Tulisan ini dibuat untuk mendokumentasikan apa yang terjadi juga untuk memberikan informasi yang siapa tahu memiliki kegunaan bagi yang membutuhkan. Sekian basa basinya hahhaha.. dilanjut tulisan aslinya
Â
Inilah yang terjadi ketika untuk pertama kalinya dalam hidup saya saya akan mengalami sebuah perjalanan yang sangat panjang, kurang lebih selama 41 jam dengan total penerbangan sebanyak 4 kali, 4 tempat transit, 4 states di Amerika Serikat, dan juga melewati 4 negara.
Â
Penerbangan ke Amerika bisa dikatakan adalah sebuah tahap akhir dari seleksi beasiswa Fulbright setelah menjalani proses selama setahun lebih yang terasa begitu sangat panjang dan mendebarkan. Tentu ini bukan akhir segalanya. Hal ini justru merupakan awal dari sebuah petualangan dan kisah seru mendebarkan yang akan saya jalani di sebuah Negara asing yang sangat terkenal akan teknologi dan keadidayaannya. Dan ini juga kali pertama saya akan tinggal di luar Indonesia dengan durasi yang cukup lama. Sebelumnya rekor ter
Â
Hari itu adalah hari pertama puasa, dan buka puasa pertama saya adalah di Bandara Cengkareng dengan memakan roti boy dan lontong yang dibuat Ummi, bersama lenggo juga Mas Aksan.
Â
Penerbangan pertama adalah dari Jakarta ke Singapura dengan menggunakan pesawat Garuda memakan waktu hingga 1 jam 50 menit. Sampai di Singapura sekitar pukul 11.30 pm waktu Singapura. Saya, Lenggo dan Mas Aksan beristirahat sebentar kemudian berpindah ke terminal 1 dengan menggunakan sky trai n (kalau di Malaysia, disebut aero-train). Perbedaan antara aerotrain dan skytrain adalah jumlah gerbong dan jarak tempuh. Skytrain hanya bergerak satu arah, kiri dan kanan. Kereta ini juga hanya terdiri dari 1 gerbong saja, berbeda dengan Malaysia yang memiliki beberapa gerbong.
Â
Soal bandara Changi Singapura, saya bisa katakan, ini adalah bandara terbaik yang pernah saya kunjungi. Saat itu, saya hanya pernah mengunjungi Cengkareng, KualaNamu, Kualalumpur, Schipol, Dusseldorf, dan Koln. Sejauh ini saya berpendapat Bandara Schipol Amsterdam adalah yang paling indah, ternyata itu berubah setelah melihat Changi. Pendapat ini saya tulis hanya dengan mengenyam sesaat bandara Changi untuk transit, belum menikmati segala taman yang ditawarkan lhoo… apalagi saat itu tengah malam dan saya begitu lelah. Namun dengan waktu yang sangat singkat saja, terpesona saya dibuatnya, heheheh. Keren pokonya. Kalo ada kesempatan lain saya mau berkunjung ke taman kaktus ah.
Â
Ada hal fatal yang saya lakukan dan hampir mengancam keberlanjutan perjalanan saya. Saya tidak ngeh sama sekali jika saya harus menukar boarding pass yang diberikan garuda untuk ditukar dengan boarding pass dari Delta. Saya tahu kalau saya terbang dengan menggunakan delta, tapi saya tidak ngeh sama sekali kalau harus menukar semua boarding pass itu. Hal kedua adalah kelelahan yang ada membuat saya dan Lenggo harus terbangun sekitar pukul 04.00 di mana waktu cek in dibuka sampai pukul 05.05. kami terbirit-birit ke kasir Delta setelah diberitahu Mas Aksan kalau kami harus menukar boarding pass nya. Sempet diomeli oleh officer delta karena kita ga cek in awal. Tapi Alhamdulillah masih sempet catch the flight, da karena sebenarnya terbangnya juga jam 6.00.
Â
Tapi yang paling bikin saya setres adalah pernyataan si officer bahwa saya akan terbang dulu ke Portland, Oregon baru ke Salt Lake City, Utah. Padahal di itinerary yang dikasih sama Aminef ataupun Garuda, sama sekali tidak tertulis Portland sebagai tempat transit yang fatalnya ternyata menjadi POE atau Port of Entry dari masuknya pertama kali saya ke Amerika. Nah yang menjadi pertanyaan bahwa akan berapa lama saya di Portland untuk urusan Imigrasi sementara saya tidak tahu kapan penerbangan dari Portland menuju Salt Lake City, karena di itinerary yang tertulis hanya perjalanan dari Narita ke Salt Lake City saja. Panik mode on melanda, sempet nanya petugas di bandara Narita beberapa kali, juga Pramugari di pesawat menuju Portland. Panic ini ditambah pikiran bahwa I will face it all alone, karena meskipun berangkat dari Jakarta bertiga dan sama2 menuju Kansas, kami terpisah di Narita atas dasar perbedaan tempat transit yang dijelaskan itinerary. Saya ke Salt Lake City, Lenggo ke Los Angeles, dan Mas Aksan ke Mineapolis. Oiya lupa, perjalanan Singapura ke Narita memakan waktu 6 jam dan itu adalah masa paling produktif sepanjang perjalanan, di mana saya bisa menghabiskan membaca 2 buku yang yang saya bawa. And well panic ini pula yang bikin saya gabisa menikmati keberadaan saya di Jepang yang meskipun sangat singkat… betapa saya selalu menginginkan kunjungan ke Jepang, and here I was.. tapi saying Cuma bentar, dan itu pun dengan hati deg2an… kali lain ke Jepang harus lebih lama dan ga pake degdegan panic cem begitu yaa..
Â
Well, akhirnya setelah 8 jam terbang dari Narita ke Portland, saya turun dari pesawat dan menjalani proses imigrasi, berupa pemeriksaan paspor dan DS2019, serta pemeriksaan isi bagasi dan kabin, dilanjutkan pemeriksaan diri. Pemeriksaan paspor dan DS2019 berjalan cukup lancer, meskipun belakangan saya tahu kalo petugas imigrasinya tidak mencap CBP (Custom Bonder Protection). Tapi di pemeriksaan bawaan, meskipun saya PD kalo masako ga kena razia, nyatanya kena juga. Di Portland saya lihat bahwa mie instan dan bumbu instan aja ga boleh dibawa. Dan selanjutnya pemeriksaan terakhir, saya masuk ke suatu ruangan berbentuk silinder lalu discan dengan posisi tangan seperti angkat tangan mau ditembak polisi hehehe.. lolos dan akhirnya mengejar pesawat ke Salt Lake City.
Â
Penerbangan Portland-Salt Lake City hanya memakan waktu 1,5 jam, sedangkan yang lama banget adalah waktu tunggu di sana, bayangkan 6 jam nunggu sendirian di airport amerika. Nyampe di sana langsung bobo, karena jetlag (jam 3 pm sd jam 9pm, yang artinya di Indonesia adalah jam 3am sd jam 9am).
Â
Dari Salt Lake City, akhirnya menuju Kansas International Airport yang letaknya di Kansas City, Missouri state.