Mohon tunggu...
Intan PratiwiStyaji
Intan PratiwiStyaji Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Psikologi

Perkenalkan saya Intan mahasiswa Psikologi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Roti Buaya sebagai Simbol Kesetiaan Dalam Pernikahan Adat Betawi

10 Desember 2023   01:19 Diperbarui: 10 Desember 2023   02:26 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber by dailysia.com via pinterest

            Pernikahan merupakan pengalaman hidup yang penuh dengan makna, serta didalamnya terkandung simbol dan tradisi yang mencerminkan nilai-nilai yang dipercaya oleh masyarakat. Setiap daerah di Indonesia bahkan dunia tentu memiliki keunikan dalam tradisinya masing-masing, Salah satu tradisi unik yang penuh dengan makna adalah tradisi roti buaya dalam pernikahan adat betawi.

            Dalam tradisi pernikahan adat betawi, terdapat berbagai macam bentuk doa yang disimbolkan kedalam benda yang memiliki sifat wajib ada dalam proses pernikahannya. Bentuk benda tersebut yaitu roti berbentuk buaya yang akan diberikan kepada pengantin perempuan. Bingkisan tersebut berisi dua roti berbentuk buaya yaitu buaya jantan dan betina dengan ciri-ciri roti buaya jantan lebih besar dibandingkan dengan roti buaya betina dan diletakan di atas badan induknya dengan jumlah sepasang yaitu jantan dan betina sekaligus anaknya yang dapat diletakan ditengah atau diatas ibunya (Tiffany et al., 2023).

            Simbol buaya pada zaman dulu terbuat dari bahan kayu, sabut kelapa, daun kelapa atau bahan lainnya yang dapat dibentuk seperti buaya serta mampu digunakan sebagai pajangan di depan rumah pengantin wanita sebagai lambang bahwa wanita itu sudah memiliki pasangan. Namun seiring berkembangnya zaman, lambang pernikahan betawi ini berganti menjadi bahan roti yang dapat dimakan. Perubahan bahan yang terjadi tidak merubah maknanya dikarenakan letak keistimewaannya ada pada bentuknya (buaya) bukan bahannya. Selain terdapat perubahan dari bahan-bahannya, terdapat perkembangan dari rasa yang awalnya tawar kini mulai berubah menjadi terdapat rasa-rasa dan warna-warna yang membuat lebih menarik.  

            Roti budaya dalam tradisi betawi diambil dari cerita rakyat tradisi betawi karena terdapat sumber mata air yang ditunggui oleh buaya. Masyarakat betawi memilih buaya dengan alasan bahwa mereka (masyarakat betawi) percaya buaya lah yang sudah menunggui sumber mata air yang tentunya air sebagai sumber kehidupan manusia (Ma`rifa, 2019). Selain sebagai sumber kehidupan, buaya juga dipercaya masyarakat betawi secara turun temurun sebagai hewan yang setia karena hanya kawin sekali seumur hidupnya (Handayani & Permana, 2023). Roti dianggap sebagai lambang ekonomi yang stabil, diharapkan bahwa selain setia terhadap pasangan, mereka akan memiliki masa depan yang baik dan hidup dengan kecukupan. Sehingga roti buaya digunakan sebagai simbolis kehidupan bagi masyarakat betawi serta digunakan dalam acara pernikahan khususnya seserahan yang akan diberikan oleh pengantin perempuan dari pengantin laki-laki. Pemberian roti buaya ini sebagai harapan mengenai kesetiaan pengantin terhadap pasangan serta kuatnya hubungan antara pasangan suami dan istri.  

            Behaviorisme kognitif pada teori Mischel menyatakan bahwa perilaku merupakan hasil interaksi antara ciri-ciri pribadi dengan lingkungannya (Fitriyani, 2019). Hal ini berkaitan dengan diadakannya roti buaya dalam pernikahan adat betawi, karena masyarakat betawi percaya bahwa buaya akan setia selama hidupnya sehingga mereka berharap bahwa pasangan suami istri tersebut akan setia sampai akhir hayatnya. Menurut Calhoun dalam (Fitriyani, 2019) gambaran proses persepsi sosial memiliki tiga dimensi yaitu pengetahuan, pengharapan, dan evaluasi. Pada tiga dimensi ini menunjukan adanya konsep diri yang dapat dimaknai bahwa pengetahuan mengenai hewan buaya yang hanya kawin satu kali menjadi hewan pilihan masyarakat betawi sebagai simbol dalam pernikahan informasi tersebut didapatkan dari zaman dahulu (orang-orang terdahulu), kemudian dari pengetahuan menjadi harapan dan dievaluasi. Hasil evaluasi menunjukan bahwa adanya pemberian roti berbentuk buaya diharapkan pasangan suami istri dapat setia sampai akhir hidupnya. Setiap pasangan suami istri perlu adanya attachment (kelekatan) yang baik antar keduanya.

            Kelekatan (attachment) merupakan sebuah ikatan kasih sayang dari individu ke individu lain secara khusus, Alish dalam (Aji & Uyun, 2010). Kepercayaan dan kesetiaan merupakan aspek yang penting untuk menunjukan bahwa mereka (pasangan) dapat diandalkan serta setia terhadap pasangannya dan akan tercipta kepercayaan yang kuat. Pemberian roti buaya adalah satu upaya untuk menunjukan bahwa mempelai laki-laki hanya akan menikah satu kali di dalam hidupnya (seperti buaya), roti buaya yang di pajang (zaman dahulu) di depan rumah menunjukan kepada semua orang bahwa wanita di dalam rumah tersebut sudah memiliki pasangan sehingga diharapkan dapat menjaga kesetiaan nya terhadap suaminya.

Sumber:

Aji, P., & Uyun, Z. (2010). Kelekatan (Attachment) Pada Remaja Kembar. Indigenous:Jurnal Ilmiah Psikologi, 12(1), 37--46.

Fitriyani, S. N. (2019). Sistem Kepercayaan (Belief) Masyarakat Pesisir [Universitas Negeri Semarang]. In Lib.Unnes.Ac.Id (Vol. 11, Issue 3). http://lib.unnes.ac.id/34803/1/1511413009_Optimized.pdf

Handayani, Y., & Permana, R. (2023). Penguatan Nilai Budaya Lokal Roti Buaya Sebagai Ikon Pernikahan Adat Betawi. INNOVATIVE:Journal Of Social Science Research, 3, 3774--3780. https://doi.org/https://doi.org/10.31004/innovative.v3i2.762

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun