Mohon tunggu...
I Nyoman  Tika
I Nyoman Tika Mohon Tunggu... Dosen - Dosen
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

menulis sebagai pelayanan. Jurusan Kimia Undiksha, www.biokimiaedu.com, email: nyomanntika@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Dampak Perang Rusia-Ukraina, Radiasi Menghancam Kita?

24 Maret 2022   21:32 Diperbarui: 24 Maret 2022   21:47 478
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Perang  Rusia-Ukraina, belum ada tanda-tanda mereda, perang dengan semangat  saling menghancurkan.   Nafsu  penghancuran  itu menjadi semakin sengit untuk bertahan dan melawan. Apa dampaknya bagi Indonesia? Jawabanya  pasti ada, dan banyak. Oleh karena itu, ada pesan menarik, Percayalah tidak ada perang yang akan mengakhiri semua perang.  Akibatnya,  perang menunjukkan, bahwa Kematian yang tak berarti. Kebencian tanpa akhir. Rasa sakit yang tak pernah berakhir.

 Saya tertegun sangat dalam, tentang dampak apa  lain  yang mungkin bisa dirasakan dalam jangka panjang?   Ketika pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Zaporizhzhia di Ukraina terbakar pada Jumat (4/3) setelah diserang pasukan Rusia. PLTN terbesar di Eropa itu hancur usai terjadi pertempuran sengit antara pasukan lokal dan Rusia. 

Selain itu pasukan Rusia menghancurkan laboratorium fisika atom yang berada di bawah perlindungan internasonal di kota terbesar kedua Ukraina, Kharkiv, seperti disampaikan kepala pemantau nuklir dunia, sembari menekankan meningkatnya kekhawatiran terkait ancaman keselamatan karena pertempuran yang berlangsung di sekitar fasilitas tersebut (Merdeka.com; 8 Maret 2022).

 Dari kejadian ini, sangat jelas, Jawaban dari pertanyaan di atas adalah  radiasi yang tersimpan dalam gudang bahan bakunya yang bersifat radioaktif seperti  uranium akan berhamburan. Tahukah anda kemana radiasinya menyebar ?  Atmosfir  dan tanah Eropa menjadi salah satu tempat yang paling dekat , lalu bagiamana dengan kita, Indonesia?

Kenapa saya tertegun, sebab bahan baku  radioaktif seperti uranium  tentu bertebaran  kemana-mana,  sebab saya pernah bekerja dengan radioaktif betapa standar pengamanan harus dilakukan dengan sangat ketat.

Perlu dihingat  sebuah reaksi uji coba nuklir dan akibat bom atom Nagasaki dan Hirosima, serta kebocoran raktor atom, menjadi kisah pilu betapa radiasi nuklir  menghantui masyarakat dunia.  Seperti  radioaktif 137Cs   untuk kalium (K) dan 90Sr.  yang bisa komplemen mengantikan kalsium pada tulang dan gigi manusia. Debu keduanya bisa menyebar ke atmosfer, lalu ada hujan bisa jatuh ke laut, di laut dimakan ikan, dan ikannya  bermigrasi  kemana-mana, Termasuk  kewilayah katulistiwa yang hangat  yakni  ke lautan di Indonesia, kalau begini, mungkinkah kita bisa steril dari akibatn perang Rusia Ukraina.  Jawabannya , tentu tidak. Lambat laun kita juga merasakannya, entah kapan? Apa itu?  penyakit kanker akan lebih sering  kita dengar menyerang  anak cucu kita dimasa  mendatang

Radioaktif dan Reaksi Nuklir 

Radioaktif adalah suatu unsur yang dengan tiba-tiba itu memancarkan radiasi karena zat yang mengandung inti yang tidak stabil. Pada umumnya unsur yang termasuk dalam radioaktif ini adalah unsur yang mempunyai nomor atom itu diatas 83 seperti Uranium dengan nomor atomnya 92.

Peluruhan radioaktif (disebut juga peluruhan nuklir atau radioaktivitas) adalah proses dimana sebuah inti atom yang tidak stabil kehilangan energi (berupa massa dalam diam) dengan memancarkan radiasi, seperti partikel alfa, partikel beta dengan neutrino, sinar gamma, atau elektron dalam kasus konversi internal. Material yang mengandung inti tak stabil ini dianggap radioaktif.

 Keradioaktifan: proses atom-atom secara spontan memancarkan partikel atau sinar berenergi tinggi dari inti atom.  Keradioaktifan pertama kali diamati oleh Henry Becquerel pada tahun 1896.

Dalam Wikipedia,  radioaktif dikaji dalam fisika nuklir dan kimia nuklir, reaksi nuklir adalah proses di mana dua inti, atau inti dan partikel subatom eksternal, bertabrakan untuk menghasilkan satu atau lebih nuklida baru. Dengan demikian, reaksi nuklir harus menyebabkan transformasi setidaknya satu nuklida ke yang lain. Jika sebuah nukleus berinteraksi dengan nukleus atau partikel lain dan mereka kemudian berpisah tanpa mengubah sifat nuklida apa pun, prosesnya hanya disebut sebagai jenis hamburan nuklir, daripada reaksi nuklir.

Pada prinsipnya, reaksi dapat melibatkan lebih dari dua partikel yang bertabrakan, tetapi karena kemungkinan tiga atau lebih inti untuk bertemu pada saat yang sama di tempat yang sama jauh lebih kecil daripada dua inti, peristiwa seperti itu sangat jarang terjadi (lihat alfa rangkap tiga). proses untuk contoh yang sangat dekat dengan reaksi nuklir tiga benda). Istilah "reaksi nuklir" dapat merujuk pada perubahan nuklida yang disebabkan oleh tumbukan dengan partikel lain atau perubahan spontan nuklida tanpa tumbukan.

Reaksi nuklir alami terjadi dalam interaksi antara sinar kosmik dan materi, dan reaksi nuklir dapat digunakan secara artifisial untuk mendapatkan energi nuklir, pada tingkat yang dapat disesuaikan, sesuai permintaan. Reaksi berantai nuklir dalam bahan fisi menghasilkan fisi nuklir terinduksi. Berbagai reaksi fusi nuklir unsur-unsur ringan menggerakkan produksi energi Matahari dan bintang-bintang.

PENCEMARAN  RADIOAKTIF  PADA MANUSIA DAN LINGKUNGAN

Terlepas dari efek menguntungkannya bagi kehidupan manusia, industri nuklir memiliki risikonya sendiri Kandungan strontium-90 rata-rata di seluruh dunia pada manusia adalah sekitar 0,12 mikrokuri per gram kalsium (1/10.000 konsentrasi maksimum yang diizinkan) pada musim gugur 1955. Beberapa nilai setinggi 10 kali rata-rata telah diperoleh. Nilai ini sesuai dengan nilai prediksi berdasarkan pengukuran kejatuhan dan fraksinasi melalui rantai tanah-tanaman-susu-manusia. Dengan beban strontium-90 saat ini, tingkat rata-rata ini akan meningkat menjadi 1 hingga 2 mikrokuri strontium-90 per gram kalsium pada tahun 1970. Data ini menunjukkan terjadi peningkatan karena aktivitas nuklir meningkat. Karena uji coba  nuklir dan karena kebocoran dari PLTN yang dimiliki negara-negara tertentu.

Oleh sebab itu  Strontium 90 (90Sr) adalah salah satu radionuklida paling berbahaya yang dihasilkan oleh fisi uranium 235, dan menggantikan kalsium tulang dalam tubuh manusia, yang menyebabkan kanker. Itusebabnya,  Memastikan keselamatan fasilitas nuklir untuk melindungi karyawan, manusia, dan lingkungan adalah salah satu tujuan utama keselamatan nuklir.

Selain itu, Strontium-90 adalah salah satu radionuklida pemancar beta utama yang ditemukan di situs dekomisioning nuklir. Pemantauan aktivitasnya di lingkungan sangat penting mengingat radiotoksisitasnya. Prosedur saat ini untuk deteksi beta strontium-90 memakan waktu, menghasilkan limbah sekunder dan mahal.

Data menunjukkan bahwa, Konsentrasi strontium-90 radioaktif dalam gigi susu yang diperoleh dari Suffolk County, New York, meningkat terus selama tahun 1980-an. Tingkat strontium-90 baru-baru ini serupa dengan yang dilaporkan untuk bayi yang lahir pada akhir 1950-an---pada puncak pengujian senjata nuklir atmosfer di Nevada. Konsentrasi strontium-90 meningkat bersamaan dengan peningkatan insiden kanker di antara anak-anak Suffolk di bawah usia 5 tahun, hasil yang meniru tren paralel yang diamati pada 1950-an dan awal 1960-an. Mengingat bahwa efek strontium-90 pada sel yang sedang berkembang paling menonjol selama periode janin dan bayi, tingkat yang meningkat harus dilihat sebagai faktor dalam penurunan baru-baru ini dalam berbagai ukuran status kesehatan anak. Oleh karena itu tidak ada yang bisa menjamin bahwa debu radioaktif akibat ledakan lab dan instalasi  listri Ukrania tidak menyebar ke atmosfir yang mencemari lingkungan bumi.

Maka kedepan, kita akan menyaksikan dampaknya dengan melipat gandanya berbagai jenis kanker di dunia, dan mungkin bisa ke Indonesia, karena ikan, susu sapi dan mungkin gandum yang kita beli sudah terpapar radioaktif.   Tentu, memang  Eropa yang paling rentan ., banyak mutase yang terjadi baik pada penyakit dan hewan maupun tanaman.

Walaupun demikian, penangan reaktor nuklir memang harus ekstra ketat.  Misalnya, penelitian Firouzabadi, dkk .(2020). Menunjukkan bahwa  kedekatan PLTN Bushehr dengan Teluk Persia dan kemungkinan kebocoran 90Sr ke ekosistem laut, diamati dengan . mengukur radionuklida ini dalam sampel ikan kepala pipih (Platycephalus indicus) yang ditemukan di Teluk Persia bagian pesisir, sebagai sumber pangan utama masyarakat di wilayah tersebut.  Sampel diambil dari 10 titik di sekitar garis pantai Teluk Persia. Sampel dianalisis menggunakan ekstraksi kromatografi dengan Sr-resin dan dihitung dengan Liquid Scintillation Counter. Hasil menunjukkan bahwa Konsentrasi strontium 90 yang diukur dalam sampel ikan adalah 0,252- 0,955 Bq.kg-1. Rata-rata efisiensi kimia dalam metode ini adalah 97,34 0,97 persen. Dari data itu disimpulkan bahwa : Jumlah strontium 90 yang ditemukan dalam sampel ini dapat diabaikan dan dalam kisaran yang paling tidak dapat dideteksi. Terlepas dari aktivitas 10 tahun pembangkit listrik tenaga nuklir Bushehr, tidak ada bukti kontaminasi dengan strontium 90 yang ditemukan. Hasil ini akan sangat berguna dalam menilai kontaminasi yang mendasari dalam program pemantauan lingkungan.

 Cesium radioaktif (137Cs)  dapat bertahan di lingkungan selama lebih dari satu abad. Ketika Cesium radioaktif mempengaruhi manusia, mereka tidak terkonsentrasi di satu bagian tubuh, sebagaimana yodium radioaktif menyerang kelenjar tiroid. Semakin tinggi tingkat radiasi dari Cesium radioaktif, semakin tinggi pula risiko seseorang terkena kanker. 137Cs  dalam tubuh dapat mengganti kalium (K).

Paparan radiasi yang ditemukan di area tanah kosong Perumahan Batan Indah, Tangerang Selatan, diketahui berjenis Cesium 137 atau 137Cs. Sementara 137Cs, bisa berasal dari reaktor atau merupakan produk sampingan dari pengujian senjata nuklir (https://kumparan.com/kumparansains, 15  Februari 2020)

Cesium radioaktif (137Cs, merupakan Produk fisi hasil tinggi Cs 135 (T1/2 2 106 y) dan Cs137 (T1/2 30,2 y) timbul dari aktivitas nuklir antropogenik seperti: seperti uji coba senjata nuklir dan kecelakaan pembangkit listrik tenaga nuklir. Mereka menghadirkan risiko radiasi tinggi jangka panjang bagi kesehatan manusia setelah mereka dilepaskan ke lingkungan. Akumulasi hasil ssion kedua radionuklida ini dari neutron termal 235U dan 239Pu serupa, menunjukkan rasio isotop dari  setelah reaksi nuklir  Namun, dalam reaktor nuklir, produksi 135Cs akan diimbangi oleh penampang tangkapan neutron termal tinggi (2,6 106 b, 1 b 10 24 cm2 ) dari prekursor 135Xe, menghasilkan pembentukan 136Xe bukannya 135Cs. Oleh karena itu, rasio isotop 135Cs/137Cs yang benar diperoleh bervariasi secara signifikan tergantung pada fluks neutron. Penentuan rasio isotop 135Cs/137Cs dalam sampel lingkungan dapat memberikan informasi penting untuk identifikasi sumber radioaktif.

Cesium-137 sengaja diproduksi salah satunya untuk dimanfaatkan dalam perangkat medis. Dalam dunia kedokteran, 137Cs banyak diperuntukkan sebagai terapi radiasi yang mampu mengobati penyakit kanker. Meski bermanfaat secara medis, paparan cesium-137 juga bisa menimbulkan bahaya. Berkaca pada insiden nuklir yang terjadi di Rusia pada 1950-an, kontaminasi radioaktif membuat orang-orang terpapar 137Cs hampir setiap hari meski dalam jumlah yang relatif kecil.

137Cs yang berasal dari bencana nuklir atau ledakan bom atom memang tak dapat dilihat secara kasat mata, namun ia hadir dalam wujud debu dan puing-puing dari reruntuhan. Jika dalam jumlah yang besar, paparan eksternal 137Cs bisa menyebabkan luka bakar, penyakit radiasi akut bahkan hingga kematian.  Paparan 137Cs juga dapat meningkatkan risiko kanker karena paparan radiasi gamma berenergi tinggi. Ini karena paparan internal 137Cs, melalui konsumsi atau inhalasi, memungkinkan bahan radioaktif bisa didistribusikan ke jaringan lunak, terutama jaringan otot sehingga meningkatkan risiko kanker.

RADIASI NUKLIDA RADIOAKTIF  

Radiasi didefinisikan sebagai proses fisik di mana partikel atau gelombang elektromagnetik melewati media atau ruang. Radiasi pengion terdiri dari radiasi foton (sinar gamma dan sinar-x) atau partikel sub-atom yang bergerak cepat (partikel beta, neutron, dll.). Sinar gamma terdiri dari energi elektromagnetik berupa foton yang dipancarkan oleh nuklida radioaktif seperti cesium-137. Kekurangan Vitamin D paling umum di seluruh dunia dan terkait dengan pemecahan DNA. Penelitian ini bertujuan untuk berbagi radiasi ionisasi vitamin D dengan menyerang molekul DNA dan Vitamin D dapat mempotensiasi efek tidak langsung dari radiasi. Desain karya yang dipelajari dalam penelitian in vitro ini hanya dilakukan di laboratorium. Limfosit diperoleh dari pasien leukemia limfositik kronis, konsentrasi sel limfosit yang diketahui disiapkan dan konsentrasi vitamin D sintetik (1,25(OH)2D3) yang berbeda. Kemudian larutan yang disiapkan terkena waktu radiasi yang berbeda dan jarak yang berbeda, dipantau secara spektrofotometri dengan rasio 260/280nm. Vitamin D mempengaruhi hiperkromasia pada limfositikDN Mengacu pada peningkatan absorbansi larutan DNA, menunjukkan pemisahan untai DNA, sedangkan radiasi ionisasi efek hipokromasia pada limfositDNA mengacu pada penurunan absorbansi larutan DNA yang menunjukkan kerusakan DNA. Semakin lama paparan radiasi pengion dan semakin dekat sumber radioaktif dengan sampel, semakin besar kerusakan DNA. Di mana ditemukan bahwa vitamin D mengurangi efek radiasi.

Pengaruh  adanya radiasi 137Cs diamati  dengan seksama oleh Scherb, H., & Hayashi, K. (2020), yang dilatar belakangi oleh kasus Kematian perinatal meningkat di prefektur yang terkontaminasi setelah kecelakaan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Fukushima Daichi (FDNPP) di Jepang pada tahun 2011. Peningkatan jumlah operasi untuk kriptorkismus dan kelainan jantung bawaan diamati di seluruh Jepang mulai tahun 2012 dan seterusnya. Tingkat deteksi kanker tiroid (2011 hingga 2016) dikaitkan dengan tingkat dosis di tingkat kotamadya di prefektur Fukushima. Karena berat lahir adalah indikator yang sederhana dan objektif untuk perkembangan kehamilan dan hasil kehamilan, timbul pertanyaan apakah distribusi berat lahir tahunan terdistorsi dengan cara yang bergantung pada dosis di seluruh Jepang setelah Fukushima.

Kementerian Kesehatan, Perburuhan, dan Kesejahteraan Jepang memberikan penghitungan tahunan khusus prefektur untuk 26,158 juta kelahiran hidup dari 1995 hingga 2018, di mana 2,366 juta kelahiran (9,04%) dengan berat <2500g. Tren spatiotemporal spesifik prefektur dari proporsi berat badan lahir rendah dianalisis. Regresi logistik yang memungkinkan pergeseran level dari 2012 dan seterusnya digunakan untuk menguji apakah pergeseran level tersebut sebanding dengan laju dosis spesifik prefektur yang diturunkan dari deposisi 137Cs di 47 prefektur Jepang.

Hasil menunjukkan bahwa,  Tren keseluruhan dari prevalensi berat badan lahir rendah (BBLR) di Jepang mengungkapkan lonjakan pada tahun 2012 dengan rasio peluang lompatan (OR) 1,020, interval kepercayaan 95% (1,003,1.037), nilai p 0,0246. Regresi logistik BBLR pada laju dosis tambahan setelah kecelakaan FDNPP yang disesuaikan dengan tren garis dasar spatiotemporal spesifik prefektur menghasilkan OR per Sv/jam 1,098 (1,058, 1,139), nilai p <0,0001. Penyesuaian lebih lanjut regresi logistik untuk ukuran populasi tahunan dan kepadatan dokter di prefektur, serta untuk jumlah korban tewas, hilang, dan pengungsi akibat gempa bumi dan tsunami (sebagai tindakan pengganti untuk infrastruktur medis dan stres) menghasilkan ATAU per Sv/jam sebesar 1,109 (1,032, 1,191), nilai p 0,0046.

Penelitian ini dapat menyimpulkan bahwa    peningkatan prevalensi berat badan lahir rendah terkait dengan deposisi 137Cs dan tingkat dosis tambahan yang sesuai di Jepang mulai 2012 dan seterusnya. Bukti sebelumnya menunjukkan perkembangan kehamilan yang terganggu dan hasil kehamilan di bawah paparan radiasi pengion lingkungan yang dikuatkan.

BIOREMEDIASI RADIONUKLIDA 

Selain 137Cs, ada nuklida 226Ra adalah radionuklida alami dengan waktu paruh 1600 tahun. Sebaliknya, 90Sr adalah radionuklida yang berasal dari antropogenik tunggal, diproduksi oleh reaksi fisi nuklir dan memiliki waktu paruh 29 tahun; masing-masing radionuklida ini berpotensi mengancam kesehatan manusia dan ekosistem.

Di sini, cyanobacterium Gloeomargarita lithophora, yang mampu membentuk inklusi kalsium karbonat amorf intraseluler, diselidiki karena kemampuannya untuk menyerap 226Ra  dan 90Sr. Dalam media BG-11, G. lithophora mengakumulasi 3,9 g g-1 dari 226Ra  dalam 144 jam dan 47,9 ng g-1 dari 90Sr dalam 1 jam, sesuai dengan 99% penghilangan radionuklida jejak. Adanya Ca2+ konsentrasi tinggi pada larutan media latar tidak menghambat serapan 90Sr dan 226Ra  oleh G. lithophora. Sebaliknya, biomassa mati G. lithophora terakumulasi 0,8 g g-1 dari 226Ra  dan 8,87 ng g-1 dari 90Sr. Selain itu, Synechocystis, cyanobacteria nonbiomineralisasi, masing-masing hanya menghilangkan 14 dan 25% dari 226Ra dan 90Sr. Hal ini menunjukkan bahwa sekuestrasi 90Sr dan 226Ra tidak intrinsik untuk semua cyanobacteria tetapi kemungkinan merupakan sifat biologis spesifik G. lithophora yang terkait dengan pembentukan Ca-karbonat amorf intraseluler. Kemampuan unik G. lithophora untuk menyerap 90Sr dan 226Ra  dengan kecepatan tinggi menjadikannya kandidat yang menarik untuk studi lebih lanjut yang melibatkan bioremediasi radionuklida ini.

Kesimpulannya  adalah, apakah perang rusia dan ukrania berdampak bagi Indonesia, penulis menyimpulkan pada aspek radia asi  akibat kerusakan beberapa laboratorium dan uji coba nuklir, serta pembangkit listri tenaga nulir, dihancurkan lambat atau cepat akan berpengaruh pada ekosistem bumi, dan Indonesia pun sulit diindari. *****

Daftar Rujukan

  1. Scherb, H., & Hayashi, K. (2020). Spatiotemporal association of low birth weight with Cs-137 deposition at the prefecture-level in Japan after the Fukushima nuclear power plant accidents: an analytical-ecologic epidemiological study. Environmental Health, 19(1), 1-15.
  2. Mehta, N., Benzerara, K., Kocar, B. D., & Chapon, V. (2019). Sequestration of radionuclides radium-226 and strontium-90 by cyanobacteria forming intracellular calcium carbonates. Environmental science & technology, 53(21), 12639-12647.
  3. Turkington, G., Gamage, K. A., & Graham, J. (2018). Beta detection of strontium-90 and the potential for direct in situ beta detection for nuclear-decommissioning applications. Nuclear Instruments and Methods in Physics Research Section A: Accelerators, Spectrometers, Detectors and Associated Equipment, 911, 55-65.
  4. Kulp, J. L., Eckelmann, W. R., & Schulert, A. R. (1957). Strontium-90 in man. Science, 125(3241), 219-225.
  5. Firouzabadi, M., Jalali Jahromi, H., & Anaraki Ardakani, H. (2020). Measurement of Strontium-90 in the Persian Gulf Fish by Extraction Chromatography with Sr-resin and Liquid Scintillation Counter. ISMJ, 23(6), 541-553

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun