Mohon tunggu...
Indrian Safka Fauzi
Indrian Safka Fauzi Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Praktisi Kesadaran Berketuhanan, Kritikus Fenomena Publik dan Pelayanan Publik. Sang pembelajar dan pemerhati abadi. The Next Leader of Generation.

🌏 Akun Pertama 🌏 My Knowledge is Yours 🌏 The Power of Word can change The World, The Highest Power of Yours is changing Your Character to be The Magnificient. 🌏 Sekarang aktif menulis di Akun Kedua, Link: kompasiana.com/rian94168 🌏

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Manfaat Mempelajari Pengetahuan Triangle Meta (Episode 5) - Cara Mendeteksi Diri Apakah Diikat oleh 3 Mode Sifat Alam atau Tidak?

11 Maret 2022   15:00 Diperbarui: 11 Maret 2022   15:18 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: Karya Pribadi menggunakan Powerpoint dan Adobe Photoshop

Selamat berjumpa kembali sahabat kompasiana!

Kali ini Rian ingin menjelaskan manfaat yang melimpah lainnya dari mempelajari keilmuan Triangle Meta yang Rian kembangkan secara mandiri.

Selamat membaca!

Mode sifat alam yang sudah kita ketahui ada 3 mode, yakni:

  1. Kebaikan yang menjelma menjadi hati manusia
  2. Nafsu yang menjelma menjadi keinginan manusia
  3. Abai/kegelapan yang dalam gradiasi positif menjelma menjadi akal manusia

Kita dapat mendeteksi diri manakah yang dominan melekat pada sang diri sifat alam ini.

Berikut ciri-ciri apabila diri ini masih terikat oleh mode sifat alam yang menyebabkan kesengsaraan.

  1. Seorang yang terikat oleh sifat alam kebaikan
    • Apabila dalam gradiasi negatif/tidak terkendali, kebaikannya bersifat pamrih dan mengikat dengan permasalahan hidup. Karena berbuat baik yang berharap kembali setara atau lebih, tidak didasari ketulusan. Ingin mendapatkan hasil dari sebuah kebaikan baik itu bersifat pahala, imbalan bukan karena mengharap Keridhaan/Restu Suci Tuhan. Yang mana syarat mendapatkan Restu Suci Tuhan kebaikan dalam menderma atau berbagi, niatnya karena ingin berbagi atau menderma tanpa dikotori kepamrihan. Artinya seorang menderma karena demi kehidupan seluruh, bukan untuk dirinya dan golongannya. Padahal jika ia paham rumus mutlak hukum alam sebab-akibat/aksi-reaksi, berbuat baik kepada sesama dengan tulus sama dengan berbuat baik kepada dirinya sendiri. Toh nanti di Alam Mahsyar kita melihat film kehidupan yang diperankan diri kita dan semua makhluk hidup yang pernah hidup di bumi menyaksikan segala perbuatan kita. 
    • Kebaikan yang mengharapkan hasil apapun, akan mengikat sang jiwa dalam permasalahan, apabila tidak berdasar keilmuan yang benar manfaatnya. Contoh ia ingin menderma dengan niat untuk menjadi wakil rakyat, namun tidak terpilih, karena kebaikannya merasa tak dihargai, ada kecenderungan untuk mengambil kembali apa yang telah didermakan. Ibarat menjilat ludah sendiri. Dan adapula yang terpilih menjadi wakil rakyat dengan niat kurang baik (ingin meraup keuntungan materi sebanyak-banyaknya bukan karena dedikasi pada negeri dan rakyat), cenderung bermotif balik modal.
    • Seorang yang diikat sifat kebaikan dalam gradiasi negatif, selalu ingin disebut "orang baik" walau itu merugikan dirinya sendiri dan orang orang terdekatnya. Sering ingin disebut "orang baik" memaksa ia sering terjerembab dalam suatu permasalahan dimana orang-orang yang tidak berkesadaran cenderung memanfaatkan kebaikannya.
  2. Seorang yang terikat oleh sifat alam nafsu
    • Nafsu yang tak terkendali/gradisi negatif, memaksa seorang berhasrat penuh untuk meraih kekayaan, kekuasaan, kenikmatan, kedudukan/posisi berpengaruh, dan kekuatan.
    • Kecenderungan sifat tak pernah puas atas pencapaian, membuatnya makin serakah dengan segala hal dengan cara yang tidak sah dimata hukum (seperti mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya walau melanggar hukum)
    • Kecenderungan untuk berperilaku korup demi memenuhi hasrat materialistis dan hedonistis secara totalitas dan kepuasan maksimal.
    • Satisfactory oriented.
  3. Seorang yang terikat oleh sifat alam abai
    • Abai yang tak terkendali/gradiasi negatif, membuat seorang menjadi pemalas (ogah-ogahan untuk belajar) dan pemarah (Marah hanya karena hal-hal yang bersifat duniawi dan keuntungan materi pribadi dan golongannya).
    • Sering mengingkari kebenaran yang sebenar-benarnya menyelamatkan.
    • Sifat yang paling berbahaya dari 3 mode sifat alam lainnya (kebaikan dan nafsu), karena menjadikan seorang yang egois, mau menang sendiri tapi membahayakan orang lain, dan cenderung berperilaku layaknya kriminal yang senang melanggar hukum dan aturan yang ditetapkan suatu negara.
    • Ciri yang menonjol, jika saat belajar mudah mengantuk, banyak tidur bukan karena kecapekan beraktifitas, namun banyak tidur karena memang malas untuk melakukan kegiatan produktif.
    • Mudah mengingkari janji, ingkar ucapannya sendiri, kata-katanya tak bisa dipegang.
    • Mudah kebingungan saat menerima informasi akibatnya tidak bisa menentukan nilai nilai yang sesuai untuk merespon, karena tidak ada basic pengetahuan yang melekat pada pikirannya sama sekali (otak kosong).
    • Sifat Abai yang tak terkendali adalah sumber dari kejahatan yang paling mengerikan, arogansi, kemunafikan, dan kemerosotan moralitas.

Cara melepaskan diri dari ikatan 3 mode sifat alam yang menyengsarakan.

  1. Mengasah hati untuk selalu berbuat baik dengan penuh ketulusan, tanpa mengharapkan hasil, hasil diserahkan sepenuhnya untuk meraih Keridhaan Tuhan Yang Maha Perkasa. Biar Tuhan Yang Maha Bijaksana menikmati kebaikan kita dengan menyaksikan ketulusan kita dalam berkebaikan. Dan dalam menderma pun harus menggunakan ilmu, agar tidak dimanfaatkan secara tidak sah kebaikan kita oleh orang-orang yang tidak berkesadaran.
  2. Mengarahkan keinginan pada keinginan-keinginan luhur, yaitu menyelamatkan, melindungi, dan mengayomi.
  3. Mengasah akal dengan bukti nyata, yaitu belajar dengan sungguh-sungguh, taat hukum dan rajin beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa.
  4. Di akhir zaman ini, dianjurkan untuk mengucapkan nama suci Tuhan dan Kepribadian manusia yang dimuliakan-Nya secara konsisten dan teratur sesuai keyakinannya masing-masing. Jika dalam Islam bershalawat dan berdzikir pagi petang (kalau Shalat Wajib sudah jelas tidak boleh dtinggalkan), jika untuk umat Sanatana Dharma berjapa dengan tekun dan teratur.

Demikian pengetahuan yang Rian sampaikan. Semoga bermanfaat dan menjadikan diri sebagai insan yang mulia dan penuh manfaat bagi seluruh yang hidup.

Salam hormat.

Rian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun