Islamofobia mungkin bukan perkara baru, tetapi belakangan ini, isu tersebut semakin diperhatikan secara global. Terutama setelah kejadian 11 September 2001 yang mengubah pandangan global terhadap Islam. Mulai dari diskriminasi terhadap simbol-simbol keislaman seperti hijab di Eropa, hingga retorika politik di Amerika Serikat yang sering kali memberikan prasangka terhadap umat Islam. Tidak dapat dipungkiri, prasangka juga masih dapat ditemui di Indonesia, negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, namun dalam wujud yang berbeda.
Namun, ayo kita berbicara terus terang. Prasangka ini sering diabaikan tanpa disadari. Orang sering kali merasa takut terhadap hal-hal yang belum mereka mengerti sepenuhnya. "Rasa takut timbul karena kurangnya pengetahuan,"Â kata Profesor Jamaluddin, seorang ahli studi Islam dari Universitas Al-Azhar. Tugas kita, sebagai umat Islam, yakni menyebarkan pemahaman yang benar melalui dakwah.
Beragam Pendekatan dakwah kini dilakukan untuk melawan narasi negatif tersebut. Salah satu tokoh yang aktif menyuarakan Islam damai adalah Ustaz Hanafi, seorang da'i asal Indonesia yang kini berdakwah di Eropa. Di kawasan yang dikenal dengan tingginya sentimen Islamofobia, Ustaz Hanafi memilih cara unik untuk mendekati masyarakat.
"Saya selalu memulai dengan dialog pribadi. Ketika mereka melihat saya sebagai manusia biasa, bukan sekedar label agama, tembok prasangka mulai runtuh," ungkapnya.
Dialog interaktif yang diadakan Ustaz Hanafi di komunitas non-Muslim mendapat respon positif. Banyak peserta yang awalnya skeptis mulai tertarik untuk belajar lebih jauh tentang Islam.
Di era digital, dakwah juga mulai merambah media sosial. Aktivis Muslim seperti Sarah Abdullah dari Inggris menggunakan platform seperti Instagram dan YouTube untuk menyebarkan pesan Islam yang damai.
"Kita harus menyesuaikan dakwah dengan zaman. Media sosial adalah cara terbaik untuk menjangkau generasi muda yang sering terpapar narasi negatif tentang Islam," jelas Sarah.
Konten yang ia buat meliputi video pendek, cerita keseharian, dan penjelasan nilai-nilai Islam yang disampaikan dengan gaya santai. Hal ini terbukti efektif dalam menjangkau audiens non-Muslim yang penasaran tetapi enggan bertanya secara langsung.
Upaya dakwah lainnya dilakukan dengan melibatkan masyarakat non-Muslim dalam kegiatan Islami. Salah satu contohnya adalah buka puasa bersama yang diadakan di komunitas Muslim di Australia. Acara tersebut memberikan kesempatan bagi non-Muslim untuk merasakan langsung suasana kekeluargaan dalam Islam.
"Saya jadi tahu bahwa Islam itu sebenarnya mengajarkan perdamaian dan kebersamaan. Saya tidak merasa dihakimi meskipun saya bukan Muslim," kata David, seorang peserta yang hadir dalam acara tersebut.
Selain pendekatan personal dan sosial, para ilmuwan dan jurnalis Muslim juga aktif melawan narasi negatif yang sering muncul di media. Mereka menulis artikel, mengisi program diskusi, dan berkolaborasi dengan media non-Muslim untuk memberikan pandangan yang seimbang.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!