Perkembangan internet dan sosial media saat ini sudah sangat masif dan ibarat virus sudah tersebar ke penjuru tempat. Dulu media konvensional masih menganggap internet sebagai lahan ekstra untuk tambahan pembaca, pemirsa dan penggunanya, namun ternyata saat ini tidak bisa tidak, internet adalah tulang punggung media massa di masa depan. Mungkin kata E-commerce, E-book dan lainnya akan pudar sehingga tanpa embel-embel E, sudah pasti digital sudah masuk dalam ranah media di masa depan. Seperti saat ini komunikasi antar manusia tanpa kehadiran media sosial macam Facebook, Twitter dan YouTube dianggap manusia out of date (kuno) dan ketinggalan jaman.
Lantas apakah internet musuh media konvensional? Jelas karena keduanya menganut sistem yang berbeda. Konvensional sifatnya mendikte (one way communication) karena berpijak pada pemahaman bahwa dunia dan alat komunikasi merupakan alat yang mahal dan terbatas sehingga bisa seenaknya diatur dan diarahkan para pemilik modal.
Faktanya dunia digital mampu mengesampingkan hal itu karena dengan perangkat yang murah, portable dan mudah diakses, digital memberikan banyak kesempatan terutama penggunanya untuk menciptakan konten dan membuat trend. Hal inilah yang membuat media konvensional tidak bisa secara egois berjalan di jalurnya dan tidak peduli dengan “dunia lain” yang juga bergerak untuk eksis.
Sejumlah stasiun televisi telah peka dengan kemajuan dunia informasi dan komunikasi ini dengan memberikan ruang dalam tayangan video viralnya dengan memberikan kesempatan penontonnya untuk berpartisipasi terutama dalam memberikan tanggapan atau pendapat (opini) dalam program televisi yang dibuat. Lewat tayangan live streaming, stasiun televisi juga mampu mendulang sejumlah uang lewat iklan via internet bagi penonton yang tidak mau menonton lewat televisi. Dan yang fantastis adalah berkembangnya on demand audience yaitu penonton televisi yang hanya ingin menonton program televisi sesuai dengan “kenyamanan” mereka baik waktu, tempat, program yang disukai dan kesempatan yang mereka inginkan.
Penonton “on demand” bukan lagi hal yang aneh beberapa tahun kedepan atau lebih cepat dari itu karena menurunnya trend penonton televisi saat ini bisa jadi karena penonton tradisional yang tadinya punya tradisi menonton televisi seperti biasanya, karena adanya kemudahan mendapatkan akses internet, gawai dan gadget yang makin canggih tapi murah akan melakukan kegiatan menonton sesuai selera dan kenyamanan mereka.
Katakanlah bila penonton “on demand” pada akhirnya menjadi dominan artinya sponsor akan beralih dari televisi ke media internet dan sosial media lainnya karena secara nilai/harga lebih murah dan efektif. Katakan program kesehatan, olah raga, fashion, agama dan lain-lain punya penggemar tersendiri, artinya akan secara mudah dan tepat sasaran sponsor menyasar target audience produk yang mereka pasarkan. Lantas bila penonton makin sedikit bagaimana dengan produksi program televisi? Jelas makin mahal karena sponsor berkurang dan bisa jadi stasiun televisi besar saat ini harus ikut bertarung dengan stasiun tv lokal/Production House yang punya sarana penayang “YouTube” dalam memproduksi konten yang disenangi masyarakat.
Fenomena kesukarelawanan dalam politik telah mengusung secara sukses figur Jokowidan Ahok dan mampu pula menantang pelemahan KPKcontohnya, artinya demokrasi dari penonton (rakyat) itu nyata dan berseberangan dengan “keinginan” politikus atau pejabat yang memakai pola pikir tradisional dan puritan dan ingin memaksakan kehendaknya. Begitu juga dengan pengelola televisi harus sudah mulai peka dan waspada dengan demokrasi digital yang mulai menguat yang menginginkan program yang sesuai dengan keinginan penonton.
Dan bila pengelola televisi masih terus menggunakan konsep-konsep lama dalam mengelola program dan produksi televisinya, para penonton pun akan dengan mudah pula menciptakan konten yang sesuai dengan keinginan mereka. Bila ini terjadi siapakah penonton televisi saat ini dan masa depan sebenarnya? jangan-jangan rating hanya menghitung dan menyaring kuantitas penonton tapi bukan kualitas penonton dan bukanlah potential buyer yang disasar sponsor?
Ya revolusi digital telah mengubah peta pertelevisian baik dalam cara menonton dan juga bisnis televisi yang mengiringinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H