Pepatah saat ini yang sering terungkap adalah hal yang pasti di masa depan adalah ketidak-pastian. Tapi bukankah sejak kecil kita selalu diajar oleh orang tua kita untuk giat belajar, rajin berdoa dan selalu menabung? Artinya ortu kita paham itu modal minimal yang kita bisa lakukan sebelum bisa cari uang sendiri. Kebiasaan saat kecil kita itu ternyata banyak manfaatnya ketika kita besar yaitu investasi baik waktu, ilmu dan dana untuk kemandirian di masa depan.
Begitu juga yang tercermin dalam acara reuni "dadakan" IVM (Indosiar Visual Mandiri) yang diadakan di sebuah restoran fast food di Senayan Jakarta, di minggu pertama Desember 2014. Lebih dari 20 tahun yang lalu saat televisi ini mulai mempersiapkan diri-Indosiar akan memperingati ultahnya yang ke 20 pada 11 January 2015, teman-teman baik produksi dan program berganti-ganti kantor dari Jalan Hayam Wuruk, Jalan Balai Pustaka-Rawamangun hingga Jalan Damai-Daan Mogot kami mempersiapkan diri, salah satunya dengan pembimbing kami TVB-Hongkong. Sebagai televisi swasta nasional ke 5 saat itu setelah RCTI, SCTV.TPI dan ANTV, Indosiar terbilang televisi "rookie" yang melejit menyaingi pesaingnya saat itu terutama RCTI berkat program-program lokal dan sindikasi yang merajai slot prime time saat itu. Anda kalau pernah tahu program stripping (tayang senin hingga jum'at) pionernya ya IVM (Indosiar Visual Mandiri) dan rating dan sharenya sangat tinggi. Return of The Condor Heroes, Marimar adalah sebagian contoh program asing...sedangkan sinetron lokal spt Pondok Pak John serta variety show macam Pesta. Ekspresi, Dangdut Ria, Klip dan magazine show ala Jelita, Kiss dll ikut meramaikan panggung entertainment Indonesia saat itu.
Cerita diatas cukuplah menjadi tinta emas teman-teman yang sudah alumni dan mungkin banyak yang masih aktif berkiprah disana. Sebagai informasi saja kepemilikan Indosiar sejak beberapa tahun lalu sudah berpindah tangan ke pemilik baru yaitu SCTV. Dan bagi sebagian karyawan Indosiar kepemilikan baru tidak musti harus tetap bergabung karena ada yang memulai bisnis baru dan pekerjaan baru...sesuatu yang lumrah saja...karena bisnis televisi dan umumnya entertainment adalah tidak pasti. Kita sudah terbiasa dengan rumus tidak bisa menentukan berapa rating dan share oleh sebuah program dan yang kita bisa lakukan hanyalah melakukan pra produksi dan prediksi. Kalau menggunakan artis yang lagi naik daun dan juga menayangkan topik yang sedang in. dijamin ratingnya mungkin ada. Tapi tidak lah sesimple itu rupanya...bagaimana promonya, bagaimana kontennya, bagaimana presentasinya, bagaimana segmentasinya dan bagaimana pesan dan kesannya...wah banyak parameter musti dipertimbangkan dan didisain rupanya. Dan itulah investasi waktu, belajar dan pengalaman yang sulit dicari padanannya yang membedakan antara kreativitas senior dan junior yang diukur lewa perbedaan jam terbang keduanya.
Ketertaitan antara satu lini dan lainnya yang akhirnya saling membutuhkan membuat para kru produksi khususnya sudah tahu jalan dan cara untuk memulai program baru karena cetak birunya sudah ada didalam kepala dan eksekusi di lapangan hanya setengah pekerjaan sisa yang tinggal diselesaikan sesuai disain maksimal yang telah disiapkan. Hal ini yang membuat banyak kejadian terjadi eksodus grup produksi atau program dari satu televisi ke televisi lain spt saat Eksodus grup Indosiar ke Trans TV juga dari Trans TV ke ANTV dan juga dari RCTI ke Indosiar dan lain-lain.
Dengan makin maraknya dunia sosial media, sesuatu yang tak terbayangkan terjadi pada jaman 90an...membuka cakrawala para kreator televisi untuk berteman dengan fenomena ini. Saat ini hampir semua tayangan televisi mengikut-sertakan para pengguna media sosial baik facebook, twitter dan youtube untuk disertakan dalam segmen programnya baik berupa insert namun juga jadi konten utamanya jadi kalau dulu dalam membuat program pemirsa itu cuma jadi penonton..tapi sekarang mereka kita arahkan konten mereka sesuai dengan kebutuhan tayangan televisinya. Nah inilah kreator televisi jaman sekarang kebanyakan. Tapi masih adakah acara-acara besar dengan pemikiran besar yang lain? Masih banyak lah. Ajang Idol, X Factor, Master Chef, Program Dangdut, Program Kuis Lawas spt Berpacu Dalam Melodi, Family 100 dan lain-lain juga masih eksis...dan nyaris tanpa pengaruh medsos yang berarti.
Bagi insan televisi tidak boleh ada nada pesimisme dalam menyiasati fenomena ini kedepannya, tetap harus optimis toh perhitungan rating yang dipercaya advertiser kan masih tradisional juga...cuma 10-11 kota dan lewat televisi extraterestrial. Jadi selagi masih bisa bersaing di mainstream karena ada modal, kesempatan, keahlian dan pengalaman, seharusnya para alumni IVM tidak boleh lempar handuk....teruslah bersaing walaupun faktanya para pemain di dunia entertainment..makin lama makin muda usianya. Tapi bukankah di entertainment itu berlaku tua itu pasti...muda itu pilihan. Artinya muda bukan saja kostum dan atributnya...tapi juga cara berpikir, bersikap dan juga bertutur. Okelah Selamat Reuni Teman-Teman Indosiar...sampai kapanpun Loe Tetap Temen Gue!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H