Mohon tunggu...
ioanes rakhmat
ioanes rakhmat Mohon Tunggu... Penulis - Science and culture observer

Our thoughts are fallible. We therefore should go on thinking from various perspectives. We will never arrive at final definitive truths. All truths are alive, and therefore give life, strength and joy for all.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dari "Proxy War" ke "War Drone", Inikah Indonesia?

20 Januari 2017   01:21 Diperbarui: 20 Januari 2017   09:15 1995
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baik, kita pahami dulu singkat saja apa arti kata “proxy”. Kata ini berkaitan dengan kata Inggris Pertengahan “procusie” (kata benda; kini: “procuracy”). Kata kerjanya “to procure” (Latin: “procurare”), artinya “mendapatkan sesuatu dengan cara tidak langsung, lewat pihak lain sebagai agen”. Dus, kata benda “proxy” artinya agen, pihak lain, pengganti, pihak yang diberi wewenang, pihak ketiga. Lantas, apa itu “proxy war”?

“Proxy war” adalah suatu strategi dan taktik perang yang diklaim tidak tradisional, karena tidak ada pengerahan pasukan asing di segala lini (darat, laut dan udara) untuk memerangi dan menguasai suatu negara lain, atau dalam perang antardua negara di suatu kawasan. Tapi cukup dengan memakai tangan-tangan pihak ketiga, misalnya orang yang menjadi warganegara dari suatu negara yang ingin direbut dan dijajah atau yang sedang diperebutkan oleh beberapa negara lain.

Perang terbuka antardua negara tidak terjadi, tetapi negara pertama yang menyerang memakai pihak ketiga yang ada di dalam negara kedua yang sedang diserang. Nah, “orang-orang dalam ini” CUKUP diorganisir, dikelompok-kelompokkan, dipersenjatai, lalu diadudomba satu sama lain, dengan muara perang sipil dan kehancuran negara yang ingin dikuasai dan dijajah, atau yang sedang diperebutkan dan diserang. Itulah proxy war.

Proxy war, dus, akan jalan HANYA KALAU ada kelompok-kelompok dari suatu bangsa yang majemuk yang mau jadi “pion-pion” orang luar, baik karena dibayar mahal maupun karena memang mereka punya satu kepentingan yang sama dengan pihak luar sehingga keduanya dapat bekerjasama.

Susahnya, di dalam negara manapun di dunia ini orang dan kelompok jenis ini selalu ada atau selalu bisa diciptakan, sebagai sempalan-sempalan. Bukan saja kepentingan politik, kepentingan agama dan ekonomi pun kerap menjadi pendorong kuat kelahiran kelompok-kelompok sempalan ini, yang rela dipakai sebagai kaki-tangan asing untuk menjadi para pengkhianat bangsa sendiri.

Proxy war, hemat saya, akan gagal kalau nasionalisme yang bermarwah (yang melampau primordialisme SARA), cinta tanah air, bela negara (oleh militer dan sipil) dan cinta terhadap pemerintah yang sah dan amanah, dihayati dan dijalankan oleh segenap rakyat atau mayoritas rakyat.

Kolonial Belanda dulu di kepulauan Nusantara menggabung invasi darat dan laut dengan “proxy war” lewat politik militeristik “devide et impera”. Saat itu, kita, yang masih terceraiberai dan terpisah-pisah oleh primordialisme SARA dan negara-negara sendiri-sendiri, ibarat ayam-ayam jago yang sedang diadu satu sama lain, sementara Belanda cuma menonton saja dari jarak jauh dan jarak dekat.

Jadi, proxy war itu nama modern untuk taktik kuno dalam perang dan penjajahan. Bukan hal baru sama sekali di tahun 2017 ini. Tentu teknik proxy war abad ke-21 jauh lebih maju dan lebih halus dibandingkan politik perang adudomba tradisional di abad-abad lampau.

Orang suka memakai Suriah yang kini sudah hancur secara fisik akibat perang sipil bertahun-tahun sebagai contoh sebuah negara yang telah menjadi korban proxy war yang konon didalangi Barat dan beberapa negara Timteng lain dan antek-antek mereka yang menjadi bagian dari rakyat Suriah sendiri. Tujuan dalang-dalang ini konon ya menguasai sumber-sumber daya alam Suriah.

Tapi coba lihat, apa yang diperoleh dalang-dalang itu sekarang dengan kondisi Suriah yang sudah hancur? Apakah mereka harus sabar menunggu dua sampai empat dasawarsa lagi untuk bisa merebut dan menguasai sumber-sumber daya alam Suriah? Berapa besar anggaran yang sudah dihabiskan dalang-dalang ini hingga saat ini?

Tentu sudah banyak yang tahu: teknologi “drone” kini malah tidak memerlukan proxy war. Teknologi drone di tahun 2017 sekarang ini sudah jauh melampaui teknologi jenis Lethal Miniature Aerial Munition System (LMAMS) yang dibangun tahun 2004 oleh USA. Kini bentuk drone sudah makin kecil, dinamakan “micro drone”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun