Ada dua hal yang sangat sangat menarik perhatian saya kala saya menghabiskan 2 tahun kurang 2 pekan di US (6 pekan di Lawrence, Kansas dan 1 tahun 10 bulan di Pullman, Washington). Pertama adalah minat baca anak-anak dan fasilitasnya (perpustakaan). Kedua adalah banyaknya museum yang tersedia. Sebagai Negara maju, Amerika memiliki perhatian yang sangat besar tentang fasilitas belajar anak yang mungkin akan diharapkan bisa berpengaruh pada perkembangan anak secara komprehensif.
Jangankan buat anak-anak, buat orang dewasa seperti saya, fasilitas-fasilitas perpustakaan dan museum ini sangat luar biasa berpengaruh. Perpusatakaan untuk mahasiswa WSU maupun KU memiliki system yang membuat para mahasiswanya betah belajar di perpus dan betah membaca. Well, apalagi yang bisa menyaingi fasilitas 24 jam yang disediakan kampus, yang kalo anda mau guling2 ikutan tidur di sofa juga diperbolehkan heheheh… Nah tapi si saya kali ini g akan ngebahas system perpustakaan untuk mahasiswa, melainkan mau bahas public library dulu.
Mungkin 2 kota yang saya tinggali tidak menjadi representative untuk bilang kalo setiap kota di Amerika punya public library. Tapi as you know, baik Pullman maupun Lawrence adalah kota kecil, bukan kota besar seperti Boston, New York, atau Los Angeles. Tapi di kota sekecil Pullman dan Lawrence saja ada, pikir saya apalagi di kota besar. But it seems, ini si public library ini lahir dari orang-orang yang memang punya concern besar untuk membagi pengetahuan dan meningkatkan daya baca penduduk terutama anak-anak. (trus udah gt tapi si saya heran mengapa tapi banyak American yang juga close minded, Sarah misalnya wkkwkwk).
Jadi tuan dan nyonya, public library nya Pullman dan Lawrence ini keren banget sampai si saya berangan-angan kalo Cipanas dan Serpong juga punya masing-masing 1. Kota Cianjur punya 1, tapi atuhlah tapii,, ga terlalu menarik kayak public librarynya, tbh. Udah gt kalo ga salah weekend malah tutup (2012) tapi gatau kalo sekarang, udah lama banget juga ga ke sana.
Well kalo tutup juga it is understandable since it is under Local Government authorities.. padahal kan weekend bisa jadi waktu berharga buat para penduduk termasuk anak2 maen dan baca2 di sana. Hal ini juga mungkin yang memang jadi salah satu factor penyebab atau malah akibat dari rendahnya minat baca di Indonesia.
Menurut berita, dari study yang dilakukan pada Maret 2016 lalu oleh Central Connecticut State Univesity, rangking Indonesia menduduki ke-60 dari 61 negara yang disampling. No 1 nya again ditempati Finlandia yang juga dianugerahi gelar Negara dengan system pendidikan terbaik (list rangkingnya bisa dilihat di sini).
Nah, mungkin lingkaran setannya adalah antara minat baca yang rendah yang mungkin menyebabkan fasilitas perpustakaan tidak memadai, atau karena fasilitas perpustakaan tidak memadai makanya minat baca Indonesia rendah banget.
Tapi kalo menyaksikan dan merasakan sendiri, dengan fasilitas memadai, minat baca penduduk akan bisa terdorong. Misalnya, si saya yang juga punya “minat baca” rendah pada buku-buku selain textbook di kampus, ketika ngerasain Neill Public Library Pullman yang si saya sering maen ke sana sama Mba Hera dan keluarganya, jadinya termotivasi juga buat baca buku2 selain textbook.
Not to mention, di Neill Public Library juga ada komiknya heuheuheu…oiya, kedua puterinya mba Hera (Haniya dan Fathina) kadang suka bikin ngiri, karena mereka mampu menghabiskan puluhan buku hanya dalam waktu sepekan. Jadi kalo ke Neill itu bisanya bawa tas besar, dan pinjamnya ga kayak di Indonesia yang terbatas cuma 2 tapi bisa puluhan buku sekaligus. (gimana ga termotivasi hehehe)
Ih asyiknya kalo tiap kota Indonesia punya public library yang macem begini. Kali aja beneran bisa mendongkrak kualitas karakter bangsa. Jangan Cuma mengandalkan bacaan dari berita onlen yang kadang kebenarannya diragukan..