Tidak bisa dipungkiri, bagi masyarakat awam, yang belum mengetahui geliat para penghobi kicau mania, masih ada persepsi bahwa yang merusak alam salah satunya adalah maraknya pemelihara burung untuk  hobi rumahan.  Penghobi dianggap menjadi penyebab tunggal kelangkaan berbagai jenis satwa burung di hutan, karena memacu penjarahan satwa hutan. Itulah yang disebut fitnah zaman, yang artinya bisa saja benar di masa lampau, tapi tidak benar di masa sekarang.Â
Faktanya, saat ini para penghobi kicau mania, sudah mampu menangkarkan  berbagai jenis burung, baik dalam kepentingan hobi, maupun ekonomi. Penangkaran ini membuat siklus pengadaan burung kicauan, tidak lagi 100% menggantungkan dari penjarahan alam, hutan, tetapi mampu dipasok dari para penangkar. Dalam posisi ini, penangkar akan tetap berjasa dalam hal mengurangi ketergantungan penghobi kicauan terhadap hutan, terlepas ada motif ekonomi di dalamnya.
Pahlawan KonservasiÂ
Perjalanan penangkar ini, tidak serta merta dalam naungan pemerintah, bahkan cenderung karena kepentingan pribadi dan kelompok. Sehingga mereka patut mendapat julukan pahlawan konservasi. Apakah sebutan pahlawan layak disandang para penangkar? Dalam konteks perorangan, penangkar hanya berternak satwa, tapi dalam sudut pandang kolektif, para penangkar mampu mengurangi dampak negatif pengrusakan ekosistem di alam. Pada peran ini, penangkar membantu mengurangi masalah Negara Kesaturan Republik Indonesia dalam berkurangnya kekayaan hayati. Tidak salah para  penangkar, patut disebut pahlawan. Sebutan pahlawan ini, bagian dari motivasi, ucapan terimakasih, dan penghargaan.Â
Namun dalam sebutan pahlawan konservasi, ada pihak yang mencoba mencibir, mentertawakan, karena mereka melihat secara sempit, yaitu sebutan 'pahlawan' atau pahlawan nasional dalam  konteks kenegaraan dan kebangsaan. Jika dalam konteks kenegaraan, seseorang dijuluki pahlawan memang karena jasa-jasanya dalam memperjuangkan negara dan bangsa ini, dan gelar ini diberikan secara formal oleh pemerintah.Â
Sehingga memahami istilah pahlawan konservasi, sebaiknya mengambil makna luasnya, seperti dalam pemaknaan di KBBI, kamus besar bahasa Indonesia, bahwa pahlawan adalah orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran. Kebenaran dalam ini adalah benar dalam hukum supply demand untuk pengadaan burung peliharaan, karena ketika menjarah di hutan dianggap salah, atau menyalahi aturan, maka membeli dari penangkar adalah  benar.
Kekuatan Ekonomi Penghobi Kicau
Kegelisahan para penghobi kicau burung memuncak pada bulan Agustus 2018, ditandai oleh aksi demo menolak Peraturan Menteri Lingkungan Hidup no 20 tahun 2018 (PERMEN LHK 20/2018), yang berisi daftar satwa yang dilindungi.  Aksi penolakan PERMEN LHK 20/2018  ini, bagian yang alami, karena sudut pandang yang berbeda, antara masyarakat dan pemerintah. Konflik kepentingan ini didasari dari pemerintah yang ingin mengatur, sedang masyarakat kicau mania, melihat dari dampak sosial dan ekonominya. Dampak ekonomi, karena dunia kicau mania ini menjadikan  ribuan orang bergantung mata pencahariannya, tidak semata dalam jual beli burung, namun dari pakan, obat, sangkar, kerodong, alat penangkar, jasa kesehatan, pelomba, jasa angkut hewan dan lainnya.  Sehingga perubahan dalam regulasi yang menyentuh penghobi kicau mania, akan merusak jaringan perekonomian yang cukup luas. Ini yang mendasari, pentingnya pemerintah peduli kepada penghobi kicau mania, sebagai bentuk serpihan kekuatan untuk memajukan kesejahteraan bangsa ini. Pemerintah perlu memikirkan bagaimana mendorong perekonomian dari dunia kicau mania ini, baik dengan program hibah, pendampingan, stimulasi, skill development dan kemudahan regulasi.
APBN
Jangan berpikir APBN adalah Anggaran Pendapataan Belanja Negara, tapi Asosiasi Penangkar Burung Nusantara, sebuah penamaan yang diberikan Teten Masduki, untuk para penangkar burung di Indonesia, sebagai baktinya dalam dunia hobi burung. Â Selanjutnya, APBN bergayung sambut, oleh Haji Ebod, yang menginisiasi adanya asosiasi penangkar berlabel APBN Â ini. Dalam tujuannya, Â APBN adalah bentuk organisasi untuk mewadahi para penangkar burung di Indonesia, agar geliat penangkaran semakin terarah, berkualitas dan mampu semakin kuat menapak dalam perekonomian bangsa, tentu tanpa meninggalkan misi kepahlawanannya, sebagai pelaku konservasi, agar penghobi tidak menggantungkan burung dari tangkapan hutan.Â
Dari sinilah, APBN yang resmi deklarasi pada 15 Desember 2018, di Cibubur, menjawab  fitnah yang terlanjur beredar, bahwa hutan rusak, alam rusak karena penghobi kicauan burung, padahal sejak lama, penangkaran tumbuh, diawali tahun 1990, penangkar mulai menggeliat.  Saat Deklarasi, lebih dari 5000 penangkar resmi terorganisir, dan siap sinergi dalam hal konservasi.Â
Lahirnya APBN akan mendorong 3 manfaat besar; Pertama, dari sisi tingkat produktifitas yang meningkat. Kedua, perluasan jenis burung yang ditangkarkan, semakin banyak variasi burung akan bisa ditangkarkan karena metode bimbingan pendahulu kepada pemula, dalam hal penangkaran burung. Ketiga, motivasi yang tiada henti, karena keberhasilan penangkar lain, akan menjadi motivasi penangkar lain, ini lah yang disebut kekuatan berjamaah yang mampu melahirkan semangat persaudaraan antar kota, antar usia, dan antar karakter penangkarnya.