SUMBONO Ardiansyah, warga Babelan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat baru sekitar 6 bulan menggeluti bisnis bakso goreng alias basreng. Makanan milenial tersebut menjadi pilihan bisnisnya dengan banyak pertimbangan, seperti pangsa pasar yang lebih luas, mudah proses produksinya, mudah kemasannya dan tidak gampang busuk.
Bono, demikian biasa disapa, mengawali bisnisnya awal Agustus 2021 dengan bendera Elzato. Bekerja dalam satu tim dengan 3 teman mainnya, Bono pun memulai jualan basreng dengan menitipkan di warung-warung. Namun baru sebulan berjalan, dua temannya mengundurkan diri. Ini terjadi ketika sebagian produk basreng yang dititipkan di warung harus kembali dalam kondisi sudah rusak dan tak layak konsumsi akibat terlalu lama dipajang di ruang terbuka.
"Kami rugi sekitar 2 juta rupiah waktu itu, karena banyak produk nggak laku. Akhirnya teman pada mengundurkan diri," tutur mahasiswa Universitas Pamulang angkatan tahun 2021 tersebut berkisah.
Meski dua temannya menyerah, Bono tak putus asa. Ia tetap melanjutkan usaha jualan basreng bersama satu teman lainnya bernama Brilian dengan bendera baru PT Swara Garuda Nusa atau Swara Leo. Selain mengganti merek, ia juga mengubah strategi pemasarannya, yakni lebih banyak memanfaatkan teknologi digital terutama melalui media sosial seperti Whatshap, Instagram, Twitter dan Facebook. Hasilnya, perlahan tapi pasti, penjualan mulai meningkat.
"Makin ke sini yang pesan lewat IG dan WA makin banyak. Apalagi ada omicron, bikin orang makin mager saja," tutur Bono.
Karena itu keputusannya sudah bulat. Ia akan lebih fokus berjualan dengan memanfaatkan teknologi digital. Kalaupun memasok warung, itu sekadar menjaga langganan yang sudah mulai terbentuk.
Dan benar saja, pesanan yang datang baik melalui WA, IG dan FB datang bertubi-tubi setiap hari. Ada yang pesan basreng yang siap santap, ada juga basreng siap goreng. Pesanan melalui teknologi digital pun semakin meningkat ketika sebulan kemudian Bono bergabung pada satu marketplace.
Seiring banyaknya pembeli yang datang melalui dunia maya, persoalan baru pun muncul. Ia harus memanfaatkan jasa ekspedisi, sebab lebih dari separuh pembelinya berasal dari area luar kota bahkan luar Jawa seperti Sumatera dan Kalimantan.
"Dan ternyata ongkos kirim produk ini lumayan membebani. Beberapa pembeli terutama yang mau reseller urung membeli gara-gara ongkos kirim yang lumayan mahal," katanya.