Oleh : Ipan Hidayat
    Maasya Allah. Itulah kata yang mungkin dapat kita katakan untuk pelopor-pelopor negeri ini, ketika dulu mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia. Pahlawan-pahlawan perjuangan Indonesia telah memberikan semua keringat perjuangan. Itu bukan berarti setelah itu kemerdekaan Indonesia sangat mudah diraih dari tangan penjajah pencuri kesejahteraan rakyat. Alih-alih ingin terbebas dari cengkraman penjajah, justru sebenarnya rakyat Indonesia ingin meninggikan kalimat Allah ke setiap pojok tanah air. Tak peduli jumlah besar pasukan musuh, kecanggihan alat perang yang mereka gunakan, hingga masa peperangan yang seakan tak mempunyai titik akhir. Semua itu sudah menjadi keharusan di arena adu pedang dan tameng.
    Puncaknya, adalah ketika cahaya kemerdekaan mulai terbit di tahun 1945, membagi cerah kesejahteraan ke pelosok bumi kartini, dengan dikumpulkannya tokoh-tokoh pengharum negeri, untuk perumusan dasar negara Indonesia. Sempat memiliki beberapa fase pelik dalam rumusannya, namun akhirnya tugas itu membuahkan hasil baik.Â
    "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi para pemeluk-pemeluknya". Ini rumusan dasar pertama yang begitu kental dengan islam, seolah ingin menunjukan jati diri rakyat tanah air. Menjadi bukti bahwa pemimpin-pemimpinya itu tahu tentang hakikat bernegara. Benar, bahwa amalan paling tinggi dalam islam itu adalah meninggikan kalimat tauhid, lalu setelah itu menjalankan syari'atnya.
    Bunyi dasar negara pertama itu nampaknya sedikit mengusik telinga golongan non-muslim, mengira bahwa ini mungkin bisa memantik api perpecahan dan permusuhan di kalangan rakyat Indonesia yang beraneka ragam Agamanya. Maka sebelum pengesahan dasar negara Indonesia itu disepakati bersama, golongan yang ingin mempertahankan syariat Islam pun ikut melemparkan sepaket kata keberatan. Hingga pada akhirnya Drs. Mohammad Hataa dengan 4 orang anggota PPKI, yaitu K.H Wahid Hasjim, Ki Basgus Hadikusumo, Mr. Kasman Singodimejo, dan Mr. Teuku Moh, membicarakan hal tersebut dan merubah sila pertama menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa".
    Akan terjadinya perpecahan bangsa. Kalimat itu sudah menjadi alasan klasik di negeri ini. Sampai keadaan sekarang pun, sudah menjadi kontras disekeliling kita, adalah dibenturkannya kata Islam dengan  Pancasila. Terlepas dari anggapan berbilang orang, sebenarnya setiap muslim hanya ingin mencoba mecapai puncak amal ibadah. Yang di mana ini salah diartikan oleh kubu selain Islam. Yang sebenarnya masyarakat islam tidak membeci dasar negara Indonesia ini. Mereka menganggap Pancasila memiliki arah tujuan yang sejalan. Pertama, menuhankan tuhan yang maha Esa. lalu setelahnya mengajak pada keadian dan adab ke setiap manusia, menjaga hubungan harmonis dengan sesama, memiliki pemimpin yang adil, hingga membagi rata keadilan sosial rakyat indonesia, dibingkai dengan kata keadilan dan dijalankan bersama dengan gotong royong.Â
wallahu a'lam..Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H