Telah habis kata kataku
Telah kutuangkan semua hiruk pikuk nafasku
Dalam doa yang berbaur air mata
Ya Allah Maha Pencipta Alam Semesta
Berikanlah pertolongan pada sang mama
Lepaskanlah mama dari tali yang meyesakkan dadanya
Biarkanlah kerikil yang menancap pada dasar kaki kasarnya
Lolos walau harus dengan darah
Biarkanlah mama memelukku
Agar aku bisa sepuas mungkin memeluknya
Dan,
Mencium keningnya yang bergaris renta
Mencium hidungnya yang selalu mencoba menghembus ringan
Mencium matanya yang selalu memberikan senyuman
Mencium bibirnya yang selalu berkata sabar
Tatkala aku marah akan hidupku
Mencium telinganya yang selalu mendengar curahan bibirku
Dan, mencium rambut putihnya yang selalu menutupi setiap kegundahan hidupnya
Biarkanlah mama memelukku
Agar aku bisa sepuas mungkin memeluknya
Serta, masuk dan menggenggam hatinya yang tak pernah kendur akan kuat
Menggenggam setengah rasa sakitnya teradap luka
Menggenggam keputusasaanya yang tatkala duduk dalam hatinya
Kemudian,
biarkanlah aku keluar sebentar dan membuang sampah itu dalam tenangnya udara pagi
dan izinkanlah aku masuk mama,
untuk menitipkan setetes embun yang kupetik dengan rasa sayangku
serta duduk sebentar untuk berbicara pada sang naluri
biarkanlah mama memelukku
agar aku bisa sepuas mungkin memeluknya
dan, memijat kedua kakinya
agar aku bisa menerawang urat urat kakinya
urat urat yang menonjol
urat yang menunjukan betapa berat mama berdiri hanya untuk kami…
anak anaknya………
*jangan pernah engkau pergi mama….
Walau hanya untuk melangkah diantara dinding dinding itu
Karena aku takut engkau takkan kembali hadir di mataku
Karena sedetik saja engkau terselip diantara dinding dinding itu
Rinduku akan langsung membuncah dan tangisku tak akan bisa berhenti
Kecualiengkau kembali hadir dimataku
Maka…jangan pergi untuk kami anak anakmu mama…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H