Indonesia saat ini selalu mengalami masalah, benci dendam, dan semuanya kacau balau. Entah mengapa, ada apa dengan Indonesia sekarang ini? Kemana nilai-nilai dan norma-norma yang terdapat dalam Pancasila?
Sungguh, negeri ini sangat miris sekali dan seperti tak berpehuni. Tidak jarang para jurnalis dari berbagai media memberitakan sebuah berita yang negatif dan hanya yang jelek-jeleknya saja disebarkan. Kemana kabar prestasi anak bangsa dan kerja nyata para pemerintah sekarang ini? Apa istimewanya Indonesia ini sekarang?
Semakin berkembangnya zaman, semakin canggih juga teknologi, serta semakin mudahnya mendapatkan informasi dan menyebarluaskan informasi tanpa fakta yang telah dipastikan. Dengan informasi yang hanya itu-itu saja, seperti narkoba, korupsi, dan ketidak adilan yang ada pada ranah politik dan hukum. Semua itu berpengaruh pada masyarakat, sehingga hukum gossen kedua pun berlaku. Lama kelamaan masyarakat menjadi kenyang dengan memakan informasi yang hanya menjatuhkan nama baik bangsa Indonesia dan berakhir menjadi sebuah kebosanan dalam menerima informasi yang ada.
Latar belakang saya mengangkat judul artikel “Berselancar Di Gelombang Kehidupan Politik” ini, karena saya tidak ingin jatuh ditengah arus gelombang yang dahsyat besarnya sehingga nyawa ini hilang lalu raga inipun membangkai. Dalam kebijakan pemerintah Indonesia sekarang ini sudah membaik pada periode Presiden Joko Widodo, namun masih banyak terdapat kekurangan sehingga terjadi ketidak konsistenan dalam berkomitmen membuat suatu kebijakan.
Banyak hukum-hukum yang belum adil sampai saat ini, seperti kasus orang kaya yang selalu diselesaikan dengan lama dan sebentar juga di beri hukuman, dibandingkan orang miskin yang lama hukumannya dan cepat diselesaikan. Tidak hanya itu saja, dari segi jerujipun juga berbeda jauh. Untuk para pejabat memiliki suatu tempat penjara bak kosan yang penuh dengan fasilitas yang memadai, sedangkan orang biasa hanya ruang gelap yang hampa dan tidur hanya berlapis tikar. Padahal, mereka sama-sama orang jahat tapi mengapa ini berbeda?
Kini, para remajapun sebagai generasi muda penerus bangsa tidak sedikit menjadi orang yang apatis terhadap ranah politik dan hukum. Mereka acuh tak acuh atas kasus yeng terjadi pada Indonesia sekarang ini dan hanya dapat melebelkan politik itu kejam dan penghianat. Jadi tidak menutup kemungkinan bagi orang yang bersikap apatis dan tidak memiliki suatu pendidikan dan moral yang baik.
Lalu, bagaimana melawan sifat apatisme pada diri kita? Kita setidaknya memiliki rasa partisipasi yang tinggi terhadap aspek-aspek politik, sosial, ekonomi, serta budaya yang ada di Indonesia dan Negara lain. Kita juga makhluk yang diciptakan Tuhan dengan sempurna secara fisik harus dapat menggunakan panca indera dengan baik, seperti mata, gunakanlah untuk melihat dan membedakan hal yang buruk dan yang baik, pandanglah masa depan yang cemerlang, untuk telinga maka kita harus cerdas mendengar apa yang salah dan apa yang benar, serta mulut merupakan cara kita untuk dapat berkomunikasi dengan baik sehingga tidak terjebak dalam kamus harimau, begitupun dengan hidung maka gunakanlah sesuai dengan fungsinya yaitu mencium aroma yang wangi, apabila tercium aroma yang busuk maka carilah dimana tempat busuk itu dan jika telah ditemukan maka buang dan jauhilah.
Saat ini Indonesia selalu mencium aroma yang tidak sedap, seperti dari kasus tahun lalu dalam pemilihan Presiden RI yang memiliki ketidak singkronan dalam suara pemilu, terdapat dua media massa yang terlembaga dan masing-masing memiliki suatu suara yang berbeda sehingga sempat terjadi kontroversi, sekarang untuk peranan media dalam dunia pers sangat sulit untuk menetralisasikan karena semua dapat menyangkut suatu kepentingan kelompok dan disamping itu juga merupakan suatu bisnis yang selalu menginginkan keuntungan tanpa memandang resiko yang akan terjadi, sehingga dapat dikatakan media massa saat ini menjadi bias, setelah kasus tersebut maka adapun kasus yang sangat menuai kontroversi dan menjadi bahan pertimbangan juga untuk negara. yakni kasus Arcandra yang memiliki dwi kewarganegaraan sehingga legitimasi Presiden Joko Widodo terancam, beliau baru saja diangkat menjadi Menteri ESDM namun apaboleh buat skenario Tuhan berkehendak lain, selain daripada itu ada juga kasus Pemimpin Daerah OI yang terjerat dalam dunia narkoba, dan sekarang kasus yang masih hangat bak air didalam ceret yang baru mendidih yaitu kasus Ketua DPD tertangkap oleh KPK diduga menerima uang suap Rp 100 juta.
Dalam peristiwa yang penuh dengan kontroversi saat ini, yang sedang hangat diperbincangkan di berbagai media terhadap kasus KPK menangkap Ketua DPD Irman Gusman yang dikabarkan menerima uang suap Rp 100 juta untuk memuluskan kuota impor gula. Menurut informasi yang saya dapatkan Irman ditangkap bersama tiga orang lainnya di rumah dinasnya pada sabtu dini hari.
H. Irman Gusman, S.E., MBA atau sering disebut Irman Gusman (IG) adalah seorang negarawan, politisi, pejabat, dan pengusaha asal Indonesia. Saat ini, Irman Gusman menjabat sebagai Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI periode 2014-2019. Irman Gusman memulai karier politiknya sejak tahun 1999 dengan menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia mewakili Sumatera Barat. Pada periode kedua DPD, Irman Gusman terpilih sebagai Ketua. Irman Gusman menyisihkan saingannya anggota DPD Sulawesi Tenggara, Laode Ida. Pada periode ketiga, Irman Gusman mencalonkan diri guna dapat menduduki kursi DPD kembali dan alhasil beliau kembali terpilih sebagai Ketua. Penentuan Irman Gusman sebagai Ketua DPD berlangsung dengan empat kali tahapan. Dilihat dari sosok Irman Gusman, maka beliau tercatat dalam sejarah sebagai satu-satunya pemimpin parlemen yang terpilih hingga tiga periode berturut-turut, Irman Gusman kemudian dikenal sebagai Pejuang Daerah.
Dari sejarah kehidupan manis selama ini yang dialami Irman Gusman sekarang menjadi hambar, semua diluar dugaan. Seperti kasus yang menjadi trending topic saat ini yaitu, “KPK Tangkap Ketua DPD RI Irman Gusman”. Ketua DPD RI Irman Gusman memberikan tanggapan mengenai dirinya dikaitkan telah terkena operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Irman membantah apa yang sedang berkembang seolah-olah dirinya ditangkap karena menerima suap. Politikus kelahiran Padang Panjang, 11 Februari 1962 ini menjelaskan, KPK terlalu dini mengumumkan status uang itu sebagai suap dan menetapkan dirinya sebagai penerima suap. “Sungguh ini perbuatan jahat dan fitnah kepada saya dan keluarga saya” ucap Irman.