Mohon tunggu...
Intan Sukma
Intan Sukma Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi

Menyukai olahraga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengertian ilmu kalam dan aliran-alirannya

23 November 2024   16:09 Diperbarui: 23 November 2024   16:09 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ilmu kalam menurut Ibnu Khaldun merupakan ilmu yang mempertahankan kemurnian keyakinan agama. ilmu yang membahas mengenai kehadiran Tuhan, sifat-sifat Tuhan, kaitan dengan alam semesta, termasuk kejadian alam, pengutusan rasul dan penyampaian wahyu, perbuatan manusia, surga dan neraka, peran akal manusia, dan lain-lain (Basri et al., 2007).  

Dalam sejarah, ilmu kalam muncul dalam kurun waktu cukup panjang dan diawali dengan munculnya berbagai masalah kalam. Munculnya masalah kalam menciptakan pendapat-pendapat yang berbeda atau bertentangan saling bermunculan, yang selanjutnya menciptakan aliran. Sehingga aliran kalam yang muncul mendahului lahirnya ilmu kalam sendiri. Permasalahan mengenai kalam bukan yang pertama kali muncul setelah sepeninggalan Rasulullah SAW . Beberapa dinamika politik yang terjadi berujung pada dinamika kalam (Bakar & El-Jamai, 2014). Dalam sejarah dijelaskan bahwasanya Nabi Muhammad SAW. lahir dengan status utama sebagai Nabi dan Rasul, untuk mengemban misi atau risalah menyampaikan dan menjelaskan Islam kepada umat manusia. Nabi Muhammad sepenuhnya menjalankan fungsi kenabian dan kerasulannya. Beliau belum berkontribusi dalam peran politik serta ekonomi, yang masih dipegang dan dikendalikan oleh para tokoh pemuka dan saudagar kafir Quraisy. 

Setelah hari kedua wafatnya Rasulullah, pertemuan terjadi antara pihak Anshor dan Muhajirin, dalam pertemuan tersebut menghasilkan kesepakatan bahwasanya Abu Bakar yang akan menggantikan Nabi Muhammad SAW. Kekhalifahan Abu Bakar dan Umar bin Khattab berjalan lancar dan aman, walaupun terjadi sedikit masalah. Di penghujung jabatan kekhalifahan Utsman bin Affan, terjadi kekacauan yang mengakibatkan Utsman bin Affan terbunuh, oleh sebagian masyarakat yang kecewa terhadap kebijakan politik Khalifah Utsman. Ali bin Abi Thalib diangkat sebagai Khalifah, menggantikan Utsman bin Affan. Kekacauan dan kemelut di dalam negeri tidak mereda, bahkan semakin memuncak, sehingga terjadilah peperangan antara Ali dan Muawiyyah, gubernur wilayah Ali dan menuntut bela kematian Utsman. Perang ini disebut perang Siffein. Perang Siffein berakhir dengan terjadinya Tahkim. Kedua belah pihak sepakat untuk secara bersama-sama (Ali dan Muawiyyah) meletakkan jabatan masing-masing. Pengunduran Ali dari Khalifah disetujui dan diterima oleh Amru bin Ash, tetapi ia menetapkan jabatan Khalifah pada Muawiyyah Ibn Abu Sofyan. Golongan Khawarij keluar dari barisan Ali, mereka menganggap Ali, Musa Al-Asy’ari, Muawiyyah dan Amr bin Ash kafir dan harus dituntut. Mereka itu mesti dibunuh. Konsep kafir yang dianut oleh Khawarij berkembang menjadi faham bahwa orang yang berbuat dosa besar pun dianggap kafir. Dari sinilah timbul aliran-aliran teologi Islam (Ilmu Kalam) yaitu, 

1. Khawarij, sebagai aliran teologi adalah kelompok yang terdiri dari para pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar dari barisannya karena tidak setuju dengan pendirian Ali bin Abi Thalib yang menerima arbitrase sebagai jalan penyelesaian perselisihan. 

2. Syiah, orang-orang mengaitkannya dengan Syiah Ali, yaitu sekelompok orang yang benar-benar berada di pihak Ali dan memuliakan dia dan keturunannya

3. Jabbariyah, merujuk pada paham yang menggantungkan segala tindakan manusia kepada Allah SWT. Menurut para ahli kalam, Jabariyyah merupakan nama bagi aliran pemikiran yang menganggap bahwa perbuatan manusia sepenuhnya terhubung kepada Allah SWT.

4. Qodariyyah adalah aliran yang meyakini bahwa setiap tindakan manusia sepenuhnya bebas dari campur tangan Tuhan. Aliran ini berpendapat bahwa setiap individu adalah pencipta dari tindakannya sendiri dan memiliki kebebasan untuk melakukan atau meninggalkan suatu perbuatan sesuai keinginannya. 

5. Mu'tazilah,  tokoh utama dalam aliran Mu'tazilah adalah Washil ibn Atha. Ia berpendapat bahwa seorang pelaku dosa besar masih memiliki iman, tetapi tidak bisa disebut sebagai mukmin karena telah melakukan dosa besar. Jika orang tersebut meninggal dunia, ia akan kekal di neraka, meskipun siksanya lebih ringan dibandingkan dengan orang kafir. 

6.  Asy'ariyyah, Menurut pandangan aliran Asy’ariyyah, Allah memiliki sifat-sifat tertentu yang bukan merupakan zat-Nya, namun juga bukan sesuatu yang terpisah dari zat-Nya, melainkan ada dalam zat-Nya

7. Aliran Maturidiyyah yang muncul sebagai respons terhadap pemikiran rasional Mu'tazilah tidak sepenuhnya sejalan dengan pandangan yang dikemukakan oleh al-Ash'ari. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, pemikiran teologi al-Ash'ari sangat bergantung pada makna teks-teks agama (Al-Qur'an dan Hadis), sementara Maturidiyyah, yang berakar pada mazhab Hanafi, lebih cenderung menggunakan pendekatan takwil dalam pemahamannya

8. Murji'ah, aliran ini berpendapat bahwa orang yang melakukan dosa besar tetap dianggap sebagai mukmin, bukan kafir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun