Ada sisi yang berbeda yang bisa dilihat dalam politik saat ini. Dinamisasi politik tidaklah hitam putih, kerap berkembang abu-abu dan samar. Orang diajak belajar untuk menelaah lebih jauh, ada pesan yang tersirat di dalamnya, yakni kesalahan merupakan hal inheren dalam tindakan politik.Â
Demikian pula menyikapi  keputusan Menkumham terhadap KLB Demokrat Deli Serdang, dimana  Moeldoko ketua Partai demokrat versi KLB deli serdang  oleh Pemerintah  ditolak, Alasannya KLB Partai Demokrat yang digelar kubu Moeldoko dinilai belum melengkapi sejumlah dokumen (detik, Rabu, 31 Mar 2021 13:21 WIB). Lalu kandas kah? Masih belum jelas, karena masih ada reaksi tambahan setelah pengumuman itu. Pengadilan menjadi salah satu tempat untuk bertarung lagi. Artinya kedua belah pihak akan sama-sama mengeluarkan amunisi.
Dari awal memang, banyak pihak, menyayangkan keterlibatan Moeldoko, dan mengatakan mencederai wibawa pemerintah, sebab  Dia pembantu presiden Jokowi, namun dia sesungguhnya memiliki  sebuah  nyali pendobrak  atas  bayang-bayang kebekuan , yang selama ini tidak mampu dilakukan oleh pihak yang berseberangan dengan SBY  dan dinasti Cikeas. Orang-orang seakan menderita inferior complex,  yang awalnya sulit ditembus orang di sekitar atau dalam internal  partai Demokrat.
Kesanggupan Moeldoko  untuk tampil, Sungguh keberanian yang unik, walau sebelumnya 'memang dipanas-panasi ' dan dituduh mengudeta, sebagai seorang mantan panglima, ajakan ini tentu tidak boleh dibiarkan, Jiwa kesatria nya terganggu, akhirnya siap.
Kesiapan ini  adalah sesuatu yang unik, dan  tak banyak orang bisa melakukan. Apalagi melihat sisi material dan kariernya,  sesungguhnya dia bisa nyaman, namun panggilan jiwanya membuat harus memilih untuk menjadi media pembelajaran bagi yang lain, atas dasar inilah, penulis memetakan nya dalam Teori Hebb dalam kajian konseptual pembelajaran  masyarakat  dalam  ruang  kelas yang bernama  publik politik Indonesia.
Moeldoko hadir bak guru, salah satu fungsi guru adalah guru dalam bidang kemasyarakatan, seorang guru diharapkan dapat memperoleh ilmu pengetahuan. Ini berarti guru berkewajiban mencerdaskan bangsa.
dalam hal mencerdaskan, Hebb (1941c, 1942)  menuliskan temuannya bahwa secara independen menyatakan bahwa "kekuatan intelektual mungkin diperlukan untuk penampilan pertama dari tanggapan yang unggul secara kualitatif, selanjutnya ketekunannya" dari sana muncullah , ada dua faktor yang terlibat, yang kepentingan relatifnya, faktor yang lain or adalah perubahan yang tetap pada  persepsi dan perilaku yang selanjutnya mempengaruhi  pertumbuhan karakter seseorang.
Moeldoko ingin menampilkan itu, kritik tajam mengujamnya, Â ketika banyak yang meminta dia turun atau melepaskan jabatannya dari KSP, Â dia tetap tenang, merupakan bentuk kematangan emosi seorang Jenderal. Kemampuan untuk tenang bersimetri dengan kemampuan ketekunan itu pun dibangun organisasi persepsi dalam dirinya kian matang dan sudah matang.
Fenomena inilah yang tertangkap oleh Kakak saya, dia  suka dengan Moeldoko,"  walaupun kalah pada akhirnya dia telah membelajarkan kita semuanya." begitulah dia berucap ,
Ruang diskusi Bale bengong itu  yang dihiasi ikan koi, ketika mendengar Menkumham  menolak KLB Sibolangit Deli Serdang itu.
Kakak saya tersenyum, Moeldoko dalam insting kakak saya itu , menjadi sisi positif yang harus dilihat. "Sambil mengisap rokok dan asapnya mengepul di  atas kepalanya dia berucap " Moeldoko, dia bukan oportunis  dalam politik, dia juga bukan termasuk gelandangan politik, yang mengejar kekuasaan, walaupun makelar politik membuatnya terpojok dia tetap saja, paling tidak bekerja berlandaskan  keyakinannya, sambil terkekeh.