Indonesia merupakan negara yang kaya akan keberagaman. Kita hidup di dalam sebuah negara yang multikultural. Dengan berbagai keragaman yang kita miliki, tentunya akan terdapat banyak perbedaan, tidak dapat dipungkiri bahwa perbedaan tersebut nantinya akan membawa kepada suatu hal yang merajalela dan banyak dijumpai di sekitar kita, salah satu contohnya yaitu bullying. Menurut Riauskina, Djuwita, dan Soesetio (2005) bullying adalah perilaku penindasan yang dilakukan secara terus menerus dimana tindakan ini dilakukan oleh seorang ataupun sekolompok siswa secara sengaja dan mereka memiliki kekuasaan yang lebih daripada siswa/siswi yang lainnya, dengan tujuan menyakiti orang tersebut.
Menurut Psikolog Andrew Mellor, ada beberapa jenis bullying yang sering terjadi diantaranya yaitu:
1.Tindakan fisik
Ini merupakan jenis bullying yang melibatkan kontak fisik antara pelaku dan korban. Misalnya memukul, menendang, meludahi, mendorong, memaksa korban melakukan aktivitas fisik tertentu, merusak barang milik korban dan tindakan lainnya. Bullying fisik dapat langsung terlihat dan disadari oleh lingkungan sekitar.
2.Tindakan verbal
Merupakan sebuah tindakan bullying yang sulit diamati karena melibatkan bahasa verbal yang menyakiti hati seseorang. Misalnya mengejek, memberi nama julukan yang tidak pantas, memfitnah, melecehkan melalui pernyataan seksual, meneror dan lain-lain
3.Relasional
Adalah tindakan bullying yang sulit ditangkap oleh mata dan telinga. Misalnya memandang seseorang sinis/penuh ancaman, mengucilkan seseorang, mendiamkan dan mengakhiri hubungan tanpa alasan dan sebagainya. Biasanya hal ini terjadi karena munculnya situasi di mana kelompok tertentu berseberangan dengan kelompok ataupun individu lain.
4.Cyberbullying
Gejala ini merupakan perilaku bullying yang dilakukan melalui media elektronik seperti komputer, handphone (telepon genggam), internet, website (portal media), chatting room (ruang komunikasi online), email (surat elektronik), pesan pendek (short message sent/sms) dan sebagainya. Biasanya kebanyakan pelaku cyberbullying bersembunyi di balik alasan "hanya sekedar opini".
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Aris Adi Leksono menyatakan, data pengaduan KPAI menunjukkan kekerasan anak pada awal 2024 sudah mencapai 141 kasus. Dari seluruh aduan tersebut, 35 persen di antaranya terjadi di lingkungan sekolah atau satuan pendidikan. Salah satu kasusnya yaitu seorang siswa SMP di Kabupaten Temanggung, Provinsi Jawa Tengah yang nekad melakukan pembakaran sekolahnya lantaran ia sering di-bully oleh teman-temannya. Dia juga menerima perlakuan tidak menyenangkan dari oknum oknum guru yang seharusnya memberikan perlindungan di sekolah. Hal itu menaruh luka di hati siswanya. Padahal hal tersebut telah ditegaskan dalam dalam UU No. 23 tahun 2002 pasal 54 tentang Perlindungan Anak yang secara jelas menyatakan bahwa di lingkungan sekolah anak wajib terlindungi dari berbagai macam bahaya termasuk tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, karyawan, pengelola sekolah, teman-temannya atau lembaga pendidikan lainnya.
Namun apalah daya, realitanya kasus bullying hingga kini tak kunjung surut. Hal ini perlu mendapat perhatian dan penanganan serius dari pihak terkait dan kita sebagai agent of change sudah selayaknya menyikapi hal ini bersama demi melindungi, mengurangi, dan menghentikan perilaku bullying yang kerap diterima maupun dilakukan oleh anak-anak yang merupakan penerus bangsa. Bullying ini harus dihentikan karena dampaknya sangat beragam, salah satunya ialah dampak psikologis. Lantas, bagaimana upaya yang paling tepat untuk mengatasi problematika tersebut?
Menelaah permasalahan di atas, tentunya dibutuhkan kolaborasi, inisiasi, dan peran orang dewasa (orang tua, guru, pengasuh, dan pihak terkait lainnya) untuk mengenalkan, mencegah, menangani, dan memulihkan baik korban maupun pelaku bullying yang terjadi di sekolah. Adapun program kegiatan yang bisa direalisasikan yaitu:
1.Program Promotif
Merupakan program pengenalan bullying melalui seni dan kebudayaan. Pada program ini siswa akan diajak untuk menyaksikan pertujukan seni drama yang berisikan tentang tindakan bullying seperti keong mas, bawang merah bawang putih, ande-ande lumut, dan lainnya. Dari sini siswa diminta agar dapat menarik kesimpulan dan pesan moral yang terdapat dalam cerita. Selain itu, juga terdapat literasi terkait kasus bullying yang dapat diakses melalui novel, cerpen, dan koran. Dengan adanya program ini diharapkan siswa dapat mengenal bullying lebih jauh sekaligus belajar tentang budaya dan literasi.
2.Program Preventif
Program ini merupakan program pencegahan terjadinya aksi bullying di sekolah. Dalam perealisasian program ini nantinya akan diadakan edukasi kepada anak-anak sedari dini terkait perilaku bullying yang disesuaikan dengan rentang usia. Hal ini penting agar agar anak mengetahui dampak yang akan terjadi apabila mereka melakukan perbuatan bullying. Anak-anak juga perlu diberikan edukasi terkait apa yang harus dilakukan jika menjadi korban bullying. Edukasi bisa dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Misalnya melakukan kunjungan ke sekolah oleh pihak-pihak yang memiliki wewenang. Kemudian membuat poster terkait bahaya perilaku bullying. Selanjutnya pihak orang tua juga perlu memberikan pendampingan saat anak-anak menyaksikan acara yang memperlihatkan perilaku-perilaku kekerasan yang kemungkinan akan mereka contoh di kehidupan.
3.Program Kuratif
Ini merupakan program penanganan baik bagi korban maupun pelaku bullying. Program ini akan menggandeng beberapa pihak terkait seperti orang tua, guru BK, Psikolog dan Psikiater. Hal itu penting agar mereka merasa aman dan nyaman untuk bercerita tentang kegiatan yang mereka lakukan setiap harinya. Mereka harus belajar untuk menjadi “telinga” bagi anak-anak. Hal itu dapat dilakukan dengan mendengarkan keluh kesah anak tanpa memotong pembicaraan. Tidak menilai dan menghakimi dari sudut pandang orang dewasa. Serta yang paling penting adalah berusaha “hadir dan menyimak” saat mereka mengungkapkan apa yang dirasa. Selain itu, apabila bullying yang dilakukan sudah sangat keterlaluan maka akan diberi sanksi dan aturan yang tegas, adil, dan bijak mengenai tindakan bullying yang dilakukan. Hal tersebut perlu dilakukan guna menimbulkan efek jera (shock therapy) bagi para pelaku. Yang nantinya diharapkan dapat mengubah pola pikir dan tingkah laku mereka menjadi lebih baik.
4.Program Rehabilitatif
Merupakan program pemulihan baik pelaku maupun korban aksi bullying di sekolah. Untuk mendukung proses pemulihan tersebut maka dibutuhkan suatu metode pendekatan psikologis yang bertujuan untuk mengalihkan pikiran pelaku maupun korban kepada hal yang membuatnya senang, salah satunya yaitu dengan metode bermain. Dengan bermain rasa sakit yang dialami oleh anak tersebut akan dialihkan pada permainan sehingga terjadilah relaksasi sehingga timbul perasaan senang saat bermain. Hal tersebut dapat mengembalikan keadaan anak pada keadaan kondisi emosi yang sehat dan stabil.
Apabila program-program tersebut berhasil direalisasikan dengan dukungan dan kerja sama seluruh pihak (orang tua, keluarga, sekolah, lingkungan, dan pemerintah) maka diharapkan dapat menciptakan generasi muda Indonesia yang cerdas, sehat, unggul, berkarakter dan dalam suka cita yang bersendikan pada nilai-nilai moral yang kuat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H