Selamat sore sahabat setia Kompasianer dan Readerku.
Banyak yang tidak menyadari bahwa pikiran manusia itu sejatinya mempengaruhi nasib dirinya secara totalitas.
Pikiran manusia dapat tergambar dari kata-kata dirinya yang terucap dan tertulis. Dan kata-kata seorang pun mencerminkan kejiwaannya. Ini sudah rumus dari sononya sahabat. Dari manusia diciptakan Sang Khalik.
Kalau begitu. Kenapa hidupku dirundung masalah? Kok lihat orang lain enjoy-enjoy saja padahal dirinya pun penuh lika-liku dan cobaan yang sama-sama dihadapi?
Itu bukan dari luar! Tapi masalahnya ada di dalam diri kita! Dari Pikiran kita!
Melalui Ilmu Neurosemantic yang berfokus pada cara memenangkan permainan bathin dan pemaknaan hidup, kita bisa menelusuri apa-apa saja sumber-sumber masalah dalam diri kita yang membuat hidup kita ini sangat-sangat bermasalah.
Saya bantu yah sahabat. Simak baik-baik arahan saya yah!
Deteksi referensi-referensi yang kita pegang. Referensi yang paling menentukan nasib kita adalah Figur Hidup kita.
Coba kritisi diri. Karena jawaban dari pertanyaan saya tulis itu yang membutuhkan diri kita sendiri bukan orang lain. Kan yang mau diubah nasibnya diri kita, bukan orang lain yah hehehe. Boleh ditulis jawabannya sama sahabat di catatan pribadi, agar kita bisa menelusuri apa masalah yang ada dalam diri.
Pertama. Siapa Figur hidupku yang paling selaras dengan nasibku?
Oke? Udah kejawab? Mari lanjutkeun!
Kedua. Apa sisi positifnya dari Figurku? Sebutkan!
Ketiga. Apa sisi negatifnya dari Figurku? Sebutkan!
Keempat. Lebih banyak sisi positifnya atau sisi negatifnya?
(Optional) Kelima. Kalau banyak sisi negatifnya, kenapa terus dijadikan figur?
(Optional) Keenam. Kalaupun sedikit sisi negatifnya, kenapa tidak mencari figur yang bersih dari nilai-nilai negatif?
Ketujuh. Apakah saya satu nasib dengan figur yang saya jadikan inspirasi hidup saya? Jelaskan alasannya!
Kedelapan. Apa saja yang menjadi sisi inspirasional dari figur saya?
Kesembilan. Apakah inspirasi dari figur saya benar-benar bermanfaat untuk hidup saya? Kalau tidak dan malah memberikan kemudharatan mengapa dipertahankan?
Kesepuluh. Apakah perjalanan hidup figur saya penuh kemalangan? Apa penyebab kemalangannya (Note: Apakah karena terdapat kebohongan pada dirinya atau karena dedikasinya untuk kehidupan manusia dan sesama makhluk)? Jelaskan!
Kesebelas. Apakah figur saya memenangkan kehidupan dunia dengan penuh kemuliaan atau malah penuh kehinaan?
Kedua belas. Apakah kita mau bernasib sama dengan figur kita sepanjang hidup kita? Apa alasannya?
Ketiga belas. Apakah kita bangga dengan nasib yang kita terima hingga saat ini, karena kepercayaan diri kita atas figur yang kita pegang dalam hidup? Kalau iya jelaskan, kalau tidak jelaskan.
Keempat belas. Apakah mau mempertahankan figur tersebut selama-lamanya, atau mau menggantinya dengan yang lebih baik lagi untuk nasib diri yang lebih baik? Apa alasannya?
Kelima belas. Apakah kita berjanji dengan diri sendiri akan jawaban-jawaban yang kita tuliskan dan ucapkan itu? Kalau ada janji apa janjinya? Kalau tidak ada janji apa alasannya?
(Optional) Keenam belas. Sekarang apa yang dirasakan dari diri kita setelah melepas diri dari figur tersebut jika dirasa nasib kita yang malang ternyata memang disebabkan pikiran kita yang terlalu fokus membenarkan figur tersebut dengan nasib kita sendiri? Apa yang kita cari itu kebenaran atau pembenaran atas figur kita fokuskan dalam pikiran kita? Jelaskan!
Nah. Bagaimana sahabat. Ini adalah salah satu cara merekonstruksi pemikiran kita guna nasib yang lebih baik.
Karena apa yang kita pikirkan, pasti menjadi magnet yang menarik kepribadian-kepribadian orang-orang yang kelak akan kita hadapi. Apakah ketenangan bathinkah atau malah pergolakan bathin. Itu semua berasal dari pikiran kita sendiri.
Sebagai wasana kata. Untuk merubah nasib, maka mulailah dari merekonstruksi pemikiranmu, buang semua yang referensi-referensi negatif dan memberikan kemudharatan, dan simpan abadikan yang memberikan kebermanfaatan untuk diri sendiri bahkan sekitar kita.
Semoga bermanfaat!
Tertanda.
Rian.
Cimahi, 20 September 2022.
Indrian Safka Fauzi untuk Kompasiana.
For our spirit... Never Die!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H