Mohon tunggu...
Indrian Safka Fauzi
Indrian Safka Fauzi Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Praktisi Kesadaran Berketuhanan, Kritikus Fenomena Publik dan Pelayanan Publik. Sang pembelajar dan pemerhati abadi. The Next Leader of Generation.

🌏 Akun Pertama 🌏 My Knowledge is Yours 🌏 The Power of Word can change The World, The Highest Power of Yours is changing Your Character to be The Magnificient. 🌏 Sekarang aktif menulis di Akun Kedua, Link: kompasiana.com/rian94168 🌏

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perilaku Hedonis Mereduksi Kesadaran? Benarkah?

26 Juni 2022   17:00 Diperbarui: 26 Juni 2022   17:38 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hedonisme sebagaimana dikutip dari KBBI, adalah pandangan yang menganggap kenikmatan dan kesenangan materi sebagai tujuan utama hidup, lebih singkatnya disebut berfoya-foya. Dan menurut hasil tinjauan saya mengenai perilaku hedonis di lapangan, adalah perilaku pemuasan kepuasan badan atau inderawi secara maksimal (semaksimal-maksimalnya).

Lagi-lagi saya tidak bosan membahas tentang perilaku materialistis dan hedonistis, mungkin pembaca bosan dengan bahasan yang selalu saya angkat di setiap artikel yang saya tulis. Namun apa daya ini sangatlah urgent, menimbang kita hidup di masa-masa krisis yang mana sumber daya sangatlah terbatas yang mengakibatkan harga kebutuhan pokok semakin melonjak naik dari hari ke hari. 

Apakah pembaca bosan dan ingin close artikel ini? Hahahaha itu hak pembaca kok! Saya gak maksa artikel ini dibaca... yang penting aku sudah peduli padamu... iya... kamu.

Apakah mengkonsumsi daging berlebihan merupakan perilaku hedonis? 

Saya menelusuri beberapa artikel seperti yang dibahas website hidupkatolik.com yang membahas seputar konsumsi daging babi, selidik saya selidik, ini ada kaitannya dengan kesadaran manusia. 

Karena rasa gurih dan maknyus bagi yang pernah atau seringkali mencicipinya, berdampak fatal dan merugikan perkembangan hidup rohani atau spiritual seseorang, karena pengkonsumsi daging babi seakan-akan terstimulus untuk memakan lagi dan lagi daging babi tersebut sehingga kesadarannya makin tereduksi. 

Akibatnya daging babi yang sudah terlanjur dikonsumsi menyebabkan efek candu, dan perilaku memakan daging yang melewat batas terjadi. Menurut website alodokter.com, bahwa daging babi adalah rumah dari cacing pita, begitupula dampaknya jika dikonsumsi berlebihan, sangat berdampak buruk bagi kesehatan, seperti kanker usus, penyakit jantung dan hepatitis E.

Segala dampak dari pemuasan lidah dan perut secara berlebihan merupakan salah satu bibit-bibit perilaku hedonis. Kalau tidak ditanggulangi benar apa yang disebutkan website hidupkatolik.com, yakni berdampak merugikan perkembangan hidup rohani atau spiritual seseorang. Cirinya hidupnya dipenuhi kemarahan yang tidak tepat timingnya, tidak tepat tujuannya, dan tidak baik dampaknya, karena ketidaksadaran yang ia tanam dari perilaku hedonis seperti ini. 

Benarkah pendapat saya duhai sahabat kompasiana dan sahabat readers? Saya beropini demikian karena ini yang terjadi secara realitas, bukan dibuat-buat karena beberapa agama tertentu melarangnya secara keras, terutama Agama Yahudi dan Islam.

Kalau dengan daging selain babi seperti daging sapi, daging domba, daging kambing, daging ayam, daging bebek, daging ikan dan lainnya bagaimana sahabat kompasiana dan readers jika dikonsumsi berlebihan? 

Daging-dagingan dari hewani sejatinya kurang baik bagi kesadaran manusia jika dikonsumsi berlebihan, ada efek plus minus jika menggunakan pendekatan sastra veda seperti kitab suci Bhagavad Gita yang menjadi pegangan umat Hindu. Yakni pemakan daging yang berlebihan cenderung abai tentang apapun yang mendukung kebijaksanaan dalam memaknai kehidupan. 

Mengapa demikian? efek plus memakan daging, seorang menjadi lebih kritis dalam segala hal, artinya ia menjadi pintar secara intelektual atau akademis. Namun negatifnya ia semakin abai dengan masukan, kritik, nasihat yang sebenarnya menyelamatkannya, karena ego kepintaran yang lebih mendominasi dibanding kecerdasan hati dalam berempati yang didapat dari nutrisi makanan bersumber dari protein nabati. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun