Nama Ganjar Pranowo terus berdenyut, sebuah entakkan di internal PDIP sebagai inisiasi reaksi. Lalu memunculkan riak gelombang, saling bersahutan. Buktinya adalah bermunculan dukungan, seperti Ganjarist, Tagar maupun Pagar. Semua itu seakan bersambut, meriuhkan panggung berita di sosial media.
Hingarnya dukung mendukung membangun sebuah sketsa ' wajah politik' para tokoh yang di gadang-gadang untuk menyambut hajatan politik pilpres 2024. Panggung publik politik tanah air memang unik, meminjam tesis " J.P. Chaplin, ' dalam konsep "information processing theory"' sulit dibantah terjadi di ruang publik pemilih, walaupun hajatan itu masih jauh.
Information processing theory atau Teori pemrosesan informasi yang memandang aspek lingkungan menjadi titik tumpu penting dalam mengambil sebuah keputusan. Dan, keputusan itu merupakan hasil proses belajar terhadap munculnya sebuah aksi dalam lingkungan, hasil belajar itu menghasilkan reaksi., untuk mengefisienkan tindakan agar tujuan bisa tercapai. Dalam hal ini, masyarakat adil dan makmur.
Teori pemrosesan informasi sebagaimana dijelaskan oleh Byrnes (1996) memandang belajar sebagai suatu upaya untuk memproses, memperoleh, dan menyimpan informasi melalui short term memory (memori jangka pendek) dan long term memory (memori jangka panjang), dalam hal ini belajar terjadi secara internal dalam diri manusia.
Peristiwa Ganjar Pranowo yang telah bergesekan di internal partai PDIP, menjadi pemicu benak publik untuk memroses pesan dan sekaligus bisa untuk mengarah ke pengambilan keputusan dalam memilih pemimpin 2024. Walaupun masih jauh, gelombang-demi gelombang secara simultan terus terjadi, terbukti setelah Ganjarist, muncul Tagar dan pagar, setelah itu, ada gelombang lain, yang entah namanya apa, kita tunggu riak selanjutnya.Â
Percaya atau tidak, fenomena ini adalah sebuah cara benak publik untuk belajar mematangkan pilihannya. Maka, harus diakui bahwa calon presiden sudah mulai melakukan proses internalisasi di masing-masing individu di masyarakat kita saat ini.
Apalagi proses internalisasi karena adanya faktor emosi, seakan-akan sang tokoh seperti ganjar Pranowo, teraniaya, apakah itu sebuah setting an atau alami, itu menjadi tidak penting, namun arah benak sebagian publik sudah berubah, sehingga drama teraniayanya Ganjar sangat jitu untuk proses internalisasi itu.Â
Di bingkai itu harus diakui bahwa benak publik telah dibelajarkan dengan matang lewat, kemampuan memecahkan masalah dan kemampuan berpikir produktif, serta berkenaan dengan kemampuan intelektual umum (general intellectual ability), yang terus merangkak naik di tanah air sebagai masyarakat pembelajar.
Saya melihat setelah gesekan terjadi dan munculnya beragam dukungan terhadap Ganjar Pranowo itu, dan reaksi Sang tokoh menampilkan 'hati yang dingin, tidak jarang tampilan ini membuat masyarakat terus belajar mempertebal keyakinannya, dan memperkaya karakter yang lain pada diri Ganjar, semakin menancapkan pesonanya.Â
Inilah sebuah proses pembelajaran kepada publik yang diberikan oleh Ganjar Pranowo, Entah sadar atau tidak bahwa pembelajaran ini sedang membangun kecakapan manusia (human capitulates) yang terdiri dari: (1) informasi verbal; (2) kecakapan intelektual; (3) strategi kognitif; (4) sikap; dan kecakapan motorik, yang semakin hari terus terbangun agar keputusan diambil dalam memilih pemimpin harus matang dan tepat.
Menjadi kian menarik ketika kita menelisik pemikiran Robert M. Gagne, salah satu yang penting dalam pembelajaran adalah umpan balik. Lalu dalam dunia politik umpan balik yang diberikan oleh Ganjar Pranowo, adalah dengan bekerja dengan baik, tanpa menghiraukan dukungan itu, kondisi ini, semakin memantapkan hati publik untuk mendukungnya.