Mohon tunggu...
Iwan Permadi
Iwan Permadi Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja kreatif televisi dan Guru Bahasa Inggris

a freelance tv creative

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Film G30S PKI dan Orde Baru

30 September 2015   10:41 Diperbarui: 19 September 2017   11:03 778
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai generasi yang lahir pada tahun 1960an, dan besar di tahun 1980an, Peringatan Hari Kesaktian Pancasila, 01 Oktober, yang sebelumnya didahului adanya peristiwa Gerakan 30 September PKI atau juga bisa disebut Gestapu PKI sudah merupakan kegiatan rutin melihat film Pengkhianatan G30s PKI, baik lewat layar TVRI (karena cuma satu-satunya stasiun televisi yang ada saat itu) atau lewat kegiatan karang taruna di tempat tinggal kami. Seolah memang G30S PKI merupakan bayangan hitam sejarah Indonesia yang harus terus digelorakan untuk tidak terulang lagi. Istilah yang top saat itu PKI adalah bahaya laten. 

Film berdurasi 4 jam yang menggambarkan kekejaman PKI dan antek-anteknya dalam membunuh dan menyiksa 7 Pahlawan Revolusi selalu tergambar di benak penonton. Kontras antara kedukaan korban dan kebiadaban karakter PKI berhasil digambarkan oleh sutradara Arifin C Noer dalam setiap scenenya. Namun image/citra yang didapat penonton akhirnya bermuara pada tokoh antagonis (PKI) dan tokoh protagonis (Jenderal Soeharto/Orde Baru). 

Skenario/cerita yang ada dan yang digambarkan memang sama seperti dalam buku sejarah yang diajarkan saat itu sebab sejarah apapun rincian dan tujuannya tergantung yang menang, seperti Jenderal Soeharto yang menjadi Presiden Ke 2 RI adalah pahlawan dalam peristiwa ini. Dan ini tidak berakhir disini saja pengkultusan Jenderal Soeharto, lihat film Janur Kuning dan Serangan Fajar(Serangan Umum 1 Maret). 

Rupanya Pak Harto sadar, film adalah media efektif dalam menggambarkan "kebesaran"seorang pemimpin dalam memberikan pencitraan positif kepada warganya. Dan inilah pelajaran yang didapat dari Hollywood dalam rasa "cinta tanah air"yang digambarkan lewat Bendera AS, Gedung Putih, Capitol Hall dan simbol-simbol kebesaran AS dalam setiap film-film yang dirilisnya. 

Kejatuhan Soekarno, Presiden RI pertama, saat itu dan timbulnya peristiwa G30 S PKI bisa jadi sikap netral Bung Karno dalam menyikapi persaingan antara kelompok Nasionalis, Agama dan Komunis. Sikap netral yang tentu saja membuat kalangan agama gerah setelah ketiga kelompok itu dikumpulkan menjadi satu yaitu Nasakom. Bagaimana mungkin Agama yang punya Tuhan dijadikan satu dengan Komunis yang anti Tuhan?

Kemudian adanya fakta Bung Karno dekat dengan RRC (Republik Rakyat China) yang komunis sehingga ada poros Jakarta-Beijing, yang katanya membuat AS (Amerika Serikat) berang, belum lagi sikap Bung Karno yang non blok sehingga dengan bebas Bung Karno berhubungan dengan petinggi Uni Soviet (Rusia saat ini). Keluarnya Indonesia dari PBB, konflik dengan Singapura(Dwikora) dan Konfrontasi dengan Malaysia menambah runyamnya kondisi politik saat itu. 

Tapi yang jelas Soekarno saat itu mampu menjaga tumpah darah Indonesia dari eksploitasi negeri asing, kasarnya dibeli untuk menyerahkan konsesi kekayaan negerinya-suatu sikap yang jarang ada saat ini. Soekarno dengan plus minusnya tetap teguh dalam pendiriannya menganggap dinamika politik saat itu janganlah sampai menghancurkan negeri ini. 

Dramatisnya film ini saat Ade Irma Suryani, anak almarhum Jenderal A.H. Nasution, ikut tewas, serta kemarahan Jenderal Ahmad Yani yang ingin berpakaian lengkap untuk menghadap Presiden RI, Soekarno, tapi justru dihardik untuk segera naik ke truk penjemput dan akhirnya ditembak serta peristiwa penculikan dan pembunuhan Pahlawan Revolusi lain tepat 50 tahun lalu. Kejadian itu memang sangat membekas di benak penonton betapa kejamnya sebuah perang saudara, karena Pasukan Tjakra Birawa, pasukan elite dan pengawal Presiden malah menjadi tokoh antagonis. Isu Dewan Djenderal yang terus dibawa dalam film ini menjadi kata kunci betapa rinci dan runutnya desain penghkhianatan ini terjadi. 

Akhirnya bicara 50 tahun setelah peristiwa itu terjadi , hingga hilangnya surat Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret) yang diterimakan kepada 3 Jenderal yaitu Basuki Rahmat, Amir Machmud dan Muhammad Yusuf, serta dugaan CIA terlibat membuat peristiwa ini masih penuh tanda tanya hingga saat ini. 

Tapi bagi mereka yang paham kondisi politik dan militer saat itu, sungguh luar biasa desain peristiwa itu, ibarat dalang dan wayangnya. Para wayang muncul, berperan dan dimatikan, begitu juga dengan peristiwa yang timbul dan tenggelam seolah ada grand design yang luar biasa. Hingga akhirnya setelah peristiwa kelam itu terjadi , Jenderal Soeharto, diangkat sebagai Presiden RI ke 2, karena dianggap berjasa dalam memadamkan peristiwa G30S PKI dan kemungkinan Indonesia menjadi negara yang terpecah belah. Dan akhirnya sebagai pemimpin Orde Baru, Soeharto punya otoritas penuh melarang dan membubarkan PKI dan meletakkan Komunis sebagai public enemy number 1, hingga saat ini. 

Bagi mereka yang lahir dan besar di tahun 90an, mungkin tidak akan pernah melihat film Pengkhianatan G30s PKI ini lagi sebagai rutinitas kegiatan menonton pada setiap tanggal 30 September malam. Film yang telah dihentikan penayangannya pada tahun 1998 memang banyak mendeskritkan pihak lain antara lain simbol Angkatan Udara seperti Lanud Halim PK yang dianggap sebagai sarang PKI.  Dan ini rupanya ada hubungan sepertinya dengan status Marsekal Umar Dani, sebagai salah satu petinggi AURI saat itu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun