M, pelajar SMP kelas IX berbeda lagi. Ia mengaku mulai merokok karena pengaruh teman sepermainannya. Ditambah kemudahan mendapatkan produk rokok, membuat M sulit untuk berhenti merokok. "Sempat berhenti, tetapi begitu kumpul teman, akhirnya merokok lagi karena faktor pakewuh (red: tidak enak) dengan teman," katanya.
Warung rokok yang jaraknya hanya sekitar lima langkah dari rumahnya, menyediakan penjualan rokok dengan cara eceran. "Lima ribu tiga batang, murah karena bisa ambil dari uang jajan," tambahnya.
Kisah Rin, mahasiswa di Jawa Timur berbeda lagi. Menganggap bahwa rokok elektrik adalah jenis rokok yang aman, Rin yang sudah tobat dari rokok konvensional pun menjajal rokok elektrik ini. Hasilnya, ternyata sensasi yang dihasilkan rokok elektrik tak kalah dengan rokok konvensional, malah kata Rin, rokok elektrik jauh lebih keren dan gaul.Â
Itu mengapa tanpa merasa bersalah, Rin kemudian beralih menjadi perokok aktif jenis rokok elektrik. "Saya berpikir rokok elektrik tidak sama bahayanya dengan rokok konvensional karena tidak ada pembakaran, tidak ada asap yang berarti. Baunya juga lebih harum," tuturnya.
Ia mulai merokok elektrik sejak 2019 setelah belajar tutorial merokok elektrik melalui media sosial Instagram.
Oktavian Denta, Departemen Penelitian dan Pengembangan IYCTC mengemukakan bahwa ada banyak anak muda yang beranggapan rokok elektrik jauh lebih aman dibanding rokok konvensional.Â
"Padahal penelitian yang kami lakukan menunjukkan bahwa rokok elektrik juga sama bahayanya dengan rokok konvensional. Pada liquid rokok elektrik ditemukan kandungan seperti nikotin, formalin dan zat berbahaya lainnya," kata Denta.
Hasil investigasi yang dilakukan IYCTC juga menemukan betapa mudahnya anak mengakses rokok elektrik melalui toko daring (market place), dan betapa mengkhawatirkannya narasi menyesatkan yang sudah mempengaruhi anak muda bahwa merokok elektrik lebih terlihat keren dan gaul.
"Menarasikan rokok elektrik dengan kata-kata yang lebih gaul, ini bahaya, sehingga bisa menimbulkan misspersepsi pada anak-anak muda," tegas Denta
Diakui Denta, memang ada kesepakatan dari asosiasi pedagang rokok untuk tidak menjual rokok pada anak usia kurang dari 18 tahun.Â
Tetapi fakta yang ditemukan di lapangan, berdasarkan wawancara dengan anak-anak, proses pembelian rokok oleh anak-anak sangat mudah. "Anak-anak malah bisa beli rokok melalui aplikasi," tambahnya.