Pernahkah kalian scroll timeline media sosial dan tiba-tiba menemukan konten yang bikin geram? Nggak cuma bikin geram, konten itu juga memicu perpecahan dan bahkan anarkis. Ya, konten-konten hoax yang berkedok viral ini lah biang keroknya!
Di era digital ini, media sosial bagaikan pisau bermata dua. Di satu sisi, media sosial memudahkan kita untuk mendapatkan informasi. Di sisi lain, media sosial juga menjadi ladang subur bagi hoax untuk berkembang biak.
Hoax Keadilan Sosial: Bahaya yang Nggak Main-main!
Suatu peristiwa sangatlah mudah viral di media sosial, akan tetapi sangat disayangkan konten-konten negative justru lebih mudah viral dan banyak tersebar diberbagai platform media sosial dibandingkan konten-konten positif dan edukasi. Tidak sedikit pula oknum yang memviralkan suatu peristiwa tanpa mengetahui kebenarannya hanya untuk mencari ketenaran atau menambah pengikut saja. Â Â
Bayangkan, berita bohong tentang diskriminasi, kekerasan, dan pelanggaran HAM bertebaran di media sosial. Tanpa verifikasi dan konfirmasi kebenaran, berita-berita ini bisa memicu kemarahan, stigmatisasi, dan bahkan tindakan anarkis.
Kasus Anjing vs Security Plaza Indonesia: Contoh Hoax yang Menggila!
Ingat kasus pemukulan anjing di Plaza Indonesia beberapa waktu lalu? Video yang direkam influencer dan direpost selebritis penyayang hewan itu langsung viral. Warganet geram, security dihujat dan dipecat.
Tapi, tahukah kalian apa yang sebenarnya terjadi? CCTV menunjukkan security itu berusaha menyelamatkan anak kucing dari anjing yang mengamuk!
Siapa yang Bertanggung Jawab?
Jelas, peran utama dalam memerangi krisis ini terletak pada diri kita sendiri sebagai pengguna media sosial. Kita harus menjadi konsumen informasi yang cerdas dan kritis, tidak mudah terpengaruh oleh berita viral tanpa menelusuri kebenarannya. Akan tetapi, masalah ini bukan hanya tanggung jawab individu, tapi juga platform media sosial. Mereka harus meningkatkan mekanisme verifikasi dan edukasi literasi digital bagi penggunanya.
Tapi, Kita Juga Bisa Jadi Pahlawan lho!