Mohon tunggu...
Inu Wicaksana
Inu Wicaksana Mohon Tunggu... -

Saya seorang psikiater (dokter spesialis jiwa) lulusan Bag.Kedokteran Jiwa FK UGM, sekarang bekerja di RSJ Magelang, selain di RS Panti Rapih Jogyakarta. Sewaktu masih dokter umum bekerja di Puskesmas Viqueque Timor Timur. Selain psikiatri, berminat dan pemerhati budaya, psikososial, filsafat dan seni. Kegemaran melukis, memotret (seni foto), membaca buku filsafat, budaya, antropologi, dan sastra. Menulis banyak artikel di bidang kesehatan jiwa, juga beberapa cerpen, puisi dan esay seni rupa dan sastra. Satu buku saya adalah "Mereka Bilsang Aju Sakit Jiwa". Blog saya : inukeswa.wordpress.com ; inuwicaksana.blogspot.com; inuadiksi.blogspot.com; wicaksanamentalhealth.blogspot.com; dan inuwicaksana.com. Tinggal dan praktek di Jogyakarta, di Cendana Smart Mind Centre Jogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Fobia Simpleks : Takut Pada Hal-hal Kecil

25 Maret 2014   06:13 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:31 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13956770951482004796

Sewaktu saya masih residensi (spesialisasi) di Bagian Psikiatri RS Sardjito, saya tyeringat sebuah kasus unik yang saya hadapi. Seorang ibu usia 45 tahunan, berkeluarga dengan tiga anak, sangat ketakutan pada kotoran tikus. Demikian takutnya sehingga ia minta suaminya membongkar rumahnya 3 hari sekali untuk dibersihkan karena ia yakin kotoran tikus tetap ada di sudut-sudut kamarnya meski semua sudah dibersihkan. Ia benar-benar ketakutan dan menghindari tempat-tempat yang diyakininya ada kotoran tikusnya.

Bila ia kontrol (konsultasi) ke dokter (psikiater) maka ban sepeda motornya harus menempel di lantai teras praktek dokter itu, hingga bila ibu itu turun dari sepeda motor kakinya langsung menapak di undak-undakan teras praktek dan tidak menapak ke tanah becek yang diyakininya ada kotoran tikusnya. Dan bila ia pu;ang ke rumah sehabis hujan dengan sepeda motor, suami dan anak-anaknya disuruhnya mencuci ban sepeda motornya sebelum masuk rumah samping. Bila anak-anaknya sehabis kehujanan di luar masuk rumah dengan sandal kotor, atau kaki kotor, ibu itu menjerit-jerit ketakutan karena pikirnya kotoran tikus ikut masuk.

Setelah ketemu saya di poliklinik sekali di RS Sardjito, ibu itu tak pernah datang lagi dan saya yakin ia sudah mencari psikiater lain lagi, “doctor-shoping”. Pada puncaknya, saya dengar dari teman-teman saya residen ibu itu akan menjual rumahnya karena yakin rumahnya tak bisa dibersihkan lagi dari kotoran tikus, tapi suaminya akan menceraikannya karena sudah tak tahan lagi melayani keinginannya dengan “pembersihan” kotoran tikusnya.

Kasus diatas terjadi tak hanya pada wanita, tapi juga kaum priya, hanya memang pada wanita lebih banyak frekuensinya, dan yang datang ke praktek saya dengan kasus itu memang semuanya kaum ibu. Kasus lain yang mirip ini adalah seorang ibu yang sangat takut pada kucing. Segala kucing, besar kecil, segala warna. Ia akan menjerit-jerit ketakutan bila ada kucing yang melintas depan rumahnya, apalagi masuk rumahnya. Bila ia ikut suaminya naik mobil dfan melihat ada kucing melintas jalan, ia minta suaminya menghentikan mobil dan memeriksa bawah mobil untuk meyakinkan kucing itu tidak terlindas atau menempel di mesin bawah mobil. Ibu itu jelas tidak mau berkunjung ke tetangga atau temannya yang mempunyai kucing di rumah. Ia menghindari pertemuan PKK di balai RK, bila ia tahu banyak kucing berkeliaran di halaman balai itu.

"Komodo merah di tepi pantai" karya senirupa di Pameran Jogja Art 2012 Festival di Taman Budaya Jogjakarta 2012, dok.pribadi.

Kasus-kasus ini adalah ketakutan luar biasa terhadap obyek-obyek, atau situasi, yang secara umum sesungguhnya bukan obyek yang tak perlu ditakuti atau biasa saja. Atau suatu ketakutan yang menetap dan tidak rasional terhadap suatu obyek, aktivitas atau situasi spesifik, yang menimbulkan suatu keinginan mendesak untuk menghindari obyek atau situasi itu. Rasa takut itu disadari individu sebagai sesuatu yang berlebihan atau secara proporsional tak masuk akal terhadap bahaya aktual dari obyek, tapi individu itu tak bisa mengatasi rasa takutnya dan keinginannya untuk menghindar.

Desakan untuk menghindari obyek,aktivitas, atau situasi tak bermakna dalam kehidupan seringkali dijumpai. Misalnya, banyak individu mengalami ketakutan rasional ketika tak mampu menghindar dari serangga atau laba-laba, yang tidak berbahaya, tapi hal ini tidak mempunyai pengaruh yang besar terhadap hidupnya. Tapi bila tingkah laku menghindar atau ketakutan itu merupakan sumber penderitaan dalam hidupnya, dan mengganggu fungsi peran (pekerjaan) dan sosialnya, individu itu sudah bisa dikatakan menderita Fobia Spesifik.

Gangguan Fobik dibagi dalam tiga tipe, yaitu Agorafobia (ketakutan berada di tempat terbuka atau tempat tertutup yang tak ada jalan keluarnya), Fobia Sosial (ketakutan bertemu orang banyak atau berbicara di depan orang banyak), dan Fobia Spesifik (ketakutan terhadap benda-benda kecil, atau makhluk kecil yang biasa saja). Fobia Spesifik disebut juga Fobia Khas, atau Fobia Simpleks.

Kriteria diagnostik diwaktu lampau (PPDGJ-II) untuk Fobia Spesifik ini adalah : (1) ketakutan yang menetap dan tak rasional terhadap, atau dorongan kuat untuk menghindari suatu obyek spesifik yang sesungguhnya tidak perlu ditakutkan. Obyek spesifik itu seringkali hewan atau benda-benda kecil; (2) gangguan itu merupakan sumber penderitaan dan dan individu menyadari bahwa ketkutannya berlebihan dan tak beralasan tapi ia tak bisa mengatasi ketakutannya atau menghilangkan keinginannya untuk menghindari obyek itu.

Sedang kriteria diagnostik yang dipakai sekarang, menyebutnya sebagai Fobia Khas, pada prinsipnya menekankan bahwa kecemasan atau ketakutan yang permanen itu bukan merupakan gejala sekunder dari gangguan mental jenis lain, tapi gejala primer terhadap obyek sederhana atau situasi biasa tertentu.

Tentu kita bertanya apa etiologi atau penyebab dari gangguan mental yang unik ini? Para ahli psikodinamik menelaahnya pada perkembangan mental masa anak individu tersebut. Pada masa anak individu mengalami ketakutan luar biasa, atau perasaan traumatik, terhadap figur-figur yang berpengaruh pada masa itu. Biasanya bapak, ibu, kakek, atau nenek, dan paman. Ketakutan hebat ini diredam dalam alam bawah sadar bertahun-tahun. Direpresi yang menurut Freud, tak pernah sempurna, atau suatu ketika dalam hidup akan muncul lagi. Benar. Ketika dewasa atau tua, ketakutan “traumatik” ini muncul lagi, tapi berhubung obyek yang ditakuti adalah figur yang seharusnya dihormati dan dicintai, ketakutan ini “dialihkan” pada obyek-obyek spesifik sederhana, atau situasi-situasi tertentu yang biasa-biasa saja. Setelah dewasa, individu tak boleh takut, benci, atau menghindari tokoh-tokoh itu bukan?

Hipotesis kedua, individu mengalami peristiwa-peristiwa yang dikaitkan dengan emosi-emosi spesifik yang timbul bersama peristiwa itu. Misalnya mengendarai mobil atau sepeda motor dan menabrak orang menyeberang. Beberapa waktu kemudia individu tak berani mengendarai mobil atau sepeda motor, atau ketakutan melihat orang menyeberang jalan.

Terapi pilihan untuk gangguan fobik ini adalah pemberian obat anti cemas dan “desensitisasi”. Pada ibu-ibu diatas, terapis menunjukkan foto ukuran 12R dari kotoran tikus dan kucing. Kedua ibu itu jelas akan menjerit ketakutan dan memalungkan muka. Tapi keduanya sudah berada pada lindungan obat anti cemas kuat level “panic disorder”. Minggu berikutnya terapis menunjukkan lagi foto-foto itu sambil membahas cara mengatasi panik. Minggu berikutnya lagi terapis membahas tentang kotoran tikus dan kucing, bahwa itu benar-benar bukan obyek yang berbahaya, juga sambil memegang foto. Minggu berikutanya lagi terapis benar-benar menunjukkan kotoran tikus dan kucing yang dipegangnya. Kedua ibu tetap dalam lindungan obat anticemas level panik supaya tidak histeris kejang-kejang. Demikian seterusnya, secara pelan-pelan, sampai kedia ibu berani menyentuh obyek-obyek itu dengan tenang dan santai.****

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun