Mohon tunggu...
I Nyoman  Tika
I Nyoman Tika Mohon Tunggu... Dosen - Dosen
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

menulis sebagai pelayanan. Jurusan Kimia Undiksha, www.biokimiaedu.com, email: nyomanntika@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Obat Klorokuin, Efektifkah sebagai Senjata Pamungkas Covid-19?

22 Maret 2020   12:02 Diperbarui: 22 Maret 2020   12:49 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintah resmi memesan obat avigan dan klorokuin, sebagai senjata pemungkas menghadang penyebaran virus corona (Covid -19), seperti dinyatakan  oleh Presiden Joko Widodo dilansir dari cnbcIndonesia berikut :

"Mengenai antivirus sampai sekarang belum ditemukan dan ini yang saya sampaikan itu tadi obat. Obat ini sudah dicoba oleh 1,2,3 negara dan memberikan kesembuhan yaitu Avigan, kita telah mendatangkan 5.000 dan dalam proses pemesanan 2 juta. Kedua, Klorokuin Ini kita telah siap 3 juta, kecepatan ini yang kita ingin sampaikan kita tidak diam tapi mencari hal-hal, info-info apa yang bisa kita lakukan untuk menyelesaikan Covid19.

Dalam ruang ini, yang menjadi titik fokus ulasan artikel ini adalah'benarkah klorokuin  (Chloroquine) dapat menyembuhkan Covid-19? Kalau jawabannya bisa, Bagaimana mekanisme yang terjadi?

Sebelum jauh perlu diketahui, Apa itu klorokuin? Klorokuin adalah obat yang digunakan untuk mencegah dan mengobati penyakit malaria. Klorokuin  ditemukan pada tahun 1934 oleh Hans Andersag, seorang ilmuwan yang lahir pada 16 Februari 1902, di Lana (Meran), Italia. Lalu ketika bekerja untuk Bayer AG, ia menemukan klorokuin itu, senyawa aktif dalam obat malaria Resochin.

Klorokuin  ini  ada dalam Daftar Obat Esensial Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), obat teraman dan paling efektif yang diperlukan dalam sistem kesehatan, namun demikian  obat ini tetap  memiliki efek samping yang umum termasuk masalah otot, kehilangan nafsu makan, diare, dan ruam kulit (noda kemerahan terasa gatal pada kulit), serta   efek samping serius, yakni masalah penglihatan, kerusakan otot, kejang, dan kadar sel darah rendah.

 Oleh karenai itu penggunaannya selalu memang atas resep dokter. Disisi lain obat ini aman untuk digunakan selama kehamilan. Klorokuin  adalah anggota kelas obat 4-aminoquinoline, yang  bekerja melawan bentuk aseksual malaria didalam sel darah merah.  Klorokuin bersifat sisontosida darah dan gametosida P.vivax dan P. malariae.  Obat ini biasanya diberikan pada penderita malaria di daerah endemik atau area yang diketahui berisiko tinggi terjangkit malaria (Wikipedia).

Sekarang klorokuin ini  digadang-gadang digunakan untuk  mencegah wabah akibat virus  corona (Covid-19), efektifkah?

Beberapa peneliti   sudah melakukannya  dengan berbagai simulasi, ternyata klorokuin sangat membantu mengatasi inveksi corona virus (Covid-19),  ditingkat in vitro. ((Colson). et al., 2020; Gao et al., 2020). In vitro  adalah istilah yang dipakai dalam biologi untuk menyebutkan kultur suatu sel, jaringan, atau bagian organ tertentu di dalam laboratorium. Artinya, klorokuin  belum  cukup  bukti representatif  pada tubuh manusia (Secara In Vivo).

Laporan pada akhir Januari 2020 selama wabah Covid-19 , para peneliti medis di Cina menyatakan bahwa penelitian eksploratori terhadap klorokuin dan dua obat lain,yakni  remdesivir dan lopinavir / ritonavir, tampaknya memiliki "efek penghambatan yang cukup baik" pada virus SARS-CoV-2, yang kemudian dikenal sebagai  COVID-19 secara in vintro, yakni pada sel model, dan pada tanggal  19  Februari 2020, hasil pendahuluan menemukan bahwa klorokuin  efektif dan aman dalam mengobati pneumonia terkait COVID-19. Ada bukti yang menunjukkan kemanjuran klorokuin fosfat terhadap SARS-CoV-2 secara in vitro pada sel Vero.

Sel Vero merupakan jalur sel (continuous cell line) yang berasal dari ginjal monyet hijau afrika (African green monkey). Monyet ini merupakan salah satu jenis mamalia yang biasanya digunakan dalam penelitian biologi molekuler dan mikrobiologi. Salah satu penggunaan sel vero adalah dalam pembuatan vaksin.

Departemen Sains dan Teknologi Provinsi Guangdong dan Komisi Kesehatan nya  mengeluarkan laporan yang menyatakan bahwa klorokuin fosfat "meningkatkan tingkat keberhasilan pengobatan, sehingga pasien tidak lama menginap di rumah sakit. Oleh karena itu, klorokuin   direkomendasikan  untuk orang yang didiagnosis dengan ringan, sedang dan kasus parah pneumonia yang disebabkan oleh virus corona.

Klorokuin telah direkomendasikan oleh otoritas kesehatan Cina, Korea Selatan dan Italia untuk pengobatan COVID-19,  Meskipun masih ditemukan  kontra indikasi untuk orang dengan penyakit jantung atau diabetes.

Obat Klorokuin dan hidroksi klorokuin, kedua obat terbukti secara efektif menghambat COVID-19 secara  in vitro,  tetapi penelitian lebih lanjut menyimpulkan bahwa hidroksi kloroquin lebih kuat daripada klorokuin, dengan profil keamanan yang lebih dapat ditoleransi.  Hasil awal dari percobaan menunjukkan bahwa klorokuin efektif dan aman dalam pneumonia COVID-19, "meningkatkan temuan pencitraan paru, mempromosikan konversi virus-negatif, dan memperpendek perjalanan penyakit (https://en.wikipedia.org/wiki/Chloroquine).

Komunitas ilmiah harus mempertimbangkan informasi ini mengingat percobaan sebelumnya dengan klorokuin di bidang penelitian antivirus  menunjukkan hasily yang menggembirakan.

Mengapa bisa menghambat Covid-19?   Franck Touret, Xavier de Lamballerie, dalam Jurnal Antiviral Research 177 (2020) 104762,  melaporkan  bahwa  klorokuin dan hidroksi klorokuin dianggap aman, walaupun memiliki efek samping, namun  umumnya ringan dan sementara. Margin antara dosis terapeutik dan toksik sempit dan keracunan klorokuin  telah dikaitkan dengan gangguan kardiovaskular yang dapat mengancam jiwa (Frisk-Holmberg et al., 1983).

Oleh karena itu penggunaan klorokuin dan hidroksi klorokuin harus tunduk pada aturan yang ketat, dan pengobatan sendiri tidak dianjurkan. Artinya harus mendapat pendampingan dari dokter.

Beberapa riwayat riset tentang klorokuin  sebagai  antivirus  merupakan perjalan yang relatif panjang, yakni  sejak akhir 1960-an (Inglot, 1969; Miller dan Lenard, 1981; Shimizu et al., 1972) dan pertumbuhan banyaknya  virus yang berbeda dapat dihambat dalam kultur sel oleh klorokuin dan hydroxyKlorokuin,  termasuk coronavirus SARS (Keyaerts et al., 2004). 

Beberapa bukti untuk aktivitas pada tikus telah ditemukan untuk berbagai virus, termasuk human coronavirus OC43 (Keyaerts et al., 2009), enterovirus EV-A71 (Tan et al., 2018), virus Zika (Li et al., 2017 ) dan influenza A H5N1 (Yan et al., 2013). Namun, klorokuin tidak mencegah infeksi influenza (Paton et al., 2011), dan tidak memiliki efek pada pasien yang terinfeksi dengue (Tricou et al., 2010).

Mekanisme penghambatan virus  dijelaskan  menurut hasil uji coba Franck Touret dkk,  ada tiga kemungkinan, yaitu, menghambat virus  untuk berdifusi ke dalam sel,  akibat meningkatkannya pH endosom, sehingga laju fusi virus  ke dalam  sel, terhenti.

Kedua, klorokuin  menghambat terjadinya glikosilasi reseptor seluler  Covid -19. Glikosilasi adalah  modifikasi pasca translasi yang terjadi di dalam sistem ekspresi sel eukariotik dengan penambahan gugus gula (glikosil) pada untaian polipeptida. Modifikasi ini memiliki peran penting karena sebagian besar protein pada organisme eukariotik mengalami glikosilasi. 

Di antaranya, glikosilasi berperan dalam mempengaruhi konformasi protein (protein folding), meningkatkan stabilitas protein, mempengaruhi interaksi dengan reseptor, serta menentukan tingkat immunogenesitas dari protein tersebut. Ketika glikosilasi terhambat,maka pembentukan kapsul virus terganggu sehingga perkembangannya terhambat.

Ketiga, selain aktivitas antivirusnya, klorokuin memiliki aktivitas memodulasi kekebalan tubuh seseorang,  yang secara sinergis meningkatkan efek antivirusnya secara in vivo. Chloroquine didistribusikan secara luas ke seluruh tubuh, termasuk paru-paru, setelah pemberian oral. Nilai EC90 chloroquine terhadap 2019-nCoV dalam sel Vero E6 adalah 6,90 M, yang secara klinis dapat dicapai seperti yang ditunjukkan dalam plasma pasien rheumatoid arthritis yang menerima 500 mg klorokuin.

Klorokuin juga aktif secara in vivo tetapi tidak in vitro dalam kasus ebolavirus pada tikus (Dowall et al., 2015; Falzarano et al., 2015), Nipah (Pallister et al., 2009) dan virus influenza (Vigerust dan McCullers, 2007) dalam musang.

Yang menarik adalah untuk kasus virus chikungunya (CHIKV), Klorokuin menunjukkan aktivitas antivirus yang menjanjikan secara in vitro (Coombs et al., 1981; Delogu dan de Lamballerie, 2011), tetapi terbukti meningkatkan replikasi alphavirus pada berbagai model hewan (Maheshwari et al., 1991; Roques et al., 2018; Seth et al., 1999), kemungkinan besar karena modulasi imun dan sifat antiinflamasi klorokuin in vivo (Connolly et al., 1988; Katz dan Russell, 2011; Savarino et al., 2003).

Dilaporkan juga bahwa dalam model primata non-manusia dari infeksi CHIKV, pengobatan klorokuin terbukti memperburuk demam akut dan menunda respon imun seluler, yang mengarah pada pembersihan virus yang tidak lengkap (Roques et al., 2018). 

Sebuah uji klinis yang dilakukan selama wabah chikungunya pada tahun 2006 di Pulau Runion (sebuah pulau di Samudra Hindia, sebelah timur Madagaskar dan 200 km sebelah barat daya Mauritius.) menunjukkan bahwa Klorokuin oral pengobatan secara oral  tidak meningkatkan perjalanan penyakit akut (De Lamballerie et al., 2008) dan bahwa arthralgia kronis pada hari ke 300  pasca pengobatan lebih banyak muncul  pada kelompok eksperimen dari kelompok kontrol (Roques et al., 2018).

Secara keseluruhan, penilaian uji coba sebelumnya menunjukkan bahwa, sampai saat ini, tidak ada infeksi virus akut telah berhasil diobati dengan klorokuin pada manusia.  Klorokuin juga telah diuji pada penyakit virus kronis. Penggunaannya dalam pengobatan pasien yang terinfeksi HIV dianggap tidak meyakinkan (Chauhan dan Tikoo, 2015) dan klorokuin  belum direkomendasikan untuk pengobatan HIV.

Satu-satunya efek klorokuin adalah  dalam terapi infeksi virus pada  manusia ditemukan pada hepatitis C kronis, yakni terjadi  peningkatan tanggapan  dini terhadap interferon pegilasi plus ribavirin (Helal et al., 2016 ; Peymani et al., 2016) Ini pun belum cukup untuk memasukkan klorokuin dalam terapi standar protokol untuk pasien hepatitis C.

Baru-baru ini, Wang dan kawan-kawan  (Wang et al.,  2020) mengevaluasi in vitro lima obat yang disetujui FDA dan dua antivirus spektrum luas terhadap  sebuah isolat klinis SARS-CoV-2. Salah satu kesimpulan mereka adalah itu "Klorokuin sangat efektif dalam pengendalian infeksi 2019-nCoV in vitro "dan bahwa" rekam jejak keselamatannya menunjukkan bahwa itu harus dinilai pada pasien manusia yang menderita penyakit coronavirus baru, artinya masih perlu menunggu hasil uji coba pada mereka yang positif kena Covid-19.

Walaupun demikian, setidaknya 16 percobaan berbeda untuk SARS-CoV-2 sudah terdaftar di Registry Uji Klinis Tiongkok, yakni (ChiCTR2000029939, ChiCTR2000029935, ChiCTR2000029899, ChiCTR2000029898, ChiCTR2000029868, ChiCTR2000029837, ChiCTR2000029826, ChiCTR2000029803, ChiCTR2000029762, ChiCTR2000029761, ChiCTR2000029760, ChiCTR2000029741, ChiCTR2000029740, ChiCTR2000029609, ChiCTR2000029559, ChiCTR2000029542)

Daftar Uji Klinis Cina" (ChiCTR)). Baru-baru ini dipublikasi (Gao et al., 2020), Gao dan rekan menunjukkan bahwa,  dari lebih dari 100 pasien menunjukkan bahwa klorokuin fosfat lebih unggul daripada kontrol pengobatan dalam menghambat  pneumonia, meningkatkan paru-paru temuan pencitraan. Informasi ini,  data yang disediakan untuk mendukung pengumuman ini perlu validasi. Masih ada pertanyaan, apakah manfaat terapi klorokuin tergantung kelas usia, presentasi klinis atau stadium penyakit?

Kesimpulannya, opsi penggunaan klorokuin dalam pengobatan  Covid -19  memang sangat menjanjikan, walaupun  uji secara in vitro  sangat efektif menghambat perkembangan Covid-19, namun, memang  perlu  pengawasan dokter untuk digunakan sebagai obat CoVid -19 , karena  efek samping yang dapat muncul.  Selain itu, diperlukan data pendukung yang lebih reprodusibel  penggunaannya secara in vivo.

Referensi

1. Touret, F., & de Lamballerie, X. (2020). Of chloroquine and COVID-19. Antiviral Research, 104762.

2. Wang, M., Cao, R., Zhang, L., Yang, X., Liu, J., Xu, M., ... & Xiao, G. (2020). Remdesivir and chloroquine effectively inhibit the recently emerged novel coronavirus (2019-nCoV) in vitro. Cell research, 30(3), 269-271.

3. Gao, J., Tian, Z., & Yang, X. (2020). Breakthrough: Chloroquine phosphate has shown apparent efficacy in treatment of COVID-19 associated pneumonia in clinical studies. Bioscience trends.

4. Colson, P., Rolain, J. M., Lagier, J. C., Brouqui, P., & Raoult, D. (2020). Chloroquine and hydroxychloroquine as available weapons to fight COVID-19.

5. https://en.wikipedia.org/wiki/Chloroquine

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun