Mohon tunggu...
Iota Helena Arifin Hasan
Iota Helena Arifin Hasan Mohon Tunggu... -

Seorang gadis biasa yang sedang belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Renungan Malam Tahun Baru

31 Desember 2015   22:39 Diperbarui: 31 Desember 2015   23:21 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"Malam tahun baru", Apakah harus berbahagia atau harus bersedih? Mari kita renungkan sejenak..

Malam tahun baru sangat identik dgn terompet, pesta dan jg kembang api. Apakah kita harus berbahagia dgn ketiga hal tersebut? Coba pikirkan bagaimana perasaan para penderita jantung ketika mendengar letupan kembang api dan petasan..

Coba pikirkan bagaimana perasaan orang yg sedang sakit gigi ketika mendengar tiupan terompet..

Coba bayangkan kembali saat musibah "kabut asap dan kabut debu", betapa sulitnya kita mendapatkan udara yg sehat, tapi mengapa skrg kita malah menebarkan polusi udara dgn membakar kembang api dan petasan yg besar?

Bayangkan jg kepenatanmu bekerja selama ini, apakah tega membakar uang yg sudah ditabung selama setahun? Apakah tidak rugi bila dihabiskan hanya untuk pesta pora akhir tahun?

Bila hari ini kita sangat senang meniup terompet, apakah kita jg akan senang menghadapi tiupan terompet sangkakala kelak? Kemudian apa kabarnya dosamu setahun ini? Apakah bisa dihilangkan dgn membakar kembang api atau dgn meniup terompet? Apakah karna hidup hanya sekali, maka harus dibuat bahagia dgn berpesta pora?

Mari pikirkan kembali.. Apakah manfaat yg kita dapat dgn berpesta lebih besar dibandingkan dgn mudaratnya?

Pikirkan jg apakah teladan kita 'Rasulullah saw' melakukan hal yg sama pada dahulu kala? Kenyataannya tidak.. Karena beliau sudah mengatakan bahwa meniup terompet adalah perilaku orang-orang yahudi. Lantas apakah kita mau mengikuti perilaku mereka yg sama sekali tidak pernah dicontohkan oleh Nabi? Ingatlah sabda Rasulullah saw: "barang siapa mengikuti suatu kaum, maka ia termasuk dlm golongan tsb". Naudzubillah min dzalik..

Bukannya sok suci, tetapi indahnya bila kita berusaha meraih surga bersama 😊
Mari renungkan kembali..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun