Mohon tunggu...
Inung Widjaja
Inung Widjaja Mohon Tunggu... Konsultan - Konsultan & Konseptor Bisnis

Orang Jogja yang punya skill ganteng secara otodidak

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Konser Rock di Malam Paskah, Toleransikah?

10 April 2012   07:07 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:48 489
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Toleransi antar-masyarakat Indonesia kembali diuji. Konser "Win Mild Rock Rebond Jamrud" di Yogyakarta, tepatnya di Lapangan Kridosono sudah berhasil dilaksanakan pada tanggal 7 April 2012. Tapi, keberhasilan itu menurut media dan penyelenggaranya lho. Sedangkan banyak orang yang protes terhadap adanya konser ini. Siapa yang protes? Adalah mereka umat Gereja Kotabaru Yogyakarta yang letaknya hanya 300 meter dari Stadion Kridosono.

Apa yang menjadi dasar mereka untuk protes?

Hal yang utama adalah tentang terganggunya perayaan misa malam paskah mereka. Tentu saja mereka terganggu. Di saat mereka sedang beribadah, dengan kerasnya hentakan musik mengganggu. Menurut saya, Idealnya memangpada malam sebelum hari raya tidak ada acara lain selain yang akan mengganggu kekhusukan ibadah umat yang akan merayakan. Minimal si pembuat acara juga harusnya sudah mensurvey tempat, waktu, dan membuat analisa SWOT (bagi yang merasa pernah menjadi penyelenggara acara tapi tidak tahu istilah ini, saya mohon mencari dulu di google).

Sudah sejak lama malam paskah itu ada. Mungkin memang benar bahwa malam paskah tidak berada di dalam tanggal merah. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa yang masuk di tanggal merah adalah hari JUMAT AGUNGnya. Jumat Agung adalah peringatan wafatnya Yesus. Setelah itu, dalam ajaran Injil mengatakan bahwa Yesus akan bangkit pada hari Minggu paskah. Kebetulan Minggu Paskah pasti akan masuk dalam tanggal merah karena bertepatan pada hari minggu.

Saya mengandaikannya begini. Seperti pada saat Idul fitri, saya mengambil contoh dari saudara kita yang memeluk agama Islam. Semua orang pasti sudah tahu jika malam takbiran juga bukan merupakan tanggal merah. Tanggal merahnya jatuh di hari Idul Fitrinya. Namun, di saat itu pasti tidak ada orang yang mau mengadakan acara yang akan mengganggu malam takbiran itu. Kalaupun ada acara besar, pasti juga berhubungan dengan takbiran dan Idul fitri (koreksi saya bila saya keliru). Contoh ke dua, saya ambil dari saudara kita yang memeluk agama Hindu. Pada hari raya nyepi, tanggal merah akan jatuh pas pada saat hari rayanya. Namun, 1 hari sebelumnya, mereka pasti akan menjalankan prosesi upacara Melasti. Idealnya, tak ada acara lain yang akan mengganggu upacara itu. Minimal, jika akan ada acara, letaknya tidak berdekatan. Mereka pasti akan memahami itu terjadi karena apa? Menurut saya itu semua terjadi karena semangat toleransi.

Kurang bijaksana jika ada penyelenggara acara berpendapat bahwa mereka boleh mengadakan acara di luar tanggal merah. Banyak orang pula yang melayangkan protes langsung ke Log Zlebour melalui akun Twitternya. Berikut beberapa kutipannya Pendapat yang kurang bijak ini juga diungkapkan oleh salah satu produser musik rock Indonesia, Log Zlebour dalam akun Twitternya. Berikut kutipannya :

“@LogZhelebour tanggal merah itu yg diakui Pemerintah, klu ada kegiatan lain diluar tgl itu dianggap mengganggu ya heran apalagi jauh n membelakangi stage”

“@LogZhelebour Padahal suara motor yg lewat jauh lebih keras drpd suara sayup2 bila terjadi arus balik angin lha kok dibilang mengganggu..jgn sirik ah”

“@LogZhelebour rupanya bnyk yg ga tahu klu Log Sound itu hanya dahsyat didepan, dibelakangnya tdk terdengar apa2 alias sepi walaupun berdiri dibaliknya.”

“@LogZhelebour Maaf, Klu saya tahu pasti toleransi sekali, lbh baik dibuat Perda aja biar tdk terulang”

Menurut saya, tanggapan pertama menampakkan bahwa Log tidak mau tahu akan orang lain. Baginya, acara yang ia selenggarakan itu harus sukses meskipun banyak orang yang merasa dirugikan. Tanggapan kedua dan ketiga menunjukkan pula bahwa Log juga tidak tidak mau membuka mata akan kenyataan . Saya sendiri memang tidak mengikuti perayaan misa di gereja Kotabaru. Saya mengetahui dari status BB, Facebook, Twitter dan whatsapp teman-teman saya yang mereka tulis usai misa. Itu pun saya sudah bisa ikut merasakan ketidakkhusukkan mereka. Mengapa? Karena waktu itu posisi saya ada di daerah Kumetiran, letaknya di sisi barat Malioboro, jaraknya kurang lebih 3km. “Lho, kok jauh? Ngapain protes?” Karena saya pun mendengar sangat jelas dari tempat itu. Teman saya yang rumahnya di daerah Tugu pun ikut mendengar dengan jelas dari sana. 3 km pun terdengar jelas, bagaimana dengan yang hanya 300m dari tempat acara? Silakan, Anda bisa membayangkannya sendiri.

Dalam tanggapan kedua dan ketiga itu tampaknya Log tidak mau menerima kenyataan bahwa memang ada orang yang merasa terganggu. Puji Tuhan, mereka yang merasa terganggu itu tidak bertindak anarkis dan memroses dengan macam-macam cara. Mereka hanya melakukan pengaduan dan protes. Menanggapi salah satu twitt dari seseorang, Log berkata seperti pada tanggapan ke 4. Tanggapan ke-4 menurut saya juga amat menunjukkan kalau penyelenggara acara ini kurang peka, bahkan cenderung kurang pengetahuan. Apakah iya, seorang Promoter Rock Festival & Concert, Artist Management, Executive Producer,LOG Sound, Stage & Lighting , LOG Music, Consultant Production & Promotion berkelas nasional tidak tahu kalau ada perayaan malam paskah dan ada gereja di dekat tempatnya konser. Apakah iya, dia tidak tidak memikirkan banyak hal dan malah menyalahkan peraturan? Di mana letak kepekaannya?

Ketika ada orang yang memuji tentang kedasyatan soundsystem dan acaranya, dengan jumawa dia tetap melaju tanpa rasa bersalah. Ya, itu menurut saya. Barangkali Anda sekalian bisa menilainya sendiri. Pernyataan permintaan maaf dari penyelenggara acara maupun pihak berwenang pun sampai sekarang belum ada. Barangkali memang kami tidak mengharap permintaan maaf itu. Namun memang akan lebih baik jika permintaan maaf itu ada. Saya hanya berharap, kejadian seperti ini tak akan terjadi lagi.

Pihak pemberi ijin

Mungkin, banyak juga yang kecewa terhadap pemberi ijin. Dari akun Twitter salah satu orang yang melakukan protes kepada Log, saya menemukan sebuah pernyataan dari Kombes Sunarto Dirintelkam Polda DIY.. “Lho mas, ijin konser Jamrud dari Mabes udah keluar lama”. Saya lalu geleng kepala sambil senyum. Apakah iya, seorang Kombes berpikir sependek itu? Mengenai ijin yang keluar, apakah ijin itu keluar sebelum perayaan paskah dikenal di dunia ini? Atau minimal, apakah pemberi ijin tidak mempunyai kalender? Padahal sudah terlihat jelas di kalender kalau ada hari raya paskah? Saya sendiri pun sudah mencoba mengadukan kepada pihak berwenang melalui fasilitas online yang mereka sediakan. Tapi seakan tidak ada tanggapan. Apakah fasilitas itu hanya untuk formalitas?

Barangkali, silakan saja mengadakan acara. Namun, perlu diingat dan dipertimbangkan banyak hal. Mungkin tempatnya juga dipikirkan. Pada malam itu, di Yogyakarta sendiri memang ada beberapa acara yang cukup besar. Namun itu semua tidak menjadi masalah karena letaknya yang cukup jauh dari tempat perayaan dan tidak mengganggu. Lalu, apakah hal ini akan kembali terjadi? Mana yang lebih penting? Toleransi atau keuntungan?

Saya beryukur, meskipun sangat terganggu, namun umat bisa tetap menjalankan misa perayaan malam paskah dengan lancar setelah berpuasa dan berpantang selama 40 hari. Mari berbagi kasih.

Semoga menjadi koreksi.

Salam dari Yogyakarta

Inunk

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun