Mohon tunggu...
Intan Puspitasari
Intan Puspitasari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sosiologi

Senang berada di pojok ketenangan untuk menikmati secangkir matcha hangat dengan sepotong kue bolu.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fakta Etika dan Moralitas di Era Modern: Teori Proses Peradaban-Norbert Elias

16 November 2022   10:00 Diperbarui: 16 November 2022   10:00 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Selama 19 tahun saya bertempat tinggal di kampung tepatnya di Jogja. Kota yang terkenal dengan masyarakatnya yang beretika selalu mengedepankan sopan santun, unggah-ungguh, dan tata krama. Perbedaan dulu sewaktu saya masih kecil dengan saat ini saya dewasa cukup berbeda, tatanan ruang lingkup beretika yang baik belum diaplikasikan ke dalam kehidupan sehari-hari. Tidak hilang, namun jika tidak diajarkan sedini mungkin untuk keturunan bisa jadi akan lenyap. Anak kecil sudah tidak mengerti sopan santun yang seharusnya bertemu dengan orang yang lebih tua bagaimana, berbicara dengan bahasa yang halus, serta tata krama perilaku kita berinteraksi dengan orang lain. 

Remaja bahkan anak-anak pada era saat ini di kampung saya sudah jarang melihat mereka menundukkan badan ketika berpapasan ataupun lewat di depan orang tua, ataupun berkata “nderek langkung”. Tak hanya itu dengan adanya kemajuan digital menjadikan anak menganggap itu dunianya, di kampung saya anak-anak berkumpul di rumah jaga, namun yang mereka lakukan untuk bermain game online, bukan untuk mengobrol. Jadi, hal itu sudah menjadikan mereka pemisah dengan yang lain melalui digital membuat mereka sulit berinteraksi dengan orang lain padahal itu sudah menjadi kebiasaan di kampung saya. Berbicara mengenai unggah-ungguh untuk zaman anak sekarang masih terlihat jarang yang menggunakan untuk berbicara krama kepada yang lebih tua karena memang pengaruh lingkungan mereka sudah jarang ada yang mengenalkannya. 

Menurut saya, pengalaman ini merupakan contoh tentang teori peradaban karena sopan santun, tata krama, dan unggah-ungguh di era modern saat ini dianggap biasa saja karena dampak transformasi digital, namun untuk masa sebelumnya etika seperti ini dijunjung tinggi karena itu bentuk dari identitas diri. Di mana proses peradaban dilingkupi aspek yang sangat penting yaitu mensosialisasikan generasi muda dengan sedemikian rupa sehingga mereka mampu mengembangkan pengendalian diri, namun masalahnya generasi muda selalu meninggalkan kesan buruk. 

Saya mengenal teori proses peradaban Norbert Elias dari buku “Teori Sosiologi Modern” edisi keenam karya George Ritzer dan Douglas J. Goodman. Buku ini menjelaskan teori proses peradaban sebagai kunci pengendalian diri yang diperhatikan adalah perubahan pengendalian sosial yang berkaitan dengan timbulnya pengendalian diri ini. Peradaban adalah sebuah proses perkembangan terus-menerus, yang untuk mudahnya, dipelajari oleh Elias pada abad pertengahan. Proses peradaban dapat ditelusuri dapat ditelusuri ke belakang, ke zaman kuno, ke hari ini dan berlanjut ke masa depan. Peradaban meliputi perubahan dalam cara mengendalikan gerak hati manusia yang artinya gerakan dari ketiadaan pengendalian atau sebagian besar pengendalian eksternal atas gerak hati manusia ke situasi masa kini yang menekankan pada pengendalian diri sendiri dari dalam.

Dalam pemahaman saya, proses peradaban yang meliputi kesopanan dan pola-pola berbudaya sebagai suatu proses yang terintegrasi saat bagian larangan-larangan. Usaha pembentukan perilaku individu di masa saat ini yang kelihatannya dianggap sepele ternyata sangat berhubungan erat dengan permasalahan tata krama dan kesopanan, seperti: tidak menundukkan badan ataupun mengatakan “nderek langkung” ketika lewat di depan orang tua, berbicara tidak sopan kepada yang lebih tua, dan unggah ungguh yang sudah tidak dipelajari oleh generasi muda saat ini. 

Kebiasaan ini sangat terhubung erat dengan kondisi sosialnya. Hal ini menjadikan generasi muda di era modern harus mau belajar dan menerima standar dari orang dewasa yang sudah lumrah dalam masyarakat dengan menanamkan proses peradaban dengan sosialisasi serta secara turun-temurun di dalam kebudayaan itu, karena proses pembentukan jati diri individu di dalam suatu masyarakat yang menyatu dengan lingkungan yang ditinggali. 

Teori peradaban diperkenalkan oleh Norbert Elias, ia lahir di Breslau pada tanggal 22 Juni 1897. Elias merupakan seorang sosiolog yang dianggap sebagai bapak sosiologi figuratif. Di dalam karyanya ia menyoroti proses peradaban yang dianggap paling penting dalam hidupnya. Elias menerima gelar doktornya pada Januari 1924, dan ia melanjutkan pergi ke Heidelberg untuk mempelajari sosiologi. Pada usianya yang ke 57 ia mendapatkan jabatan akademis pertamanya di Universitas Leicester sebagai dosen dan sebagai sosiolog. Bersama Ilya Neustadt ia membuat kontribusi besar untuk pengembangan Jurusan Sosiologi. Dari tahun 1962 hingga 1964, ia mengajar sebagai Profesi Sosiologi di University of Ghana di Legon. Karyanya yang paling terkenal adalah “The Civilizing Process”. Pada tahun 1984 Norbert Elias pindah ke Amsterdam untuk melanjutkan pekerjaannya selama enam tahun dan tepat pada 1 Agustus 1990, Elias meninggal. 

Referensi:

Ritzer, George dan Dauglas J. Goodman. 2004. Teori Sosiologi Modern (Edisi Keenam: Alimandan). Jakarta: Kencana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun