Karena tak banyak berubah setelah hampir tiga bulan, akhirnya saya bawa si bayi ke tukang urut. Entah diurut bagian mana, ternyata sejak itu aksi muntahnya berkurang.
Tetapi meski punya kebiasaan muntah, tak sekalipun saya menggantikan ASI dengan susu formula. Setiap muntah, saya akan memberikan ASI lagi. Begitu seterusnya sambil berhitung seberapa persen ASI dimuntahkan kembali. Jika hanya sepertiga atau seperempat bahkan setengahnya yang dimuntahkan, saya menganggap bayi dalam kondisi aman.
Memang soal pemberian ASI ini, ada peran penting dari kantor. Sebagai pekerja kantoran, waktu itu si bos memberikan saya izin untuk pulang lebih awal dari jam kantor selama masa ASI eksklusif. Selain itu sehabis dari lapangan, saya boleh menengok rumah untuk memberikan ASI pada si bayi.
Kebetulan saya memang memilih tinggal tak jauh dari kantor. Tujuannya agar saya bisa bolak balik pulang untuk menyusui setiap 3 jam sekali. Dan saya lulus, memberikan anak ASI ekslusif tanpa pernah menggunakan dot hingga lanjut anak usia 2 tahun lebih.
Baru memasuki usia 3 tahun, saya mengenalkan anak dengan susu formula. Pertimbangannya, karena produk ASI saya sudah jauh berkurang.
Oh ya, saya memang hampir tidak pernah memeras ASI kemudian menampungnya berbotol-botol dan menyimpan di freezer. Meski waktu itu saya sudah belajar ketrampilan menyimpan ASI.
Saya memilih tinggal dekat kantor agar bisa tiga jam sekali memberikan ASI langsung pada anak. Dan bersyukur semuanya lancar. Kantor mendukung, dan saya juga pantang menyerah meski untuk bolak balik rumah kantor tiap 3 jam sekali membutuhkan perjuangan.
Selama saya menyusui, tak sekalipun saya mengambil job ke luar kota. Itu berlangsung hingga si sulung usia 13 tahun dan si bungsu sudah 6 tahun.Â
Pernah sekali waktu, saat si sulung usia 5 tahun, saya mencoba mengambil job ke Bandung dan menginap. Belum juga merebahkan badan, ketika tiba-tiba ART saya menelepon kalau anak saya menangis terus menanyakan sang ibu. Tak tega dengan anak, malam itu juga saya meluncur pulang naik travel.Â
Sampai Jakarta sudah pukul 11 malam dan ketika saya sampai rumah, si kecil masih melek menunggu saya. Terharu? So pasti, rasanya campur aduk. Kangen dan merasa bersalah telah meninggalkannya.