Seberapa banyak saya belanja secara online, sebanyak itu pula sampah plastik saya dapatkan. Entah itu dalam bentuk double wrap, atau sekadar plester atau solatif. Intinya tetap membawa sampah plastik.
Awalnya plastik terutama double wrap saya simpan. Rapih tertata di lemari dapur. Tujuannya untuk bisa digunakan ulang ketika saya mau mengirimkan barang. Tetapi ternyata antara sampah plastik double wrap yang dihasilkan tak sebanding dengan intensitas saya memanfaatkan kembali. Karena kegiatan belanja online saya jauh lebih sering dibanding mengirim barang.
Walhasil, itu plastik double wrap numpuk di lemari. Lumayan banyak juga. Belum lagi plastik kresek yang sering dibuat bungkus tukang sayur dan tukang buah. Seberapa besar pun tas yang saya bawa saat belanja ke pasar tradisional, bukan berarti pedagang mau menaruh belanjaan saya begitu saja masuk  ke dalam tas belanjaan non plastik. Pasti ada acara membungkus pakai plastik dulu, baru kemudian dimasukkan ke dalam tas belanjaan saya. Kebiasaan itu memang tak mudah untuk dihindari.
Nah soal plastik-plastik dari pasar atau warung ini, relative lebih mudah untuk di atasi. Saya selain membiasakan bawa tas belanjaan non kresek saat ke pasar atau ke warung, juga membawa wadah jika berencana membeli makanan siap santap. Bubur ayam, kue pancong, martabak atau apa saja.
Lantas bagaimana menghadapi sampah plastik yang dihasilkan dari kegiatan belanja online? Selain menyimpan untuk kemudian dipakai ulang (reuse) saat akan berkirim barang, plastik double wrap itu saya donasikan ke pedagang online. Kebetulan keponakan jualan makanan camilan secara online.
Ide itu muncul ketika sekali waktu datang ke rumah keponakan yang jualan camilan. Ada tumpukan barang yang siap dikirim melalui jasa ekspedisi. Dan semuanya menggunakan plastik double wrap. Lantas kenapa tidak saya donasikan saja koleksi plastik double wrap di lemari dapur?
Plastik double wrap tersebut ternyata meringankan beban si keponakan. Setidaknya jumlah plastik double wrap yang dibeli bisa dikurangi.
Langkah lainnya adalah memanfaatkan selotip atau plester sisa untuk membersihkan sofa berbahan kain. Terus terang, untuk membersihkan sofa berbahan kain dari debu dan bulu kucing sering tidak maksimal. Nah dengan plester bekas yang masih punya daya rekat baik ini, saya bisa membersihkan sofa-sofa dari debu dan bulu kucing. Caranya cukup menempel plester berulangkali memutar di sofa. Hasilnya bulu kucing dan debu bisa menempel dan terangkat sempurna. Sofa pun jadi bersih.
Nah untuk plester sisa membersihkan sofa ini, sampai sekarang saya masih belum punya solusi. Jadi maaf, masih sekadar saya gulung kemudian dibuang di tempat sampah khusus non organic. Karena untuk membakarnya pun tidak mungkin, secara rumah saya berada di pemukiman padat penduduk.
Di luar plastik double wrap, belanja online sering menghasilkan plastik kresek. Terutama jika belanja makanan di warung UMKM. Tak banyak UMKM yang sadar untuk tidak menggunakan kantong plastik. Kalaupun ada yang sudah beralih pakai kotak dari kertas, tetap saja bungkus luarnya menggunakan kantong plastik.