[caption id="attachment_334200" align="alignnone" width="620" caption="Image: Screenrant"][/caption]
Setelah berbulan-bulan promosi gencar dilakukan pihak Sony Pictures untuk sekuel dari manusia laba-laba ini, akhirnya The Amazing Spider-Man 2 rilis juga. Setelah wara-wiri pembicaraan media mengenai kemungkinan plot dari film yang disutradarai Marc Webb ini sudah menuntaskan semua rasa penasaran dari fans dan media. Memang tak dapat dipungkiri bahwa Spider-Man adalah ikon dari fans komik yang bahkan menandingi popularitas dari Superman, dan setiap berita tentangnya tidak akan pernah habis diulas.
Sekuel ambisius ini dimulai dengan adegan kelulusan Peter Parker (Andrew Garfield) dan kekasihnya dalam jalinan cinta yang rumit, Gwen Stacy (Emma Stone) dimana Peter terus menerus dihantui bersalah kepada mendiang ayah Gwen. Peter yang memiliki alter ego sebagai Spider-Man dihadapkan pada situasi beragam, misteri kematian orangtuanya dan kehadiran teman lamanya Harry Osborn (Dane DeHaan), disamping masih mengemban tanggung jawab sebagai penumpas kejahatan di New York, dimana kali ini dia menghadapi penjahat super bernama Electro (Jamie Foxx) yang tidak lain adalah Max Dillon, teknisi Oscorp.
The Amazing Spider-Man 2 berfokus pada dua hal: kisah cinta Peter - Gwen yang semakin rumit karena pertentangan batin Peter menyusul kematian ayah Gwen di film pertamanya, serta intrik di tubuh Oscorp yang melibatkan Harry Osborn. Seperti yang sudah dijelaskan diatas, sekuel ini merupakan sebuah sekuel ambisius untuk kelangsungan cerita Spider-Man karena memberi petunjuk mengenai kisah Sinister Six yang akan menjadi musuh Spider-Man selanjutnya.
[caption id="attachment_334201" align="alignnone" width="645" caption="Image: Screencant"]
Sony Pictures berusaha membuat film keduanya lebih baik dari film pertamanya yang mana hal tersebut berhasil mereka lakukan, setidaknya dari segi visual effect dan adegan aksi. Walau dari segi cerita tidak lebih baik dari film pertamanya. Jika membahas visual effect, film ini melampaui apa yang disajikan Sam Raimi dari trilogi Spider-Man sebelumnya.
Adegan Spider-Man berayun diantara gedung-gedung tinggi serta tentunya semua adegan yang melibatkan Electro, dimana ia terlihat seperti miniatur Dr. Manhattan dari film Watchmen. Spider-Man masih tetap dengan guyonan khasnya ketika beraksi, dimana ia mampu tampil natural membawakan karakter Spider-Man yang dicintai publik namun tidak di media massa.
Tidak adil memang jika membandingkan versi ini dengan versi pendahulunya, karena memang sajiannya terasa berbeda walau dari cerita kurang lebih masih tetap sama. Namun, sekuel ini kurang begitu memuaskan apabila kita sudah pernah menonton trilogi versi Sam Raimi. Kurangnya eksplorasi dari segi cerita menjadi kelemahannya.
Oke, adegan action-nya memang memanjakan mata, tapi beberapa karakter terkesan kurang mendapat porsi pengembangan cerita yang cukup. Karakter Electro yang digambarkan sebagai seorang fans berat Spider-Man hingga pada prosesnya ia menjadi begitu membenci Spider-Man kurang dijabarkan secara eksplisit. Tapi yang sangat disayangkan adalah karakter Harry Osborn yang seharusnya menjadi tokoh antagonis utama namun malah seakan menjadi penjahat biasa.
[caption id="attachment_334205" align="aligncenter" width="614" caption="Image: Screenrant"]
Pada awalnya, film ini sempat menuai kekhawatiran akan penuhnya karakter antagonis (Seperti yang terjadi dalam film Spider-Man 3 karya Sam Raimi) ternyata tidak menjadi masalah. Dari segi akting, Andrew Garfield dan Emma Stone masih sama seperti di film pertamanya. Karakter Gwen Stacy malah seakan mengulangi karakter di film pertama, dimana awalnya ia adalah gadis manis yang menjalin cinta kepada Peter kemudian menjelang akhir film menjadi partner Spider-Man dalam menghadapi musuhnya.