Menjadi nenek dengan 11 cucu seharusnya membuat ibuku nun jauh di desa sana, di pinggiran Kota Kebumen Jawa Tengah tidak perlu kesepian. Ia bisa bersenda gurau dengan cucunya bergantian, sehari satu cucu saja tidak akan habis dalam sepekan. Muter terus berulang, dengan celoteh dan cerita yang beragam.
Tetapi ceritanya jadi berbeda, karena dari 11 cucunya itu hanya 2 orang yang tinggal di kota yang sama. Sedang  9 lainnya menyebar di kota Jakarta, Bekasi, Klaten dan Yogyakarta. Walhasil ibuku, nenek dengan 11 cucu tetap sering berteman sepi. Jangankan untuk berjumpa, mengobrol berbagi dongeng  pun tidak bisa dilakukan dengan leluasa. Paling bisa dilakukan saat para cucunya datang mengunjungi.
Dulu, sebelum ayahku meninggal dunia pada Januari 2018, ibuku sering menyambangi anak---anaknya jika rindu dengan sang cucu. Bulan kemarin ke Jakarta dan Bekasi, bulan berikutnya ke Yogyakarta dan Klaten. Lalu bulan berikutnya lagi tinggal di Kebumen. Begitu seterusnya.
Tetapi setelah ayahku tidak ada ditambah usia yang semakin rentan, praktis ibuku hanya bisa berharap anak dan cucunya datang berkunjung mengobati rindunya. Padahal karena kesibukan anak-anaknya, kunjungan itu tidak bisa dilakukan setiap saat. Paling bisa sebulan sekali, dan yang tinggal di Jakarta dan Bekasi, 2 atau 3 kali dalam setahun.
Padahal berjumpa dengan para cucunya menjadi momen berharga bagi ibuku. Ya, sebagai generasi sepuh yang sudah makan asam garam kehidupan, seringkali ibuku ingin berbagi nasehat pada cucunya. Terlebih cucunya
Apalagi ketika pandemi melanda negeri ini. praktis kunjungan rutin itu ditiadakan untuk sementara waktu sambil menunggu pandemi melandai. Bisa dibayangkan, bagaimana ibuku menahan rindu kepada anak-anak dan cucu-cucunya. Pasti rindu luar biasa. pasti ingin segera menguyel-uyel cucu-cucunya, menghadiahi dongeng masa lalu, menghadiahi pujian dan semua hal yang mampu mempererat ikatan darah antar mereka.
Beruntung ibuku termasuk orang tua yang mudah beradaptasi dengan teknologi. Sejak tidak lagi memiliki kesempatan banyak untuk berjumpa dengan cucunya secara fisik, ibuku mulai belajar menggunakan alat komunikasi bernama smartphone. Belajar mengirimkan whatshapp, belajar menelepon, bahkan belajar pula videocall.
Sayangnya tidak setiap saat komunikasi dengan smartphone itu bisa dilakukan dengan lancar. Ada saja kendalanya, mulai dari paket data atau pulsa yang habis, hingga signal timbul tenggelam. Tetapi persoalan paket data dan pulsa menjadi kendala paling sering muncul. Padahal kalau paket datanya sudah diambang batas kuota, sambungan internet minta ampun susahnya.
"Lha lagi baru mau bicara, tiba-tiba video terjeda, sinyal jelek. Marakke tambah kangen wae," keluh ibu sekali waktu.
Pada akhirnya, kami pun sepakat memasang wifi di rumah ibu. Berharap dengan wifi segala kendala komunikasi berbasis teknologi yang menyambungkan kembali antara ibu, anak dan cucunya bisa berjalan lancar.