Mohon tunggu...
Intan Nur Setya
Intan Nur Setya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa paruh waktu yang sedikit nulisnya dan jarang bacanya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hari-Hari di Pelataran Musim Primbon

11 Oktober 2024   00:32 Diperbarui: 11 Oktober 2024   00:48 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Raja dan pejabat pemerintahan memandang Primbon sebagai pedoman dalam mengambil keputusan yang baik dalam hidup. Akar dari primbon Jawa adalah Serat Jayabaya yang biasa dikenal dengan sebutan ramalan Jayabaya. 

Ramalan tersebut berbentuk tembang atau kakawin dalam bahasa Jawa kuno. Ramalan Jayabaya ini dipercaya dapat meramal masa depan. Banyak yang percaya dengan ramalan di dalamnya namun, banyak juga yang abai dan hanya menganggap mitos belaka. Lagi-lagi sebab saya orang Jawa, tentu akan percaya dengan primbon.

Weton saya adalah Minggu Wage dan di dalam primbon yang mengatur watak manusia disebutkan bahwa orang dengan hari pasaran Wage memiliki watak seperti lakuning angin atau seperti angin yang bisa bertiup kencang dan lemah lembut dan penyejuk. 

Disebutkan pula bahwa kelemahan weton Minggu wage adalah mudah patah semangat dan kalau marah sudah diredam. Di dalam primbon yang mengatur sifat berdasarkan inisial nama disebutkan pula bahwa inisial nama saya yaitu I memiliki sifat keras kepala juga. 

Di situ saya menemukan korelasi antara primbon dan watak yang terdapat dalam diri saya. Dan sialnya itu cukup relevan dalam kehidupan saya. Adapun pantangan-pantangan yang harus saya hindari adalah larangan untuk menghindari konflik, menghindari pekerjaan dengan aktivitas fisik berat, dan larangan untuk memotong rambut atau kuku di Minggu Wage.

 Entah apa maksudnya, tetapi memotong kuku dan rambut tidak harus di Minggu Wage kan?. Barangkali dari fenomena tersebut dapat melihat weton dalam keterhubungan penanggalan Jawa kuno dengan proses hidup saya di kehidupan sehari-hari. 

 Di era sekarang ini primbon sudah banyak ditinggalkan entah karena dicap sebagai musyrik, kuno, ataupun klenik. Sebagian masyarakat juga sudah menganggap bahwa primbon sudah tidak relevan di masa sekarang. Sebagai masyarakat Jawa Asli dan sedikit kuno, saya berpegang teguh pada primbon. 

Walau terkadang juga tidak berpengaruh, namun saya meyakini dengan sedikit mengimani primbon Jawa saya akan sedikit membantu melestarikan warisan budaya tak benda ini. Lagi-lagi kembali pada benak saudara masing-masing. Boleh percaya boleh tidak. Matur suksma. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun