Mohon tunggu...
Iwan Permadi
Iwan Permadi Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja kreatif televisi dan Guru Bahasa Inggris

a freelance tv creative

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Global Warming atau Gombal Warming?

7 Desember 2015   17:49 Diperbarui: 7 Desember 2015   18:04 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Istilah global warming atau pemanasan global sekarang telah diganti dengan climate change atau perubahan iklim. Dilihat dari makna katanya yang pertama berarti ada unsur pemicu sedangkan yang kedua karena alam yang berubah artinya manusia itu sifatnya pasif saja dibandingkan dengan arti yang pertama yang sifatnya aktif.

Tapi rupanya manusia dalam hal ini negara-negara besar sadar bahwa climate change itu terjadi karena ulah manusia dan para ahli lingkungan mengatakan itulah buah dari perkembangan industrialisasi sejak jaman revolusi industri pada abad ke 18 dan 19 yang lalu. Pada awalnya negara maju mengelak dari tanggung jawab pengaruh perubahan iklim seperti ditandai dengan mencairnya gunung es di, naiknya air laut, meningkatnya badai dan angin topan, kekeringan, banjir dan lain-lain sebagai akibat dari industrialisasi yang dilakukan mereka. Mereka pun beramai-ramai menyindir dan menganggap para ahli lingkungan membuat kebohongan publik. Namun seiring waktu dengan sosialisasi dan bukti-bukti empirik yang kasat mata, akhirnya pemerintahan negara maju sadar bahwa mereka harus ada di garis depan dalam penanggulangan kerusakan lingkungan dan juga iklim. 

Konperensi Climate Change di Paris pada 30 Nopember 2015 yang menghadirkan 150 pemimpin dunia menjadi semacam sinyal bahwa negara maju ingin membuat stigma baru sebagai negara yang akan mengurangi emisi efek rumah kaca ini dan mendukung suhu bumi tidak naik hingga mencapai 2 derajat-maksimal 1.5 derajat saja. Masalahnya adalah penggunaan energi fosil yang murah macam batu bara, kayu bakar, dan emas hitam semacam minyak bumi adalah biang dari pemanasan global ini sudah ratusan tahun digunakan negara-negara maju (negara industri) dan manfaatnya telah mereka rasakan dengan kemakmuran yang mereka miliki. Bagi mereka tidak masalah pindah atau mengkonversi penggunaan energi ke energi terbarukan yang pro lingkungan-karena telah mempunyai dana cukup dan keahlian mumpuni untuk itu-disamping kesejahterahan rakyat mereka yang sudah melewati fase negara berkembang yang masih memikirkan besok makan apa. 

Sikap Presiden Obama dan sejumlah pemimpin lain yang meninggalkan lokasi konperensi saat Presiden Jokowi berpidato menyiratkan bahwa Amerika Serikat hanya perlu yang kongkrit-kongkrit saja dan mereka tahu "dosa terbesar" ada pada mereka. Jadi Indonesia tidak perlulah jadi pendekar atau merasa jadi salah satu negara maju karena masuk G20 untuk menurunkan tingkat emisinya. Indonesia harus jelas memperjuangkan nasibnya dengan tetap menggunakan energi fosil karena murah dan secara perlahan berinovasi pada energi terbarukan, selain karena biayanya mahal juga jangan mengorbankan tingkat pertumbuhan ekonomi hanya gara-gara tidak boleh pakai energi fosil. 

Malah seharusnya Indonesia harus berjuang agar negara-negara maju yang sekarang banyak berkorban agar pulau-pulau Indonesia jangan sampai abrasi dan akhirnya tenggelam gara-gara air laut naik. Tidak perlu gengsi merasa sebagai negara berkembang, karena faktanya negara-negara maju telah menikmati kehidupan dan kesejahterahan ratusan tahun dengan meninggalkan dampak dan akibat buruk kepada Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya.

Indonesia cuma perlu main cantik agar tetap dianggap sahabat negara maju dan negara miskin/berkembang, dan disitulah ciri khas Indonesia sebagai negara non blok yang canggih main ditengah-tengah. Faktanya melawan negara maju dengan mengkritik mereka investasi akan berkurang atau mandek, sementara melawan negara berkembang/miskin, Indonesia akan dianggap agennya negara maju.

Mudah-mudahan pemanasan global tidak cuma jadi isu semata dan hanya cuma bersinar saat konperensi dan akhirnya isu ini cuma jadi bahan olok-olok seperti pemanasan gombal!

 

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun