Ia mencontohkan ketika harus mengirimkan basreng ke wilayah Tangerang Selatan. Untuk produk 50 pouch seberat 5 kg, ia harus membayar ongkos kirim Rp25 ribu. "Kalau dibebankan ke konsumen, jelas nggak mau. Tetapi kalau ditanggung penjual, itu sama saja kita nggak ambil untung," tuturnya.
Untuk menekan tarif ongkos kirim, Bono menyiasati dengan cara antar langsung. Beberapa orderan sekitar Bekasi, Cibitung, Jakarta dan Tangerang disambangi menggunakan motor. Â Kecuali yang tidak terjangkau motor, ia menggunakan jasa ekspedisi. "Lelah pasti, karena sekali jalan saya bisa puluhan titik didatangi. Pernah speedometer motor saya mencapai 126 kilometer sekali jalan," tukasnya.
Tetapi seiring waktu, pemesanan dari luar kota terus meningkat. Situasi tersebut membuatnya harus berpikir ulang dengan sistem mengantar sendiri. Selain menyita waktu, sistem mengantar sendiri barang pesanan juga memiliki jangkauan wilayah yang terbatas. "Di luar area Jabodetabek tentu saya sudah nggak bisa. Padahal pesanan dari daerah lain sudah lumayan banyak seperti Yogyakarta, Klaten, Semarang bahkan Kalimantan," katanya.
Bono pun melakukan penghitungan secara cermat. Mulai dari kemasan produk yang tidak mudah rusak, ongkos kirim dan ketepatan waktu. Tiga hal tersebut sangat penting dipertimbangkan mengingat produk yang dijual berupa makanan yang gampang hancur. "Ongkos murah banyak, tetapi saya tidak yakin produk diterima dalam kondisi masih bagus dan tepat waktu," katanya.
Karena itulah, seringkali Bono menawarkan ke pelanggan terkait pemilihan jasa ekspedisi ini. "Mayoritas saya tawarkan pakai jasa ekspedisi JNE. Perusahaan ini sudah banyak cabang dan mitranya, di pelosok negeri pun sudah ada JNE," sambungnya.
Soal tarif ongkos kirim, meski sering jadi pertimbangan, tetapi banyak konsumen dari luar kota, terutama konsumen rumahan yang tidak lagi mempersoalkan. Mereka umumnya lebih memilih jasa ekspedisi yang dapat menjaga produk yang dipesan tetap dalam kondisi bagus saat sampai di tangan dan waktu yang tepat.
"Alhamdulillah, kerjaan pengiriman barang dagangan banyak terbantu oleh JNE. Perusahaan ekspedisi ini banyak direques oleh pembeli. Sebab selain ongkosnya yang relatif terjangkau, keamanan produk dan kepastian waktu menjadi pertimbangan juga," tambah Bono.
Ia ingat betul pada pertengahan November tahun lalu, ada pembeli dari luar daerah yang salah mengirimkan alamat. Akibatnya produk tak kunjung diterima pembeli. Usut punya usut ternyata pembeli yang salah mencantumkan alamat. Si pembeli mencantumkan alamat titik poin penjemputan ojek online berdasarkan map Google, bukan alamat rumah. "Makanya harusnya produk sudah diterima, ternyata lebih dari sepekan belum juga sampai," tutur Bono.
Sempat panik, tetapi akhirnya terselesaikan juga. Karena pihak kurir JNE menitipkan barang di cabang terdekat dengan alamat konsumen. "Saya pun telepon JNE pusat untuk menelusuri barang kiriman berdasarkan nomer resi, diperoleh keterangan bahwa kurir sudah mencari alamat yang dituju, tetapi ternyata alamat yang tertera merasa tidak pesan barang. Akhirnya kiriman disimpan di kantor cabang sambil menunggu pengirim atau penerima paket menghubungi," jelas Bono.