah (Data 2011).

Dan keberhasilan iklan rokokdalam membius peminatnya terutama dari produk iklannya yang dibungkus dengan tema kejantanan, keglamouran, kemewahan,kesuksesan dan kebersamaan serta dipresentasikan dengan visual menarik dan kekinian, membuat iklan rokok yang sudah dianggap "berbahaya" menjadi "teman". Sementara pendidikan anti rokok terlihat belum maksimal karena sebagian besar masyarakat masih permisif serta banyaknya alasan bahwa merokok itu sesuatu kegiatan "refreshing"yang menyenangkan. 

Pilihannya tinggal kini kepada para pemangku kepentingan mana yang mereka dahulukan kepentingan generasi muda yang sehat dan kuat atau lemah,lembek dan penyakitan untuk masa 20 hingga 30 tahun mendatang? Jangan sampai keputusan yang salah dibuat dan akan disesalinya saat mereka sudah tidak menjabat lagi. Bangsa ini perlu contoh dan teladan, dan sebaiknya RUU ini dikaji ulang lagi agar bangsa ini jangan cuma jadi penonton dan pekerja kasar pada saat ekonomi negeri ini diprediksi masuk salah satu dari tujuh negara dengan ekonomi paling besar di dunia, sekitar dua dekade lagi. Generasi muda adalah aset dan bukan jadi beban , untuk itu pemerintah perlu turun tangan agar negeri ini bisa cepat terbang tinggi dan tidak "bengek". Semoga.

Avoid using cigarettes, alcohol, and drugs as alternatives to being an interesting person. (Marilyn vos Savant)

Ref : Dari berbagai sumber.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun