Di Desa yang berlatar gunung yang indah, saya menghabiskan liburan. Beberapa hari, saya lalui disana, suasana  masih terasa lengang, seseorang bertemu dengan saya. Dia bercerita tentang malam kemarin semakin sepi,ketika pertama kali PPKM di berlakukan di Jawa dan Bali.
Dia membuka usaha nasi jinggo, karena pembatasan aktivitas malam hari tak boleh larut malam, maka dia tertimpa aturan itu. Dia  tidak bisa berjualan sebebas kemarin-kemarinnya, harus ditutup dan padahal pembeli semakin banyak ketika malam. Nasi jinggo adalah makanan khas untuk orang yang memiliki aktivitas malam. Dia harus patuh, demi sebuah harapan memutus rantai penyebaran COVID-19
Tidak hanya penjual nasi jinggo, yang lain juga sama, mereka semakin terjepit, dan berusaha keluar dari impitan ekonomi ini.Orang-orang seperti ini tidak membutuhkan pidato, dia membutuhkan perhatian, dan penyadaran. Dalam ilmu modern mereka rakyat membutuhkan sebuah pendekatan baru yang dikenal dengan metode  PALS (Participatory Action and Learning System) yang bermakna, bahwa metode PALS itu menitik beratkan pada transformasi kegiatan yang telah ada diusahakan pada perubahan- perubahan ke arah perbaikan kondisi usaha masyarakat sasaran. Terdapat beberapa langkah dalam menjalankannya, yaitu fase awareness, fase peningkatan kapasitas dan fase pendampingan.
Pedagang itu, harus dibangun awareness-nya, pada situasi yang menyulitkan, tidak hanya dirinya namun semua orang merasakan. Kata pepatah, Ringan sama dijinjing, berat sama dipikul. Senang dan susah dialami bersama. Pekerjaan yang berat akan terasa ringan apabila dikerjakan bersama-sama.
 Namun di hadapan saya, Orang itu terus berdiri memandang situasi, dan berpikir apa yang arus diperbuat, begitulah daya selisik nya membuncah. Hidup terus berjalan, dan kita tidak boleh menunggu, katanya pelan.  Covid membuat kita berpikir dan waspada. Covid adalah tanda, sebuah tanda agar kita berubah dan adaptif., tambah dia dengan lugu.
Saya menambahkan sedikit mengutip kata Charles  Darwin, Bukanlah spesies yang paling kuat atau paling cerdas yang mampu survive, tapi mereka yang paling mampu beradaptasi terhadap perubahan. Dia mengangguk setuju, sebab katanya lagi, " Kemampuan beradaptasi adalah kebiasaan atau kualitas yang paling diinginkan untuk kesuksesan dalam hidup. Lebih-lebih di masa Covid-19 yang terus menerjang , belum ada tanda-tanda berhenti.
Dari semangatnya saya menangkap bahwa ada pesan yang terus dipompakan pada kita semuanya , yakni, Kebahagiaan tidak tergantung pada kondisi eksternal, itu ditentukan oleh sikap mental kita. "Sebagian besar hal penting di dunia dicapai oleh orang-orang yang terus berusaha ketika tampaknya tidak ada harapan sama sekali."
Saya suka dengan prinsipnya, sungguh benar bahwa ketakutan itu hanya ada dalam benak, sebab kita menaklukkan hampir semua ketakutan hanya dengan memutuskan untuk melakukannya. Untuk diingat, rasa takut tidak ada di mana pun kecuali di pikiran."
Orang tua saya selalu memberikan pesan yang sepadan, untuk selalu menghibur orang lain, jika kita tak mampu memberikan sedekah materi. Siapakah yang perlu dihibur, inilah pesannya, Adapun orang yang harus dihibur hatinya adalah orang lelah, orang sakit, orang miskin, orang yang ketakutan, orang yang lapar, orang susah, orang yang hartanya habis dicuri atau dirampok, orang yang berduka cita. Semua orang ini patut dibesarkan hatinya.
Kondisi saat ini memang haruslah lebih mudah memberikan hiburan penyejuk hati, intinya adalah, agar menarik, tertariklah.
Anda tidak dapat memenangkan perdebatan. Anda tidak bisa karena jika kalah, anda kalah; dan jika menang, anda tetap kalah. Lakukan pekerjaan sulit terlebih dahulu. Pekerjaan mudah akan terselesaikan juga. Pertama-tama tanyakan pada diri sendiri: Apa hal terburuk yang bisa terjadi? Kemudian bersiap untuk menerimanya. Kemudian lanjutkan untuk memperbaiki yang terburuk."