Mohon tunggu...
Iwan Permadi
Iwan Permadi Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja kreatif televisi dan Guru Bahasa Inggris

a freelance tv creative

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

26 Tahun Televisi Swasta Nasional Indonesia

23 Agustus 2015   21:22 Diperbarui: 24 Agustus 2015   11:25 1710
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tak terasa sudah 26 tahun Televisi Swasta Nasional mengudara tepatnya sejak 24 Agustus 1989. Saat itu RCTI (Rajawali Citra Televisi Indonesia) menayangkan programnya yang kebanyakan full impor. Siaran terbatas lewat decoder itu hanya dinikmati warga yang mampu membayar iuran berlangganan. Seingat saya iurannya besarannya Rp.44.000. Wah, cukup mahal saat itu, tapi programnya memang asyik punya karena selama kurun waktu 10 tahun sejak iklan dilarang di TVRI (Televisi Republik Indonesia), praktis acara televisi tidak ada yang menarik.

Masyarakat saat itu rame menyewa betamax dan VHS untuk menyaksikan film-film Hollywood. Tapi sejak RCTI mengudara film-film Hollywood dan serial menarik lainnya bak air bah menyerbu. Dan tak lama sesudah itu karena ijin siaran yang memang milik publik harus juga di-share ke masyarakat, tak pelak decoder ditarik, dan RCTI menjadi stasiun televisi pertama yang menjadi sumber informasi dan hiburan yang lebih keren dan lengkap ketimbang TVRI. Konsekuensinya karena siaran gratis, RCTI berhak mendapatkan iklan dan di sinilah komersialisasi acara televisi pun dimulai.

RCTI dan kemudian SCTV, TPI, ANTV dan Indosiar adalah stasiun televisi pelopor di jagad hiburan Tanah Air. Mereka saat ini masih eksis walaupun berganti pemilik. Indosiar sekarang dimiliki oleh pemilik SCTV, sementara TPI pun juga dimiliki oleh pemilik RCTI saat ini, dan berubah nama menjadi MNC TV. Dilihat dari program-program mereka RCTI dan SCTV memang untuk kalangan AB Class dan urban area, sementara ANTV untuk kalangan muda saat itu, sementara Indosiar ingin menyasar semuanya, kayak supermarket, sementara TPI menggarap pasar bawah, maka ada singkatan TPI, Televisi Pembantu Indonesia karena materi tayangannya dikategorikan untuk kelas bawah.

Menarik kalau dibilang program apa saja yang happening saat RCTI mengudara apalagi kalau bukan Si Doel Anak Sekolahan yang saat ini pun masih diputar, terutama, ini asumsi saya, pada slot-slot di mana RCTI share-nya lagi rendah. Padahal, sinetron itu sudah lebih dari 20 tahun, tapi memang dahsyat melihat Alm. Benyamin S, Rano Karno, Cornelia Agatha, Maudi Koesnadi, Alm Basuki, Mandra, Omas dll... nggak ada tuanya... dan nggak ada matinya.

Lenong Rumpi lucu juga kalau ingat Harry de Fretes, Titi DJ, dan lain-lain beraksi. Dan yang paling saya ingat apalagi kalau bukan Liga Italia Serie A saat masih jaman keemasan Maradona di Napoli, Marco van Basten di AC Milan serta Roberto Baggio di Juventus... pokoknya seru banget. Kuisnya juga jempolan ada Piramida, Kata Berkait, Dari Hati ke Hati, Apa ini Apa itu, Tak Tik Boom, Kontak, Warna-Warni, Telekuis Jari jari dll. Beritanya juga seru dari berita Seputar Jakarta lalu berganti nama jadi Seputar Indonesia dengan dua host mereka yang terkenal saat itu Desi Anwar dan Helmy Yohannes.

So, bagaimana RCTI saat ini? Maaf saya tidak bicara TVRI, karena stasiun publik yang seharusnya menjadi perhatian kita ini, sudah lama dianak-tirikan, padahal ketika RCTI mengudara, tidak sedikit karyawan TVRI eksodus, sama seperti eksodus pada tahun 2000-an, Indosiar/RCTI ke Trans TV, juga 2-3 tahun lalu, eksodus karyawan Trans TV yang sudah berpengalaman ke Net TV. Sejarah selalu berulang ya seperti Liga Champions/Final Piala Dunia. Tahunnya beda tapi ceritanya sama. 

Posisi RCTI saat ini, berdasarkan hitungan minggu ke-32, 2015 (09-15 Agustus) tidak jelek, ada di posisi ke-2 di bawah SCTV yang dominan memimpin sejak tahun lalu. Dari 10 besar acara berating tinggi, untuk RCTI ternyata 6 berformat sinetron series. Dari 10 besar acara berating tinggi untuk seluruh televisi, 4 dari RCTI dan semuanya sinetron. Rupanya memang selain SCTV, memang RCTI mengandalkan program sinetron, berbeda saat kehadirannya dulu di mana serial-serial Hollywood macam Mac Gyver, Baywatch, Mission Impossible dan lainnya merajai program rating RCTI.

Jaman berbeda dan sepertinya memang selera berbeda. Tapi kalau melihat standar sample penonton AC Nielsen di 10-12 kota, dengan menggunakan people's meter, hanya menyasar mereka yang menonton di rumah, bisa dipastikan kualitas penonton yang diharapkan tidak 100 persen valid, karena saat ini melihat televisi kan bisa lewat gadget dan nggak perlu di rumah. Program televisi itu akhirnya cuma mengukur banyaknya yang nonton di rumah, bukan mengukur kualitas penontonnya. Anda tahu kan kualitas penonton televisi di rumah? Ya... memang sulit dan di sini tantangannya bagi kreator dan pengiklan... kira-kira yang nonton sama nggak dengan target produk iklan ini? Wah panjang jadinya....

Dan bagi stasiun televisi dan pengiklan, rating AC Nielsen tetap dipercaya... mau nonton silakan... tidak mau juga tidak apa-apa, prinsip yang akhirnya memungkinkan pemilik televisi menggunakan salurannya untuk kepentingan pribadi seperti promosi partai dan acara blocking time artis yang sedang nikahan dan kelahiran hingga puluhan jam, padahal anaknya Presiden Jokowi nggak gitu-gitu amat. Jadi kesannya frekuensi publik punya siapa? Punya yang bisa bayar saja?

Selamat ultah TVRI, RCTI, dan SCTV. Makin tua makin arif ya... jangan sampai RCTI diplesetkan seperti pada tahun 90-an... Rame Ceritanya Tiba-tiba Iklan....

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun